Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

RUU Cipta Kerja Disahkan: Ketimbang "Cilaka", Mending Ajukan Judicial Review

5 Oktober 2020   21:21 Diperbarui: 6 Oktober 2020   07:51 2833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksi, mereka menolak Omnibus Law dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020. Sumber gambar: KOMPAS.com/ ANTARA FOTO (Fauzan/wsj)

Akhirnya satu dari tiga RUU Omnibus Law telah disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR RI bersama pemerintah, pada Senin (5/10/2020).

RUU yang menjadi UU tersebut adalah RUU tentang Cipta Kerja. Sebanyak 7 (tujuh) fraksi di DPR RI sepakat setuju, sementara 2 (dua) fraksi lainnya yaitu PKS dan Partai Demokrat menyatakan menolak.

Seperti diketahui, di samping RUU Cipta Kerja, ada 2 (dua) RUU Omnibus Law lainnya, yakni RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Secara singkat, yang dimaksud dengan Omnibus Law adalah metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.

Di antara ketiga RUU di atas, RUU Cipta Kerja yang paling ditentang oleh sebagian pihak, khususnya para buruh. Mengapa? Sebab mereka merasa dirugikan dengan disahkannya RUU itu menjadi UU.

Kerugian para buruh yang dimaksud yaitu, pemerintah dan DPR RI dinilai lebih pro terhadap pengusaha daripada memihak nasib pekerja atau buruh. Sederet hak-hak buruh tidak lagi terakomodasi.

Antara lain terkait pekerja kontrak, upah, pesangon (sebelumnya maksimal 32 kali menjadi 25 kali upah), waktu kerja yang lebih panjang (6 hari kerja, 1 hari libur dalam seminggu), mekanisme PHK (perusahaan tidak harus memberi 3x surat peringatan), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.

Sebenarnya bukan cuma para buruh yang gelisah dan menolak UU Cipta Kerja, tetapi juga WALHI, sebab dianggap akan sangat membahayakan lingkungan. Dengan terbuka lebar keran investasi, eksploitasi alam bakal tidak terbendung.

Apa mau dikata lagi, nasi sudah menjadi bubur. Semoga motivasi di balik pengesahan RUU Cipta Kerja sungguh demi memperluas lapangan kerja, memangkas regulasi, dan mengefektifkan birokrasi, sesuai pengakuan pemerintah.

Menanggapi sikap pemerintah dan DPR RI, selanjutnya para buruh (yang diperkirakan sejumlah kurang lebih 5 juta orang) akan melakukan aksi mogok kerja dan berdemonstrasi selama tiga hari. Dilakukan terhitung mulai Selasa (6/10/2020).

Apakah aksi para buruh tersebut mampu mengubah keadaan? Apakah dalam waktu tiga hari ke depan pemerintah dan DPR RI mau menarik keputusannya? Tentu tidak mungkin. Sekali lagi, palu sudah selesai diketuk dan RUU menjadi UU.

Aksi mogok dan demonstrasi kiranya bukan langkah tepat bagi para buruh saat ini. Melakukan keduanya justru merugikan mereka sendiri dan perusahaan tempat bekerja.

Belum lagi di saat pandemi Covid-19, penyebaran virus pasti sulit dikendalikan. Demonstrasi misalnya, belum tentu semua buruh mau patuh protokol kesehatan. Kemudian, hal itu pula bisa mengganggu mobilitas publik.

Dan yang lebih dipertimbangkan lagi yakni, jangan sampai aksi buruh malah ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin mencari panggung demi kepentingan pribadi.

Menurut penulis, sebaiknya para buruh mau berbesar hati membatalkan aksi, di samping memang sudah diimbau oleh pemerintah dan pihak keamanan. Kesehatan mereka dan masyarakat luas jauh lebih bernilai ketimbang tampil berkerumun dan bersuara, di mana nyata belum membawa manfaat.

Alangkah baiknya jika para buruh mau mengikuti langkah WALHI, yaitu menunggu saat yang tepat untuk mengajukan uji materi UU (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi. Di sanalah tempat yang cocok, bukan di jalanan.

Maukah para buruh menimbang kembali rencana aksinya? Semoga saja.

***

Referensi: KOMPAS.com [1] [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun