Apakah kalian tanpa sadar atau dengan sadar pernah mengatakan "dia sudah tidak layak kamu perjuangkan, lepaskan saja", mungkin juga pernah mengatakan "apa susahnya melupakan dia? Daripada membuatmu senang, dia lebih banyak memberi luka"
Ternyata memang tidak semudah itu.
Perasaan tidak bisa dikira masa nya. Meskipun perasaan bisa kadaluarsa, tetap saja kita tidak pernah tahu akan sampai kapan perasaan itu akan tinggal. Orangnya sudah tidak ada hadirnya, tapi kita kesulitan melupakan jejak rasanya.
Kita seringkali menjadi terlalu banyak bicara saat menanggapi cerita orang lain. Memberi masukan yang kalau dipikir-pikir tidak berarti untuk mereka. Karena kita tidak sedang dalam posisi mereka.
Memang benar ya, hidup adalah tentang cerita yang berulang. Kemarin kita menjadi pendengar cerita orang lain, hari ini kita menjadi yang ingin didengar. Cerita-cerita yang sebelumnya kita dengarkan tiba-tiba menjadi cerita kita juga. Cerita dengan luka yang hampir sama dan rasa sesak yang tidak jauh berbeda.
Benar juga, dalam sebuah hubungan hanya ada dua peran, menjadi yang meninggalkan atau menjadi yang ditinggalkan. Tidak ada yang lebih baik. Menjadi yang meninggalkan juga tidak selalu akan berakhir baik-baik saja. Tetap saja ada rasa sesak yang dirasa. Meskipun meninggalkan mungkin menjadi cara menghindari luka, kita tetap dihadapkan dengan rupa luka yang lain. Dan inilah yang sedang terjadi padaku.
Aku tidak tahu, meninggalkan dia adalah keputusan benar atau tidak. Tapi aku coba meyakinkan diri sendiri bahwa ini adalah keputusan yang benar. Aku meyakinkan diri sendiri bahwa keputusan ini bukan hanya demi diri sendiri, tapi juga demi dia. Karena memang bukan aku bentuk bahagia yang dia butuhkan.
Aku senang bisa menghadirkan bahagia untuknya, meskipun dengan cara berbeda. Aku melepaskannya agar dia bisa menemukan miliknya.