a. Bagi penghuni:
Meningkatkan risiko ISPA, asma, alergi, dan masalah kesehatan lainnya seperti sick building syndrome, apakah itu? Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kondisi yang disebabkan kualitas kamar yang buruk. WHO menjelaskan bahwa SBS terjadi ketika penghuni mengalami gejala seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung tersumbat, batuk kering, kulit gatal, cepat lelah, atau sulit konsentrasi, tanpa adanya penyakit spesifik. Gejala ini biasanya membaik begitu penghuni keluar dari kamar (Krieger & Higgins, 2002).
Kos dengan ventilasi minim, pencahayaan buruk, kelembaban tinggi, serta material yang melepaskan zat kimia berbahaya adalah faktor utama pemicu SBS. Dengan kata lain, kalau kamu merasa “sakit tapi cuma saat di kos,” bisa jadi itu bukan tubuhmu yang bermasalah, melainkan kamar tempatmu tinggal. Kejadian kesakitan ini dapat menyebabkan produktivitas menurun karena sulit fokus, cepat pusing, atau kualitas tidur buruk dan disusul dengan implikasi biaya pengobatan yang meningkat
b. Bagi bumi:
Kondisi kos yang pengap dan lembab sering membuat penghuni mengandalkan penggunaan AC (air conditioner) sepanjang hari. Memang terasa sejuk, tapi penggunaan AC berlebihan tentu meningkatkan konsumsi listrik. Akibatnya, biaya bulanan membengkak, sementara secara lebih luas, energi yang dipakai kebanyakan masih bersumber dari batu bara. Hal ini akan menambah emisi karbon ke atmosfer. Dengan kata lain, kebiasaan sederhana seperti menyalakan AC 24 jam bukan hanya merugikan penghuni secara finansial, tetapi juga menyumbang pada krisis iklim global.
5. Rekomendasi praktis dalam memilih kos/ tempat tinggal
Untuk mencegah risiko tersebut, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan penghuni kos:
a. Pilih kamar dengan jendela cukup besar dan sinar matahari masuk setidaknya satu jam sehari.
b. Pastikan sirkulasi udara alami lancar, dan gunakan kipas atau ventilasi silang bila memungkinkan.
c. Hindari kamar yang berbau apek atau dindingnya berjamur.
d. Gunakan AC seperlunya dan bersihkan filternya secara rutin.
e. Tambahkan tanaman dalam ruangan (misalnya lidah mertua) untuk menyaring udara.
f. Bila memungkinkan, pilih furnitur dari bahan alami dibanding plastik murah.
Kenyamanan kamar kos bukan sekadar soal lokasi dan harga sewa, tetapi memberi pengaruh langsung pada kualitas hidup penghuninya. Mahasiswa atau pekerja yang tinggal di kamar dengan ventilasi minim, pencahayaan buruk, dan material tidak ramah lingkungan lebih rentan stres, cepat lelah, hingga menurun performa produktivitasnya (Muryanto & Herlian, 2024).
Jadi, sebelum memutuskan tinggal di suatu kos, tanyakan pada diri sendiri: apakah kamar ini membuat saya bisa bernapas lega, hidup sehat, dan nyaman? Karena kos yang sehat hari ini akan membawa tubuh yang lebih kuat dan bumi yang lebih lestari esok hari.
Daftar Pustaka
Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.