Mohon tunggu...
Tri Lestari
Tri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Nurul Huda, OKU Timur

Menulis adalah jendela dari pikiran, membiarkan orang lain mengintip ke dunia yang kamu ciptakan dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Kontroversial Dedi Mulyadi: Dari Jam Sekolah Pagi hingga Rencana Hapus Pekerjaan Rumah (PR)

7 Juni 2025   20:00 Diperbarui: 7 Juni 2025   20:00 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan Dedi Mulyadi Masuk Sekolah (Sumber: Jurnalposmedia)

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik dengan serangkaian kebijakan pendidikan yang kontroversial. Mulai dari rencana jam masuk sekolah yang lebih pagi hingga penghapusan pekerjaan rumah (PR), kebijakan-kebijakan ini menuai beragam respons dari berbagai kalangan.

Melalui akun media sosial resminya, Dedi Mulyadi menegaskan, tahun ajaran baru 2025/2026 yang akan datang seluruh siswa di Jawa Barat akan masuk sekolah bukan pukul 06.00, melainkan pukul 06.30 pagi. Klarifikasi ini muncul setelah sebelumnya beredar informasi bahwa gubernur ingin siswa masuk sekolah jam 6 pagi tepat.

Jam masuk sekolah ini mulai berlaku pada Tahun Ajaran Baru 2025/2026, dengan rincian Senin hingga Kamis mulai pukul 06.30 WIB dengan durasi minimal 195 menit per hari. Sementara pada Jumat, kegiatan belajar dimulai mulai pukul 06.30 WIB dengan durasi minimal 120 menit per hari.

Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa perubahan jadwal ini bertujuan untuk menciptakan kebiasaan hidup disiplin. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya komprehensif untuk menangani kenakalan remaja dan meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Barat.

Kebijakan masuk sekolah jam 6 pagi itu menyasar para siswa dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Selain kebijakan jam masuk sekolah, Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, menyampaikan, Pemerintah Provinsi Jabar berencana menghapus PR sekolah yang biasa diberikan guru kepada siswa.

Semua proses pembelajaran sekolah harus dikerjakan di sekolah, tidak menjadi beban saat anak berada di rumah. Filosofi di balik kebijakan ini adalah memastikan waktu anak di rumah benar-benar digunakan untuk beristirahat dan berinteraksi dengan keluarga.

Meski bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan dan daya saing pelajar, kebijakan ini dinilai berisiko mengganggu kesehatan fisik dan mental anak dalam jangka panjang. Para dokter anak mengkhawatirkan dampak terhadap ritme biologis dan tumbuh kembang anak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun