Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Jangan Biarkan Mereka Musnah

14 Desember 2020   08:04 Diperbarui: 14 Desember 2020   08:07 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.atlasobscura.com/articles/70-years-ago-the-us-military-set-off-a-nuke-underwater-and-it-went-very-badly


Jangan Biarkan Mereka Musnah!
Tri Budhi Sastrio

Jika untuk berdamai harus berperang lebih dahulu,
Mungkin perang sudah waktunya dilakukan dengan
Lebih anggun dan lebih beradab.
Tetapi pertanyaannya sekarang,
Adakah perang yang anggun dan beradab?

Semua negara bersiap-siap perang. Blok Barat dengan sekutunya. Blok Timur dengan teman-temannya. Nonblok dengan teman-teman senasibnya. Setiap negara sama-sama mempunyai senjata pemusnah. Salah satu saja dari kelompok ini meluncurkan misil maut, nasib bumi bisa dipastikan.

Yang sekarang tampak tenang-tenang cumalah Indonesia. Beberapa saat yang lalu, Indonesia sendiri tidak kalah tegangnya dengan negara-negara lain. Dewan Keamanan dipimpin langsung oleh Presiden, bersidang maraton selama dua puluh empat jam penuh. Perwira tinggi militer sibuk dengan menganalisis misil maut dari negara mana saja yang harus dibalas.

Angkatan Perang memang tidak mempunyai fasilitas menangkis. Fasilitas mereka membalas alias saling menghancurkan dan ini bukan cuma Indonesia, negara lain di dunia juga sama. Mereka  tidak mempunyai fasilitas memusnahkan serangan.

Dipikir-pikir, terasa aneh juga keadaan ini. Manusia tidak ubahnya seperti babi hutan, jadinya. Sekali menyeruduk akan terus menyeruduk, tidak peduli di depannya tembok batu atau tembok baja. Gambaran perang pada waktu itu memang cuma satu. Saling serang! Tidak ada pertahanan! Kalau kita hancur, mereka juga harus hancur!

Jadi tidaklah mengherankan, ketika sebuah negara kecil tetapi mempunyai banyak peluru kendali berkepala nuklir menyatakan perang dengan seluruh negara di dunia, maka keadaan dunia berubah tegang. Negara-negara besar terutama. Mereka tidak ingin hancur cuma karena ulah sebuah negara liliput tetapi kebetulan mempunyai alat penghancur. Mereka harus mendahului menghancurkan negara tersebut.

Sayangnya keadaan ini berakibat lain. Kalau sebuah negara besar menyiapkan penghancuran negara lain, maka tidak ada pilihan lain bagi negara lain kecuali ikut-ikutan mempersiapkan senjata penghancur mereka. Mereka tidak ingin kedahuluan lawan. Meskipun lawan tidak bermaksud menyerang, tetapi siapa yang bisa mempercayai sebuah negara dalam masa sekarang ini?

Satu negara bersiap menggunakan nuklirnya, berarti negara yang lain harus ikut siap, kalau mereka tidak ingin menerima serangan maut tanpa bisa membalas. Akibatnya semua negara memberlakukan keadaan darurat perang untuk penduduknya. Mereka harus menghentikan semua kegiatan dan masuk ke lubang perlindungan. Silo-silo tempat peluru kendali nuklir disimpan telah dibuka pintunya lebar-lebar. Mereka tidak perlu menunggu komando dari atas untuk menekan tombol. Komputer secara otomatis akan mengatur semuanya. Begitu ada peluru kendali berkepala muklir datang, peluru balasan akan segera meluncur tepat ke jantung si pengirim.

"Aku tidak suka dengan keadaan ini!" suara presiden dalam ruangan khusus itu menggema. "Ruangan khusus ini saja umpamanya, yang menurut perancangnya mampu menahan serangan sepuluh peluru berkepala nuklir sekaligus, apakah memang benar begitu? Belum lagi jika pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kalau yang jatuh tepat di atas ruangan sidang bawah tanah ini, lima belas peluru kendali, bukan cuma sepuluh? Dapatkah kalian semua membayangkan akibatnya? Aku yakin kita tidak bisa menangkal serangan mereka! Apa artinya bisa membalas memberi kehancuran pada mereka tetapi kita sendiri juga bakal musnah?"

Presiden mengatakan itu semua dengan suara getir, sementara matanya menatap Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri Riset dan Teknologi. Kedua Menteri inilah yang memang patut menjadi sasaran kegetiran suara Presiden. Selama ini keduanya menjanjikan akan sesegera mungkin menemukan cara menangkal peluru kendali berkepala nuklir tetapi nyatanya? Sampai saat ini, ketika kehadiran nyata alat itu sangat diperlukan, ternyata sang alat masih berada dalam angan-angan penuh mimpi para ilmuwan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun