Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Essi nomor 99 - Tidak Ada Pengkhianat Dalam Ciptaan Sang Mahakuasa

12 Oktober 2025   09:59 Diperbarui: 12 Oktober 2025   09:59 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.shutterstock.com/image-photo/close-body-art-girl-chameleon-on-316951616

Essi 99 - Tidak Ada Pengkhianat Dalam
Ciptaan Sang Mahakuasa

Tri Budhi Sastrio -- Kasidi

Persepsi dan sudut pandang membuat banyak hal kecil
besar meraksasa,
Tetapi juga tidak jarang hal-hal besar menjadi kecil dan
kurang bermakna.
Inilah buah kerja persepsi dan sudut pandang yang
kadang kala akibatnya
Merambat ke mana-mana meskipun bisa saja itu akibat
diam di tempat saja.
Kalau tak percaya simak sebuah karya sastra hasil
imajinasi anak manusia,
Azhar Munir Samsu namanya, dan puisinya berjudul
BUNGLON hanya saja
Judul ini ada anak judulnya, UNTUK PAHLAWANKU,
ditulis dalam soneta,
Soneta Italia, yang dalam kelas-kelas selalu dijelaskan
bentuknya berbeda
Dengan soneta dari Inggris sana yang pelopornya penulis
drama luarbiasa,
William Shakespeare namanya, sedangkan yang dari
Italia sandang nama
Seorang penyair yang juga amat luar biasa Fransesco
Petrach, namanya.
Singkat kata setelah sang penyair puas melontarkan
sejuta puji dan puja
Dia menutup puisinya dengan tiga larik pernyataan
penuh dengan irama.
O, Tuhanku, biarkan daku hidup sengsara, larik pertama
bait terakhirnya,
Biar lahirku diancam derita, sambungnya di baris kedua
penutup puisinya,
Kemudian dengan lantang pada baris akhir berkata
tidak daku sudi serupa.
Tidak sudi serupa dengan apa? Tentu saja dengan
bunglon subyek puisinya.

Tuhan menciptakan bunglon dengan sejumlah
kemampuan yang luar biasa,
Salah satu di antaranya kemampuan mengubah-ubah
pola warna kulitnya.
Kala di rerimbunan semak belukar berdaun hijau,
hijaulah warna kulitnya.
Di dahan-dahan penuh bercak putih kecoklatan, itu juga
tampilan dirinya.
Pendek kata di mana ada warna di situ dia sesuaikan rona
tampilannya.
Dalam ungkapan sang penyair soneta akh sungguh puas
berwarna aneka
Karena jadi gampang menyamar mudah menjelma di
tempat mana saja,
Asalkan diri menurut suasana ... yah ... pujian yang tentu
tepat mengena.
Tetapi lalu mengapa tetap saja dia berkata lantang tidak
daku sudi serupa?
Apa yang salah dengan binatang nan istimewa ciptaan
sang mahakuasa?
Manusia memang sering berkata bahwa dirinya mahluk
ciptaan utama,
Yang paling istimewa dari semua ciptaan sang maha
pencipta, hanya saja
Apa memang benar seperti itu adanya ... ah, saya justru
meragukannya.
Istimewa? Sepakat, tapi paling istimewa? Tunggu dulu.
Apa ada buktinya?
Ditakdirkan menjadi penguasa bumi dan semua isinya?
Yah, boleh saja.
Karena memang itu dicatat dalam kitab-kitab suci, tetapi
paling istimewa?
Realitanya berbeda kecuali keahlian manipulatif juga
masuk ke dalamnya.
Memang tak ada mahluk ciptaan Tuhan di dunia yang
sehebat manusia
Dalam hal manipulasi ...  memanipulasi memang
keahlian umat manusia,
Jika tidak, mana bisa jadi penguasa dunia padahal
banyak kelemahannya.
Sang penyair tidak ingin jadi bunglon bukan karena
ini binatang namanya
Tetapi karena dalam konsep kosa kata dan makna,
pengkhianat tak setia
Yang jadi padanannya, karena siapa bisa memberikan
manfaat pada dia,
Ke sana dia akan bergabung tanpa pertimbangkan
akibat sampingannya.
Suka berkhianat dan tidak setia memang bukan sikap
yang dipuja-puja,
Semua akan berkata tak suka, tapi bukankah bunglon
dalam dunia nyata  
Sama sekali bukan pengkhianat adanya kecuali dalam
konsep kosa kata
Dan makna ...  kemudian karya sastra mencampur-
adukkan semuanya.
Belah kelapa ambil airnya, inilah karya sastra yang
bisa lakukan apa saja.

Essi 99 - tbs/poz/kas -- SDA14032012 -- 087853451949

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun