Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Kolumnis Independen

Quod Scripsi, Scripsi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Benar tapi Tetap Salah: Ketika Cara Menjawab Lebih Penting dari Isi Jawaban

16 Juli 2025   19:54 Diperbarui: 16 Juli 2025   21:45 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang siswi sedang mengerjakan soal ujian di sekolah | Gambar olahan pribadi (AI)

Saya pernah mengajar di sebuah sekolah.
Suatu ketika, saya menguji siswa secara tertulis. Saya beri instruksi yang jelas di awal:

"Lakukanlah sesuai instruksi berikut dengan benar dan tepat."

Lalu saya berikan soal:

"Sebutkan tiga contoh benda padat!"

Salah seorang siswa menjawab:
1. Kayu
2. Batu
3. Besi

Jawaban itu benar, secara isi. Tapi instruksinya adalah "sebutkan", dan saya maksudkan dijawab secara lisan.

Dia malah menuliskannya di kertas.
Dan saya beri nilai rendah.

Saya Tidak Sedang Menguji Hafalan

Saya tidak menyalahkan karena dia tak tahu jawabannya. Dia tahu.
Tapi saya sedang menilai apakah dia mengikuti perintah dengan tepat.

Dan buat saya, itu penting.
Sangat penting.

Karena dalam hidup, tidak cukup hanya benar, tapi

harus tepat caranya, sesuai bentuk yang diminta.

"Sebutkan" Bukan "Tuliskan"

Banyak orang menganggap kata "sebutkan" bisa dipakai untuk soal tertulis.
Padahal kalau kita kembali ke makna asal:

"Sebutkan", artinya ucapkan;
"Sebut nama kamu", maksudnya lafalkan, bukan tulis; lalu
"Sebutkan lima sila Pancasila", artinya katakan, bukan tulis di kertas.

Jadi kalau siswa menuliskan sesuatu saat saya minta dia menyebutkan, itu melanggar instruksi.
Bahkan jika isinya benar, caranya salah.

Benar tapi Tetap Salah? Ya. Dan Itu Adil.

Sebagian orang mungkin bilang saya terlalu kaku. Tapi saya percaya:

Cara menjawab juga bagian dari jawaban.

Dalam kehidupan nyata:

Anda bisa isi data dengan benar, tapi tanda tangan di tempat salah, hasilnya formulir ditolak.

Anda punya ide bagus, tapi disampaikan dengan cara yang keliru, hasilnya orang tak akan mendengarkan.

Anda niat baik, tapi caranya sembrono, hasilnya niat itu jadi bumerang.

Maka saya ingin siswa belajar satu hal penting:
Ketaatan pada instruksi adalah bagian dari kecerdasan.

Mengajar Itu Bukan Cuma Menilai Benar-Salah

Saya pernah juga menyuruh siswa menuliskan jawabannya, tapi malah mereka menyebutkannya secara lisan.

Saya balikkan hal yang sama:

Kalau saya bilang tuliskan, lalu kamu malah menyebutkannya, maka kamu juga tidak mengikuti perintah.

Dan saya akan beri nilai rendah. Bukan karena saya keras,
tapi karena saya adil.

Kebenaran Harus Punya Bentuk

Kita hidup dalam dunia yang menuntut bukan hanya kebenaran, tapi juga ketepatan.

Kebenaran tanpa bentuk yang tepat bisa jadi kekacauan.
Tapi bentuk yang tepat tanpa isi yang benar, hanya jadi formalitas kosong.

Saya ingin siswa-siswa saya punya keduanya.
Karena di luar ruang kelas, itulah yang akan benar-benar diuji oleh hidup.

Karena dalam hidup, "benar" saja tidak cukup.
Harus juga tahu bagaimana menyampaikannya.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun