Mohon tunggu...
Trisnawati Manullang
Trisnawati Manullang Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bagi saya Renang dan badminton adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Spirit St.Fransiskus Asisi: Seni Merangkul Kemiskinan dengan Kepemimpinan

10 Juni 2025   12:46 Diperbarui: 10 Juni 2025   12:46 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto St.Fransiskus Asisi (sumber: Fray Cesar https://pin.it/7cVPkqhZJ)

Mencari Kompas Kepemimpinan di Era Modern

Di tengah dunia yang terus berubah dan penuh tantangan, kebutuhan akan pemimpin sejati semakin mendesak. Saat ini, kita sering melihat sosok pemimpin yang lebih menonjolkan kekuasaan, citra, atau hasil cepat. Namun, apakah itu benar-benar yang kita butuhkan? Untuk menjawabnya, terkadang kita perlu melihat kembali ke masa lalu. Salah satu tokoh yang memberi teladan luar biasa adalah Santo Fransiskus dari Assisi. Meskipun tidak memimpin dalam arti jabatan atau kekuasaan, hidupnya justru memberi inspirasi kepemimpinan sejati. Ia memimpin bukan dengan perintah, tetapi dengan tindakan dan keteladanan hidup.

Kepemimpinan Fransiskus tumbuh dari spiritualitas yang mendalam dan cintanya kepada semua makhluk. Ia memilih hidup miskin, bukan karena terpaksa, tetapi sebagai bentuk protes terhadap keserakahan dan kekuasaan duniawi. Fransiskus meninggalkan segala kehormatan agar bisa lebih dekat dengan mereka yang kecil dan terpinggirkan. Ia tidak memimpin dari atas panggung, tetapi dari jalanan dengan keheningan, kasih, dan damai yang nyata.

Dari Kemewahan Menuju Kemanusiaan: Kisah Transformasi Fransiskus

Santo Fransiskus lahir di Assisi, Italia, sekitar tahun 1181 dari keluarga pedagang kain yang kaya. Masa mudanya dipenuhi dengan kenyamanan, kesenangan, dan impian untuk menjadi seorang ksatria. Namun, segalanya berubah ketika ia ikut serta dalam perang antara Assisi dan kota tetangga, Perugia. Dalam perang tersebut, Fransiskus tertangkap dan dipenjara selama setahun. Masa penahanan ini membuatnya merenung dan akhirnya jatuh sakit. Saat menjalani pemulihan, ia mulai bertanya tentang makna hidup dan apa tujuan sebenarnya. Perjumpaannya dengan orang-orang sakit dan miskin, terutama penderita kusta, menggugah hatinya. Ia juga mengalami pengalaman spiritual yang mendalam ketika mendengar suara Tuhan di depan salib rusak di gereja San Damiano, yang kemudian memanggilnya untuk memperbaiki rumah Allah.

Semua pengalaman itu menjadi titik balik hidupnya. Ia memutuskan untuk meninggalkan semua harta dan status sosial, bahkan sampai rela ditolak oleh ayahnya sendiri. Fransiskus memilih hidup sederhana seperti Kristus tanpa kemewahan, tanpa kekuasaan dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan dan sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Ia memulai langkah dengan menjual pakaian mewahnya, membagi hartanya kepada orang miskin, dan hidup dalam kemiskinan total. Ia mempercayai bahwa kemiskinan adalah jalan menuju kemurnian hati dan kedekatan dengan Allah.

 

Foto St.Fransiskus Asisi (sumber: Giuseppe Giuffrida https://pin.it/2rjb2qOb4)
Foto St.Fransiskus Asisi (sumber: Giuseppe Giuffrida https://pin.it/2rjb2qOb4)
Tiga Pilar Kepemimpinan Fransiskus yang Mengubah Dunia

1. Kerendahan Hati: Melepaskan Ego, Merangkul Sesama

Fransiskus percaya bahwa pemimpin sejati bukanlah mereka yang duduk di atas, melainkan mereka yang mau merendahkan diri dan melayani. Ia tidak mengejar jabatan atau kehormatan. Justru karena ia hidup dengan rendah hati, banyak orang datang kepadanya untuk belajar. Kerendahan hati membuat Fransiskus mampu mendekati siapa saja, termasuk para penderita kusta yang dijauhi banyak orang saat itu. Ia merawat mereka, mengangkat martabat mereka, dan mencontohkan bahwa kekuasaan sejati adalah kekuasaan untuk melayani.

2. Kasih terhadap Semua Makhluk: Kepemimpinan yang Menjaga Ciptaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun