Mohon tunggu...
Tsania Ridha Farah Fadhila
Tsania Ridha Farah Fadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

other side of me

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Revitalisasi atau Penggusuran? Polemik PT KAI dan Warga Lempuyangan Yogyakarta

3 Juni 2025   12:00 Diperbarui: 3 Juni 2025   11:41 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Tegal Lempuyangan, Bausasran, Danurejan, Yogyakarta, belum adanya perkembangan setelah tanggal 27 Mei 2025. Sumber : Tsania Ridha Farah Fadhil

Polemik antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan warga Lempuyangan, Yogyakarta, kembali mencuat setelah adanya  rencana revitalisasi Stasiun Lempuyangan. Proses ini menimbulkan pro dan kontra, terutama terkait penggusuran rumah-rumah bekas dinas PT KAI yang kini ditempati oleh anak-anak mantan pegawai perusahaan tersebut.

PT KAI Daop 6 Yogyakarta telah lama merencanakan revitalisasi Stasiun Lempuyangan sebagai bagian dari upaya pengamanan dan penjagaan aset Perusahaan. Di kawasan revitalisasi, terdapat 13-14 rumah eks dinas yang kini dihuni oleh 37 kepala keluarga, sebagian besar merupakan anak atau ahli waris mantan pegawai PT KAI. PT KAI menegaskan bahwa rumah-rumah tersebut masih tercatat sebagai aset perusahaan dan berada di atas tanah Sultan Ground yang pengelolaannya telah diberikan kepada PT KAI oleh Keraton Yogyakarta. Warga yang menempati rumah eks dinas tersebut umumnya hanya mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT), yang menurut PT KAI tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan sah atas tanah atau bangunan. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, setiap hak atas tanah harus didaftarkan untuk memperoleh kepastian hukum.

PT KAI telah menawarkan kompensasi kepada warga terdampak, berupa penggantian biaya bahan bangunan, ongkos bongkar, pengangkutan material, serta uang untuk rumah singgah. Namun, warga menilai nilai kompensasi yang ditawarkan terlalu rendah dan tidak sebanding dengan harapan mereka. Selain itu, warga juga menuntut kejelasan mengenai relokasi, yang hingga kini belum mendapat jawaban pasti dari PT KAI.

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, turut mengusulkan agar kompensasi yang diberikan mempertimbangkan bangunan tambahan yang telah dibuat warga, bukan sekadar pesangon relokasi. Namun, Sultan menegaskan bahwa urusan kompensasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT KAI.

Secara hukum, rumah dinas PT KAI adalah fasilitas yang diberikan kepada pegawai aktif dan tidak diwariskan secara turun-temurun. Ketika pegawai pensiun atau meninggal, hak tinggal di rumah dinas tersebut seharusnya berakhir. Namun, dalam praktiknya, banyak rumah dinas yang tetap ditempati oleh keluarga atau anak mantan pegawai, tanpa dasar hukum yang kuat. Dalam konteks ini, PT KAI sebagai pemilik sah lahan berdasarkan grondkaart dari era kolonial memiliki hak untuk memanfaatkan asetnya sesuai kebutuhan perusahaan menurut (Chandra, et al.2017).

Revitalisasi Stasiun Lempuyangan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas dan pelayanan transportasi publik di Yogyakarta, yang setiap harinya melayani lebih dari 15 ribu penumpang. Pengamanan aset dan optimalisasi lahan milik negara atau BUMN menjadi keharusan untuk mencegah penyalahgunaan, serta memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.

Pada masalah ini dari pihak yang menempati rumah bekas dinas merasa dirinya sebagai korban, setelah ditelusuri menurut kesaksian pekerja di daerah Stasiun Lempuyangan dalam hal ini seharusnya pihak yang menempati rumah tersebut berhak digusur dan dipindahkan ke tempat lain namun pihak yang menempati malah melibatkan aksi pemasangan spanduk disetiap rumahnya dengan tulisan “Tanah ini Milik Kasultanan Ngayogyakarta” memang benar bahwa tanah tersebut milik Keraton Yogyakarta namun tanah tersebut sudah digunakan untuk PT KAI sebagai rumah dinas dan akan diambil hak kembali oleh pihak PT KAI. Namun pihak yang menempati berdalih untuk dipindahkan dengan alasan tanah tersebut milik kasultanan dengan cara memasang spanduk dan melakukan aksi demo.

Dari sudut pandang hukum dan kepentingan publik, langkah PT KAI dalam melakukan revitalisasi dan penggusuran rumah eks dinas di Lempuyangan sudah tepat. Penghuni saat ini tidak lagi memiliki hak tinggal secara sah karena status rumah dinas bukanlah warisan turun-temurun. Pengamanan aset negara dan optimalisasi lahan untuk kepentingan transportasi publik harus menjadi prioritas, dengan tetap memperhatikan kompensasi yang layak dan proses yang manusiawi.

Referensi

Chandra, R. Y., Santi, I. G. A., & Prasetyo, A. B. (2017). Kekuatan Hukum Grondkaart Milik PT. Kereta Api Indonesia (Studi Kasus Penguasaan Tanah di Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang) (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun