Mohon tunggu...
Tri Wahyuda
Tri Wahyuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kuliah

Teruslah berjuang dan jangan putus asa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi Makro di Indonesia

27 Desember 2021   07:47 Diperbarui: 27 Desember 2021   08:47 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

NAMA : TRI WAHYUDA
NIM 502200064
KELAS : 3B perbankan syariah
Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi Makro di Indonesia.
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk mendiskripsikan dampak defisit anggaran yang dibiayai dengan utang luar negeri terhadap ekonomi makro di Indonesia. Dimana tujuan akhir dari penulisan makalah ini akan melihat dampak defisit anggaran terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Desain penelitian yang digunakan yaitu dengan menspesifikasikan sebuah model ekonomi makro simutan, yang terdiri dari 12 persamaan perilaku dan 5 persamaan identitas dengan 3 blok. Persamaan perilaku dalam model diestimasi dengan menggunakan TSLS (two stage least square). Data yang digunakan merupakan data sekunder perekonomian Indonesia antara tahun 2009 - 2013. Uji ekonometrika dilakukan untuk menghasilkan penaksir yang BLUE. Hasil analisis menunjukkan bahwa defisit anggaran yang dibiayai dari utang luar negeri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bersifat inflationary. Dimana dari hasil estimasi menunjukkan bahwa defisit anggaran yang dibiayai dari utang luar negeri akan meningkatkan jumlah uang beredar, yang akan berpengaruh pada peningkatan tingkat harga atau inflasi serta pembentuk pendapatan nasional
Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi, efisiensi, budaya, kualitas manusia dan kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan menentukan seberapa besar peran pemerintah dalam proses pembangunan tersebut, serta pola kebijakan yang dilakukan. Dalam konsep ekonomi dikenal dua kebijakan ekonomi yang utama, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter merupakan pengendalian sektor moneter, sedangkan kebijakan fiskal merupakan pengelolaan anggaran pemerintah (budget) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan (Jaka Sriyana, 2007).  

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan utama bagi negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.  Pembangunan ekonomi tidak hanya tertumpu pada pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan, keamanan, serta kualitas sumberdaya termasuk sumberdaya manusia dan lingkungan hidup. Khususnya pertumbuhan ekonomi, diperlukan kebijakan yang kondusif agar tercapai peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahun sesuai dengan yang sudah ditargetkan.

Pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan setiap tahunnya mencerminkan kinerja perekonomian pada tahun tersebut sedangkan kinerja ekonomi itu sendiri sangat tergantung pada kondisi internal maupun eksternal dari negara yang bersangkutan. Sementara itu, kondisi eksternal sangat terkait dengan keadaan perekonomian dunia yang semakin mengglobal.

Sebagai contoh bahwa kondisi eksternal Indonesia terkait dengan permasalahan krisis dunia pada saat ini perhatikan dua kondisi berikut ini yaitu pertama, meningkatnya harga minyak mentah dunia yang mencapai 60 US$ per barel per Januari 2006. Ke dua, adanya krisis moneter dimana nilai kurs dollar terhadap rupiah semakin meningkat sampai Rp 9.460,00 per Januari 2006.

Desentralisasi fiskal adalah salah satu bentuk reformasi kebijakan anggaran. Melalui desentralisasi fiskal diharapkan pemerintah daerah dapat melihat kebutuhan daerah secara tepat dan menggunakan segala bentuk inovasi dalam mencapai efektifitas dan efisiensi anggaran baik dalam sektor penerimaan maupun pengeluaran. Sistem penganggaran yang selama ini diterapkan di Indonesia yang bersifat t kaku, hirarkis dan tradisional dirasa sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan di Indonesia khususnya setelah diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penganggaran maka jelaslah bahwa pemerintah pusat telah berusaha untuk berbagi kewenangannya kepada pemerintah daerah. Perubahan-perubahan itu didorong oleh berbagai faktor termasuk diantaranya perubahan yang begitu cepat di bidang politik, desentralisasi, dan berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi pemerintah. Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan sistem penganggaran yang lebih responsive, yang dapat memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan masyarakat atas peningkatan kinerja pemerintah dalam bidang pembangunan, kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Melihat kondisi di pemerintahan daerah maupun pusat serta dengan didukung oleh aturan-aturan yanjg berlaku maka sudah seharusnya sistem penganggaran di Indonesia yang masih bersifat tradisional diganti dengan sistem penganggaran yang mampu merespon perubahan-perubahan tersebut. Sebagai gantinya adalah Anggaran Negara Berdasarkan Prestasi Kerja atau istilah yang lebih sering digunakan adalah Anggaran Berbasis Kinerja. Proses penyusunan dan sasaran yang ingin dicapai dari sistem anggaran berbasis kinerja menggambarkan adanya peluang bagi daerah untuk mengembangkan visi dan misi serta mewujudkan keinginan dan harapan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah yang bersangkutan.

Kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan dalam menggerakkan aktifitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, pemerataan pendapatan. Namun demikian, dampak kebijakan fiskal kepada aktifitas ekonomi negara sangatlah luas. Berbagai indikator ekonomi lainnya pun mengalami perubahan sebagai akibat pelaksanaan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah. Dampak kebijakan fiskal pada pertumbuhan ekonomi diharapkan selalu positif, sedangkan dampak pada inflasi diharapkan negatif. Namun secara teori, kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa terjadinya peningkatan sumber pajak, sebagai sumber keuangan utama pemerintah, akan mengakibatkan peningkatan defisit anggaran (Jaka Sriyana, 2007).

Peranan kebijakan fiskal dalam menstimulasi perekonomian menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya sejak krisis ekonomi melanda Negara-negara Asia seperti Indonesia, Korea, Thailand, dan Filipina, berlanjutnya resesi di Jepang, dan melemahnya perekonomian Amerika Serikat. Di negaranegara Asia yang dilanda krisis pada khususnya, peranan kebijakan fiskal telah meningkat dalam mendukung pemulihan ekonomi, namun efektifitas stimulus fiskal untuk menggantikan pengeluaran swasta tetap dipertanyakan. Sebagaimana negara membangun, pada umumnya, kebijakan fiskal yang dilaksanakan Indonesia adalah kebijakan fiskal ekspansif dengan instrumen anggaran defisit (Jaka Sriyana, 2007; Anggito Abimanyu, 2003).

Pada dasarnya kebijakan fiskal yang ekspansif dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak kelonggaran dana ke dalam masyarakat untuk mendorong perekonomian. Namun, kebijakan fiskal seringkali menjadi kurang efektif kalau tidak didukung oleh situasi atau kondisi yang tepat dan kebijakan lain yang konsisten, bahkan tidak mustahil kebijakan stimulus fiskal justru dapat menghambat laju perekonomian, misalkan, stimulus fiskal yang semestinya akan meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi kebijakan moneter yang akomodatif, justru dapat menyebabkan hasil yang kontra produktif (Anggito Abimanyu, 2003).

Sebagaimana kebijakan fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan agregat demand, dan pada akhirnya terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi, jika tidak hati-hati maka akan timbul inflasi. Selama ini Indonesia cenderung melakukan kebijakan fiskal yang ditunjukkan untuk mendorong perekonomian yang biasa dikenal dengan kebijakan anggaran yang longgar (loose budget policy), yang intinya berupa kenaikan rasio anggaran negara terhadap pendapatan nasional yang berupa kenaikan defisit anggaran atau penurunan surplus anggaran (Anggito Abimanyu, 2003).  

Selama ini Pemerintah menempuh kebijakan fiskal, yaitu dengan defisit anggaran (kondisi dimana belanja lebih besar dari pendapatan). Dengan adanya Stimulus fiskal yang berupa defisit anggaran tersebut diharapkan bisa meningkatkan pendapatan nasional dan menciptakan lapangan kerja. Dimana kebijakan tersebut bisa melalui sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Dari sisi penerimaan, pendapatan nasional bersumber dari kenaikan konsumsi, kenaikan investasi, kenaikan pengeluaran pemerintah, kenaikan ekspor dan penurunan impor. Dari sisi penawaran, pendapatan nasional bersumber dari peningkatan produksi sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan ketersediaan sumber daya ekonomi (resources). Dampak defisit anggaran tersebut tidak ada yang langsung berpengaruh kepada perekonomian makro (Harry Yusuf, 2003).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun