Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Arief Poyuono dan Tafsir Kitab Suci yang Kurang Tepat

18 Mei 2019   07:00 Diperbarui: 18 Mei 2019   07:26 2751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Poyuono (Gambar: detik.com)

Arief Poyuono, seorang politisi yang sedang tenar di media belakangan ini karena berbagai pernyataannya terkait pemilu, utamanya Pilpres 2019. Arief merupakan kader sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

Arief bersama Partai Gerindra dan partai-partai lain yang tergabung dalam koalisi pemenangan Prabowo-Sandiaga memang sedang giat-giatnya melayangkan kritik dan protes keras atas hasil sementara Pilpres 2019 yang menurut mereka penuh kecurangan.

Selain mengkritik dan memprotes, mereka juga menyatakan menolak hasil Pilpres 2019. Terkait hal ini, biarlah tetap menjadi sikap mereka. Yang jelas proses pemilu sesungguhnya sebenarnya masih berjalan hingga ada pengumuman hasil final dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Saya tidak ingin membahas mengapa mereka sampai mengambil sikap seperti itu. Saya hanya tertarik dengan anjuran Arief yang menganjurkan publik agar tidak membayar pajak jika pemenang Pilpres 2019 adalah pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Menurut Arief, karena Pilpres 2019 penuh kecurangan, maka pemenangnya tentu tidak sah. Pemerintahan yang akan dibangun pun dianggap tidak legitimate.

"Hanya yang kurang waras aja mempercayakan pajak masyarakat dan negara ini pada pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu yang curang," kata Arief (Kamis, 16/5/2019).

Dengan menganjurkan tidak membayar pajak, Arief dinilai melanggar hukum dan berpotensi terkena pidana.

"Tidak boleh mengajak mogok bayar pajak, padahal itu kewajiban hukum, bahkan yang sengaja menunggak atau tidak bayar pajak adalah pelanggaran hukum dan ada juga sanksi pidana maksimal enam tahun, serta denda dan bayar pajak tertunggak," jelas Yenti Garnasih, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki).

Saya tidak begitu tahu banyak tentang aturan pajak dan berbagai macam pelanggaran yang terkandung di dalamnya. Hanya saya agak tergelitik dengan penegasan Arief bahwa anjurannya berdasarkan ajaran agama (Kitab Suci) yang dia imani, yaitu ajaran Kristiani.

Jujur, setelah membaca pernyataan Arief di salah satu artikel media online, saya langsung mengecek apakah benar dia seorang umat Kristiani. Dan akhirnya saya tahu, Arief seorang penganut agama Katolik. Nama baptisnya adalah Fransiskus Xaverius (FX).

Saya dan Arief sama-sama penganut agama Katolik. Karena sebagai pengikut Kristus, kami diajarkan untuk menjadi "garam dan terang" dunia. Sesuatu yang cukup sulit kami realisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Apa dasar Biblis yang dimaksud Arief? Ternyata diambil dari kutipan Injil Matius 22: 18-21. Berikut bunyinya:

"Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu. Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: 'Gambar dan tulisan siapakah ini?'. Jawab mereka: 'Gambar dan tulisan Kaisar.' Lalu kata Yesus kepada mereka: 'Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah,'"

Saya kagum dengan Arief, ternyata selain punya wawasan luas mengenai politik, dia juga cukup mengetahui isi Kitab Suci.

Kutipan ayat yang Arief ambil juga sangat tepat, karena memang terkait membayar pajak. Saya tidak tahu apakah dia sudah mempersiapkan ayat itu dari rumah atau diucapkan spontan di tempat. Namun bagi saya, dia luar biasa.

"Ini yang saya imani ya. Itu kalau kaisar atau pemerintahan yang kita akui kita wajib bayar pajak. Karena kita mengakui Allah sebagai Allah kita maka kita wajib juga bayar zakat, sedekah, dan kalau di kami persepuluhan," tutur Arief.

Saya tidak bermaksud mengurangi kekaguman saya terhadap Arief atas pengetahuannya tentang isi Kitab Suci, akan tetapi saya heran, bagaimana mungkin dia bisa menggunakannya untuk membandingkan status dan sistem pemerintahan di Indonesia dengan yang berlaku di zaman kekaisaran Romawi.

Saya seorang teolog muda, saya pernah kuliah filsafat dan teologi di salah satu universitas di Jakarta. Dan sampai sekarang, saya masih menggeluti bidang itu.

Saya tidak ingin memperdebatkan kutipan Kitab Suci yang digunakan Arief, namun sepertinya saya perlu meluruskannya supaya tafsirannya tidak menjadi liar.

Arief wajib tahu bahwa Yesus berpendapat tentang pajak seperti yang tercantum di Injil yaitu untuk menjawab pertanyaan jebakan orang-orang Farisi, kaum Yahudi yang diakui berpengetahuan mumpuni di bidang Kitab Suci.

Orang-orang Farisi sesungguhnya sudah tahu jawabannya, tapi mereka berkeinginan mencari kesalahan jawaban dari Yesus, sehingga demikian, mereka bisa dengan mudah menjerat-Nya.

Baik Yesus, orang-orang Farisi, dan kaum Yahudi lainnya sadar bahwa mereka sedang dijajah oleh pemerintah Romawi. Dan mereka juga paham, membayar pajak merupakan kewajiban. Tidak peduli siapa penguasanya dan dari mana asalnya. Apakah penguasa itu jahat dan/atau menjabat tidak legitimate.

Tahukah Arief bahwa sistem pemerintahan Romawi adalah sistem kekaisaran? Apakah Arief tahu kalau pengangkatan kaisar dapat saja dilakukan tanpa melalui proses demokrasi?

Bagaimana mungkin Arief membandingkan sistem pemerintahan di Indonesia dengan yang berlaku di kekaisaran Romawi?

Arief pasti tahu, Yesus sangat tidak suka dengan keberadaan penjajah Romawi yang merampas kemerdekaan orang-orang Yahudi di zaman itu.

Namun apakah Yesus menolak membayar pajak hanya karena yang memerintah di tanah-Nya adalah penjajah? Yesus dan para pengikut-Nya tetap patuh pada kewajiban mereka sebagai warga, meskipun terjajah.

Bagaimana mungkin sikap Arief malah bertolak belakang dengan yang diteladankan oleh Yesus?

Sekali lagi, Yesus tidak pernah mengajak para pengikut-Nya membangkang dan menghindari kewajibannya. Yesus tegas mengatakan: Berikan apa yang menjadi haknya kaisar, dan berikan pula apa yang menjadi haknya Allah.

Jadi Yesus tidak ingin mencampuradukkan antara urusan duniawi dan bakti kepada Allah. Urusan duniawi salah satunya ya kewajiban membayar pajak, tidak ada urusannya dengan Allah.

Mohon maaf kepada Arief, saya mesti meluruskan tafsiran Kitab Suci, bukan kutipannya.

Semoga Arief terus memperjuangkan idealisme politiknya dan tetap berpegang teguh pada misi berat hidupnya sebagai pengikut Kristus: menjadi "garam dan terang" dunia.

***

Sumber: detik.com | alkitab.sabda.org | jawaban.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun