Bagi mahasiswa, pekerja muda, maupun perantau, kamar kos adalah ruang hidup sehari-hari. Kamar kos menjadi saksi dan naungan untuk kita belajar, beristirahat, bahkan menghabiskan sebagian besar waktu. Sayangnya, banyak orang memilih kos hanya berdasarkan harga atau lokasi, tanpa memperhatikan apakah kamar tersebut benar-benar sehat.
Fenomena kamar kos lembab dengan tembok berjamur (black mold), udara pengap karena jendela kecil, hingga ketergantungan pada pendingin ruangan 24 jam bukanlah hal asing. Padahal, kondisi ini bisa berdampak langsung pada kesehatan penghuni, mulai dari alergi, batuk, hingga berkurangnya produktivitas. Karena itu, sudah saatnya kita lebih cermat dalam memilih kamar kos. Memilih kamar kos sehat bukan soal mahal atau tidaknya harga sewa, melainkan apakah kamar itu mendukung kesehatan tubuh dan juga ramah bagi lingkungan.
Pernahkah kamu merasa pusing, mata perih, kulit gatal, atau cepat lelah setiap berada di dalam kamar kos, tetapi membaik begitu keluar? Jika ya, bisa jadi itu tanda Sick Building Syndrome (SBS). Sindrom ini memang lebih rentan muncul pada ruangan tanpa ventilasi memadai dan kurang cahaya matahari, karena udara menjadi “terjebak” bersama polutan, kelembapan, serta zat kimia dari material bangunan.
Dengan kata lain, masalahnya sering kali bukan ada pada tubuhmu, melainkan pada kamar yang kamu tempati. Jadi, sudahkah kamu tahu apakah kos yang kamu pilih benar-benar sehat?
Lalu, seperti apa kamar kos yang ideal untuk kesehatan tubuh dan lingkungan?
1. Perhatikan ukuran kamar dan ventilasi sebagai paru-paru kamar kos
Standar kesehatan lingkungan merekomendasikan luas kamar tidur minimal 8 m² untuk dua orang. Artinya, kamar yang lebih kecil dari ukuran ini cenderung terasa sumpek karena oksigen cepat habis.
Selain ukuran, ventilasi menjadi faktor utama. Idealnya, bukaan udara permanen (jendela, lubang angin) adalah 10% dari luas lantai. Jadi, kamar 3 × 3 m membutuhkan jendela minimal 90 × 100 cm. Ventilasi yang cukup ibarat “paru-paru” kamar: memberi nafas segar, mengurangi kelembaban, dan mencegah tumbuhnya jamur.
Permenkes No. 1077/2011 juga menegaskan pentingnya kualitas udara dalam rumah. Kelembaban udara ideal dijaga antara 40–60%, sementara suhu nyaman berada di kisaran 18–30 °C. Jika kelembaban terlalu tinggi (misalnya karena sering jemur baju di kamar), jamur akan cepat tumbuh. Sebaliknya, kelembaban terlalu rendah bisa membuat kulit kering dan iritasi.
2. Jadikan cahaya matahari sebagai disinfektan alami