Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tatkala Akal Terjungkal

29 Maret 2024   16:20 Diperbarui: 26 April 2024   23:16 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Oleh: Tri Handoyo

Sinar matahari yang menyengat di atas hamparan tanah gurun pasir masih tak seberapa dibanding darah yang mendidih akibat amarah.

Siang itu, Nu'man bin Bisyir menenteng baju gamis milik Sayidina Ustman. Ia bawa baju itu dari Madinah ke pusat kota Syam (Syriah). Baju yang berlumuran darah itu menjadi saksi bisu manakala Ustman dibantai dengan kejam.

Sebelumnya, terjadi peristiwa pengepungan rumah Sayidina Ustman oleh para demonstran dari Mesir dan Kufah (Iraq), yang menuntut Sang Khalifah lengser dari kedudukannya.

Di tengah hiruk-pikuk yang semakin meruncing,
akhirnya ada beberapa penyusup yang berhasil menyelinap masuk rumah dan membunuh Ustman beserta keluarganya.

Nu'man juga membawa serta jari-jari istri Ustman yang dipotong oleh penyusup dan menyerahkannya kepada Muawiyah.

Muawiyah kemudian menempatkan baju gamis Ustman dan potongan jari di podium. Pertunjukan yang tentu disambut hujan air mata penduduk Syam. Jerit tangis dan teriakan histeris tak terbendung demi menyaksikan gamis junjungan mereka penuh darah.

Muawiyah lantas dengan suara menggelegar, di tengah bara api kemarahan warga, menyatakan sumpah, "Saya tidak akan mencampuri istri dan tak akan beristirahat diranjang sampai pembunuh Utsman mendapat hukuman setimpal!"

Sesaat setelah masa kekuasaan dari Sayidina Ustman kepada Sayidina Ali beralih, masih dalam masa transisi, Muawiyah datang menuntut agar Sayidinah Ali menghukum para pemberontak pembunuh Ustman.

Ali bin Abi Thalib menolak lantaran mempertimbangkan untuk terlebih dahulu memulihkan stabilitas keamanan. Situasi yang terkendali merupakan prioritas utama. Apalagi mengingat jumlah demonstran saat peristiwa pembunuhan itu terjadi berjumlah sekitar dua puluh ribuan orang. Jumlah yang cukup besar untuk memicuh perang saudara, yang pasti akan jauh lebih mengerikan dan memakan korban jauh lebih banyak.

Singkat cerita, keputusan Imam Ali itu membuat Muawiyah kecewa berat, dan akhirnya memilih memberontak. Ia menuding Ali sudah tidak menaati hukum yang ditetapkan Al Quran, yakni hukum qishas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun