Mohon tunggu...
Tri Susanti
Tri Susanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Anak manusia sama seperti kalian, dengan pemikiran yang acapkali membuat gila diri sendiri. Dengan bantuan kawan-kawan di Kompasiana semoga Ananda Supardi ini bisa mendapatkan kewarasannya kembali sehingga membuat gadis dalam cermin tersenyum kembali ^_^

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sepenggal Catatan Kehidupan

27 November 2013   10:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:38 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13850386591241470895

Dalam kehidupan ini begitu banyak cerita, melahirkan begitu banyak rasa, mempengaruhi kondisi jiwa, mempengaruhi lebar ataupun sempitnya senyuman di wajah kita. Apa yang dirasa oleh panca indra, apa yang dirasa oleh hati, dan apa yang terlintas dalam benak kutuangkan dalam sebuah catatan kehidupanku. Catatan ini sering kali bernada marah, berirama benci, namun tak sering juga menyenandungkan bahagia. Ku tekan tuts tuts keyboard laptop sebagai upaya menentramkan hati dari pemikiran yang membuncah.

Hanya pada saat-saat tertentu aku baca kembali apa-apa yang aku tulis dalam catatan kehidupanku ini, dan pagi inilah saatnya. Terhenyakku dengan apa-apa yang kutulis, kadang kala aku lupa pernah merasakan begitu banyak macam dan warna emosi. Kali ini aku ingin membagikan sepenggal catatan kehidupan yang sempat kutulis. Entah mengapa kusalin bagian yang ini aku pun tak tahu. Ku bagikan pada kalian kawan dengan apa adanya sebagaimana yang aku tulis dalam catatan kehidupanku tanpa aku edit sedikitpun. Mungkin akan ada yang merasa terhina aku ucapkan maaf sebelumnya. Dan inilah sepenggal catatan kehidupanku.

Bandung, 14 Agustus 2013 (21:06)

Ternyata sudah cukup malam :-) , akhir-akhir ini aku terbangun di malam hari dan mendengarkan kesunyian dan merasa tenang di likupnya. Akhir-akhir ini aku banyak berpikir, akhir-akhir ini hatiku gelisah, dan akhir-akhir ini aku banyak menangis mungkin aku belumlah cukup kuat.

Sudah 4 hari rutinitas pencarian penghidupan menyala kembali di lingkup keluargaku. Kakakku termenung merasa tengcengang dengan pengeluaran belanja kami yang membengkak. Membengkak karena harga-harga SELALU meroket tinggi sekitaran kurun waktu idul fitri. Kecewa yaa jelas SAYA kecewa, kenyataan ini terus berulang seolah hal ini menjadi lumrahlah adanya, padahal lihatlah ini ketidak-adilan. Mengapa harus terus seperti ini? Harga per kilo daging ayam yang biasanya hanya 28 ribu tiba-tiba meroket hingga kisaran 40 ribu. Apa yang terjadi? Kulihat DIA di televisi melakukan operasi pasar untuk memantau harga kebutuhan pokok menjelang lebaran kemaren, haahhh tapi apa pengaruhmu Pak? Tak mengubah kenyataan harga daging tetap 120 ribu per kilo bahkan naik 20ribu dalam waktu satu hari. Hal ini seperti dibiarkan terjadi, MEREKA membiarkan ini menjadi tanggungan kita sendiri, “toh berapapun harganya merekapun akan membeli, mereka tetap akan membeli, mereka akan memaklumi karena memang hal ini biasa terjadi toh”. Bangsat KALIAN benar-benar BANGSAT, seharusnya KALIAN melindungi kami bukan membiarkan kami terus dizholimi. Apalah gunanya KAU menteri, kasus suap daging sapi saja sudah membuatku muak, tak berguna KAU, menjaga stabilitas hargapun tak bisa, begitu beratkah tugasmu? Atau karena KAU tidak pernah benar-benar memikirkan rakyatmu. KAU seharusnya ingat KAU bekerja untuk kami, Kami Rakyat Indonesia.

Kebusukan ini tidak hanya di atas, tapi telah jauh menyebar hingga ke pedagang-pedagang di pasar, pintar sekali mereka melihat kesempatan, haahh kesempatan untuk mengakali saudaranya sendiri, menaikkan harga keterlaluan besarnya dengan alasan yang sama “semuanya naik menjelang lebaran”. Rusak benar-benar rusak sistem dan penggerak sistem yang ada. Indonesia tak dapat lagi memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, menteri lebih memilih jalan mengimpor begitu banyak bahan pangan dari luar ketimbang memberdayakan rakyatnya. Please Indonesia kita subur, Indonesia kita luas, manusia kita banyak dan seharusnya kita bisa.

Timbul satu pemikiran mengapa ini semua bisa terjadi, kita kecewa, kita tau ini salah, banyak orang yang mengerti bahwa ini salah tapi merasa tak berdaya untuk melakukan apa-apa, bahkan untuk bersuarapun tak berani, mungkin samalah sepertiku yang dongkol dengan kenyataan yang ada hanya bisa meluapkannya dalam sebuah catatan tanpa mengetahui apa yang bisa dilakukan. Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa aku lakukan? Menangislah aku malam ini.

Bawang merah hasil pertanian kita jauh lebih mahal ketimbang bawang merah china. Haahhh mengapa ini bisa terjadi? Karena perkebunan kita hanya menghasilkan sedikit bawang kah? Berapa total luas perkebunan bawang di Indonesia? Berapa Luas Indonesia? Berapa banyak orang yang ikhlas menjadi petani, haahh pemuda pemudi kita tidak tertarik lagi menjadi petani saat ini. Mereka lebih tertarik menjadi pelayan toko dengan gaji tak seberapa yang setiap harinya diperintah ini itu. Mereka lebih tertarik menjadi pegawai tukang cuci motormobil orang2 kaya.

Ohh Tuhan bagaimana caraku menolong negeriku yang terpuruk ini? 21:56 14 Agustus 2013

Hehehe jadi senyam senyum sendiri lho aku baca catatan milik pribadi, yahh itulah sepenggal ekspresi jiwa yang tertuang lewat kata-kata yang dituliskan agar tak begitu saja menguap namum dengan ku tulis semoga bisa meninggalkan jejak setidaknya untukku sendiri. Terima kasih kepada kawan-kawan yang mau menyempatkan waktunya untuk membaca, tapi mbok ya di komentari dikit gitu lhoo hehe soalnya jarang banget postinganku ini dapat komentar, hehehe.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun