Mengenal Islam di Tiongkok adalah memahami sejarah panjang koeksistensi, asimilasi budaya, dan, yang kini menjadi isu global, pengawasan ketat oleh negara komunis. Status Muslim di Tiongkok sangat kompleks dan berbeda antara satu kelompok etnis dengan yang lain.
Kebebasan Beragama dalam Negara Komunis
Secara konstitusional, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjamin kebebasan beragama. Namun, pada praktiknya, kebebasan ini sangat dibatasi dan berada di bawah kendali ketat Partai Komunis Tiongkok (PKT).
- Pengakuan Resmi: Pemerintah Tiongkok secara resmi mengakui lima agama utama, salah satunya adalah Islam. Namun, kegiatan keagamaan hanya boleh dilakukan di tempat ibadah terdaftar, dan harus mematuhi kebijakan partai, termasuk yang terbaru adalah kebijakan "Sinicisasi" (Sinicization).
- Sinicisasi (Penyesuaian Budaya Tiongkok): Ini adalah kebijakan yang gencar dilakukan di bawah Xi Jinping. Tujuannya adalah memastikan bahwa semua agama, termasuk Islam, beroperasi sesuai dengan budaya, nilai, dan interpretasi politik Tiongkok. Dalam konteks Islam, ini berarti melarang ekspresi keagamaan yang dianggap terlalu "asing" atau "ekstrem," seperti jenggot panjang atau penggunaan bahasa Arab yang berlebihan.
- Pengawasan Ketat: Semua tempat ibadah diawasi. Ulama (imam) harus terdaftar dan disetujui oleh pemerintah. Pendidikan agama untuk anak di bawah usia 18 tahun seringkali dilarang.
Perbedaan Antara Kelompok Muslim
Status kebebasan beragama sangat berbeda antara dua kelompok Muslim utama:
Kelompok Muslim
Karakteristik dan Status
Suku Hui (回族)
Telah terasimilasi penuh dengan budaya Tiongkok Han. Mereka berbicara bahasa Mandarin dan pakaiannya mirip dengan orang Han, hanya dibedakan oleh kopiah putih (pria) atau jilbab sederhana (wanita). Mereka umumnya menikmati kebebasan beragama yang relatif lebih besar, meskipun masih diawasi.