Mohon tunggu...
Try Kusumojati
Try Kusumojati Mohon Tunggu... -

selalu ingin tahu lebih

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mirna dan Dosa (gang kupu-kupu)

27 Februari 2011   05:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

**

Perjalananku dari salon menuju tempat kerjaku selanjutnya memakan waktu sekitar 20 menit. Cukup lama, biasanya hanya membutuhkan 10 menit saja. Kuparkir sepeda motorku di tempat parkir stasiun Tugu Yogyakarta yang terkenal itu. Lalu aku berjalan menuju sebuah gang sempit. Gang berlambang kupu-kupu. Disini-lah aku bekerja setiap malam. Disini jua-lah emak dulu menjajakan tubuhnya pada pria-pria hidung belang. Gang berlambang kupu-kupu ini adalah sebuah kawasan lokalisasi prostitusi yang sangat terkenal di Yogyakarta, bahkan di Indonesia. Sarkem namanya. Singkatan dari pasar kembang, nama jalan tempat gang ini berada. Lokasi gang ini tepat di belakang jalan Malioboro yang tersohor itu. Maka tidak heran, setiap akhir pekan, selain Malioboro, Sarkem merupakan salah satu tujuan wisata di kota Jogja. Gang sempit ini sebenarnya adalah pemukiman warga, namun setiap malam rumah-rumah kecil tersebut di sulap menjadi losmen-losmen yang menyediakan penjaja tubuh seperti aku ini. Aku tidak pernah tahu pasti sejak kapan daerah ini berubah menjadi daerah lokalisasi prostitusi. Gang ini berbentuk seperti labirin. Banyak terdapat belokan-belokan kecil yang saling terhubung satu dan lainnya. Di sepanjang jalan, banyak perempuan-perempuan seperti aku berdiri atau sekedar duduk berjajar dan kemudian menggoda setiap pria yang lewat. Mulai dari usia sekolahan, hingga ibu-ibu tua dan keriput ada disini.

Tarif perempuan penjaja tubuh disini bermacam-macam, tergantung usia, wajah dan tubuh mereka masing-masing. Tarif berkisar antara 50 ribu hingga 120 ribu rupiah sekali main. Itu sudah termasuk menyewa kamar losmen yang memang sudah disediakan. Sistimnya mirip dengan salon, namun pemilik losmen hanya mendapatkan bagian 25% setiap transaksi. Berbeda dengan emak Ros yang meminta bagian sebesar 30%. Tarifku adalah 120 ribu untuk satu kali main. Tarif termahal di tempat ini, walaupun sangat murah apabila di bandingkan dengan tarifku di salon emak Ros. Aku adalah primadona tempat ini. Aku adalah perempuan yang paling di minati. Mungkin karena bentuk tubuhku yang proporsional dan di imbangi dengan parasku yang cantik. Tetapi tidak hanya itu, ada yang bilang kalau goyangan-ku di ranjang-lah yang membuat mereka ketagihan. Aku tak begitu peduli dengan semua itu. Yang aku butuhkan hanyalah uang mereka, dan aku memberikan kenikmatan kepada mereka. Pria hidung belang yang berkunjung ke lokalisasi ini jauh lebih banyak di bandingkan dengan salon. Jenisnya-pun lebih beragam. Kalau di salon, pelanggan yang datang biasanya berasal dari kalangan menengah ke atas. Mahasiswa kaya, pejabat, anggota DPRD dan lain-lain. Di Sarkem, pelanggan yang datang lebih banyak berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mahasiswa kere, anak-anak ABG, Satpam dan lain-lain. Tetapi setiap malam minggu dan libur panjang, lokalisasi ini di penuhi pelancong dari luar kota yang kebetulan berlibur ke Malioboro dan mampir ke Sarkem. Untuk itu-lah, setiap malam minggu, aku berdandan jauh lebih seksi di banding malam-malam biasanya. Tarifku-pun naik, setiap malam minggu, tarifku menjadi 150 ribu sekali main.

**

“Wah, kok baru dateng Mir? Udah banyak yang nunggu kamu tuh. Udah banyak yang ngantri..” Mami Sarah menyambutku dengan pertanyaan yang hari ini sudah dua kali kudengar.

“Macet mi..” Jawabku singkat.

Mami Sarah adalah pemilik Losmen Cinta, losmen yang paling terkenal di lokalisasi ini. Losmen yang terkenal dengan perempuan-perempuan muda yang cantik dan seksi. Tarif perempuan-perempuan penjaja tubuh di losmen ini lebih mahal di bandingkan losmen-losmen lainnya yang terdapat di gang sempit, kumuh dan bau ini. Tetapi losmen ini selalu ramai di kunjungi. Dan aku-lah primadona losmen ini.

Benar kata mami Sarah, tak berapa lama, sudah ada pelanggan yang mendekatiku. Kalau di lihat dari gayanya berpakaian, dia adalah seorang mahasiswa, pengunjung terbanyak lokalisasi ini. Aku pura-pura acuh tak acuh. Berbeda dengan perempuan lain penghuni lokalisasi ini, aku tak pernah menggoda pria yang lalu lalang di hadapanku. Aku tak perlu melakukan itu semua, mereka-lah yang mendatangiku.

“Berapa-an mba?..” Ia menanyakan hargaku.

“150 ribu mas, seperti biasa..” Jawabku.

Ia mengangguk, tanda setuju. Tidak menawar sama sekali. Mungkin dia memang telah menantiku, atau sudah terbius dengan kemolekkan tubuhku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun