Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mimpi Rumah Milenial: Antara Cicilan Selangit, Lokasi Strategis, dan Strategi 'Kredit Kencan' yang Viral

9 Juni 2025   16:53 Diperbarui: 9 Juni 2025   16:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Mimpi Rumah Milenial: Antara Cicilan Selangit, Lokasi Strategis, dan Strategi 'Kredit Kencan' yang Viral

Di tengah gemuruh ibu kota dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, ada satu mimpi yang seringkali terasa kian menjauh dari genggaman banyak kaum milenial: memiliki rumah sendiri. Dulu, pertanyaan "kapan nikah?" mungkin sudah bikin pusing. Kini, ditambah lagi dengan "kapan punya rumah?", lengkap sudah penderitaan finansial generasi yang kini tengah berada di puncak usia produktif ini. Harga properti yang terus meroket bak roket tanpa rem, berbanding terbalik dengan kenaikan pendapatan yang seringkali jalan di tempat, menciptakan dilema serius yang tak terhindarkan.

Megalopolis dan Dilema Klasik: Murah Tapi Jauh, Dekat Tapi Mahal

Lihatlah Jakarta, Surabaya, atau Bandung. Lahan strategis semakin langka, otomatis harganya melambung tinggi. Akibatnya, milenial dihadapkan pada pilihan pahit: membeli rumah murah di pinggiran kota, yang berarti harus berkompromi dengan waktu tempuh berjam-jam ke tempat kerja dan biaya transportasi yang membengkak, atau memilih properti yang dekat dengan pusat kota, yang harganya sudah di luar nalar. Inilah dilema "murah tapi jauh, dekat tapi mahal" yang tak ada habisnya.

Tak heran jika banyak dari kita yang terjebak dalam siklus sewa bertahun-tahun, merasa "membuang uang" tanpa pernah memiliki aset, atau bahkan terpaksa memperpanjang masa tinggal di rumah orang tua. Ini bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan seringkali adalah satu-satunya opsi yang realistis.

Dampak Jangka Panjang: Lebih dari Sekadar Angka di Rekening

Krisis kepemilikan rumah bagi milenial ini punya dampak yang jauh melampaui angka-angka di rekening:

  • Penundaan Tahapan Hidup: Banyak pasangan menunda pernikahan, atau bahkan menunda memiliki anak, karena belum punya tempat tinggal yang layak dan stabil. Ini menggeser piramida demografi dan pola pembentukan keluarga.
  • Stres Finansial dan Mental: Tekanan untuk menabung DP, cicilan KPR yang mencekik, ditambah biaya hidup lain, bisa memicu stres kronis, kecemasan, bahkan depresi. Mimpi punya rumah berubah jadi beban psikologis.
  • Pergeseran Geografis: Urbanisasi kini tidak hanya ke pusat kota, melainkan ke kota-kota satelit di pinggiran. Ini menciptakan commuter belt yang masif, dengan konsekuensi masalah infrastruktur, transportasi, dan polusi baru yang harus ditanggung pemerintah daerah.

Strategi "Nekat" Milenial: Dari Patungan hingga 'Kredit Kencan'

Namun, milenial dikenal sebagai generasi yang adaptif dan inovatif. Ketika jalan konvensional terasa buntu, mereka mulai mencari celah dan menciptakan strategi "nekad" yang mungkin tidak terpikirkan generasi sebelumnya:

  1. Strategi "Kredit Kencan" atau "Cicil Bareng Pacar/Teman": Ini adalah tren yang sedang viral di kalangan netizen. Pasangan yang belum menikah, atau bahkan teman dekat, nekat patungan untuk membayar down payment (DP) atau cicilan KPR. Tujuannya agar tidak ketinggalan harga properti yang terus naik. Tentu, ini punya risiko hukum dan sosial yang tidak sedikit, tapi bagi sebagian, risiko itu sepadan dengan peluang mendapatkan rumah.
  2. Investasi di Luar Kota atau Daerah Berkembang: Daripada memaksakan di kota besar, banyak yang mulai melirik daerah-daerah penyangga atau kota kedua yang sedang berkembang. Mereka membeli properti di sana sebagai investasi jangka panjang, dengan harapan bisa pindah suatu saat atau menyewakannya.
  3. Generasi Mikro Properti: Milenial kini lebih realistis. Mereka tidak langsung mengincar rumah tapak besar. Memulai dengan apartemen studio kecil, rumah tapak mini, atau rumah subsidi adalah langkah awal yang strategis. Konsep "naik kelas" properti secara bertahap jauh lebih masuk akal.
  4. Manfaatkan Platform Digital dan Komunitas: Agregator properti online menjadi senjata utama untuk mencari informasi, membandingkan harga, hingga menemukan komunitas online sesama pencari rumah untuk berbagi tips dan bahkan mencari patungan.
  5. Fokus pada Literasi Finansial Agresif: Milenial mulai menyadari pentingnya menabung agresif, mengelola utang dengan bijak, dan memahami seluk-beluk KPR. Mereka rela memangkas pengeluaran gaya hidup demi bisa mengalokasikan dana untuk DP.

Jalan Ke Depan: Peran Bersama untuk Mimpi Bersama

Mimpi punya rumah seharusnya bukan cuma jadi mimpi. Untuk memutus lingkaran setan ini, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak:

  • Pemerintah: Perlu memperluas dan mempermudah akses pada program rumah subsidi, kemudahan KPR dengan suku bunga kompetitif, dan deregulasi yang mendukung pembangunan properti terjangkau.
  • Pengembang Properti: Diharapkan lebih jeli melihat pasar milenial dengan menyediakan unit-unit yang lebih kompak, efisien, dan terjangkau, mungkin dengan konsep kepemilikan yang lebih fleksibel.
  • Perbankan: Bisa berinovasi dengan skema KPR yang lebih fleksibel untuk pekerja gig atau freelancer, serta program edukasi finansial yang terarah.
  • Milenial Sendiri: Perkuat literasi finansial, buat rencana menabung yang disiplin, dan berani berpikir out of the box dalam mencari solusi. Prioritaskan kebutuhan di atas keinginan, dan jangan ragu memanfaatkan teknologi serta jaringan sosial untuk mencari peluang.

Pada akhirnya, memiliki rumah adalah impian dasar yang fundamental. Dengan kesadaran kolektif dan strategi yang adaptif, kita bisa memastikan bahwa mimpi rumah milenial tidak hanya berputar di scrollan media sosial, melainkan benar-benar bisa terwujud di dunia nyata.

#tripvianahagnese

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun