Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 309 - Rabu itu Abu

14 Februari 2018   09:56 Diperbarui: 14 Februari 2018   16:35 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rabu itu Abu

Rabu itu dikatakan abu karena memang pada hari itu
Di seantero tempat ibadah umat-umat khidmat syahdu
Menengadah dan membiarkan di jidat ditorehkan abu,
Hasil bakaran daun palma, simpanan sejak tahun lalu,
Kala pengikut sambut Nabi Mulia masuki masa kelabu
Melaksanakan titah Bapa menuntaskan misi yang satu
Menebus dosa, selamatkan dunia, agar jiwa yang beku,
Kepala yang batu, nurani yang dipenuhi kabut berhantu
Dapat cepat bersinar cermerlang laksana permata biru.
Abu ditorehkan, dalam bentuk salib simbol haru sendu,
Supaya teringat kembali pengorbanan ribuan tahun lalu,
Oleh Penebus Dunia guna sibakkan kabut pekat lelayu,
Hati jiwa yang mungkin saja telah lama sekali membeku.

Bertobatlah dan percayalah kepada Injil, bak mantera,
Disampaikan berulang-ulang guna pastikan semuanya
Terus ingat pada pesan sang nabi mulia utusan surga.
Ya bertobatlah, lalu percaya pada semua sabda mulia,
Lalu melaksanakan semua perintah dan titah dari Dia,
Lalu terus bertekun, taat dan setia, membantu sesama,
Lalu ya bertobat lagi jika di tengah jalan lakukan dosa,
Lalu kembali mencoba dengan gairah semangat ceria
Laksanakan semua perintah dan sabda, itulah makna,
Makna indah terkandung pada salib olesan abu palma.
Untuk yang masih ragu-ragu, ya buka, simak, lalu baca
Bagaimana Yang Mahakuasa bersabda di mega-mega,
Ini Putra yang Kukasihi, padaNya Aku berkenan, maka
Dengarkanlah Dia, itulah sabda yang jadi dasar utama
Agar semua orang percaya bahwa hanyalah pada Dia,
Pada sabdaNya, pada perintahNya, gerak langkah kita
Diselaraskan iramanya guna menyejahterakan manusia.

Rabu itu dikatakan abu karena memang pada hari itu,
Yang percaya lantang diingatkan lagi betapa dari abu
Semua manusia diciptakan sebelum akhirnya bersatu
Untuk menunjukkan betapa dahsyat luar biasa dahulu
Kala sang mahapencipta berkenan mencipta dari debu
Manusia pertama cikal bakal manusia serta anak cucu.
Dari abu lalu ke debu dan itu takdir sang mahapenentu.
Tetapi ingat saja belumlah tentu cukup bisa membantu
Yang dikehendaki jauh lebih dalam dan dahsyat dari itu,
Semua yang percaya, diminta saling tolong membantu,
Karena hanya dengan melaksanakan perintah penentu
Ada harapan kelak hidup damai sejahtera dan bersatu.

Semua tetap jadi misteri walaupun ada dalam kitab suci.
Ada juga catatan yang benderang laksana mentari pagi.
Banyak dari antara mereka yang telah tidur dalam debu
Akan bangun, dan sebagian dianugerahi limpahan restu
Guna menjalani hidup kekal, tetapi sebagian lagi kelabu,
Lalu kehinaan dan kengerian yang kekal sigap menyatu.
Juga ada catatan yang berlantang walau lidah telah kelu
Siapakah yang menakar air laut dengan lekuk tanganmu
Lalu mengukur langit dengan jengkal, dan menyukat abu
Dengan takaran, lalu menimbang gunung dengan bambu
Atau bukit-bukit dengan neraca yang dipukul bertalu-talu?
Siapakah yang menggerakkan dari timur ke barat dahulu,
Lalu menggerakkan yang mendapat kemenangan penjuru?
Atau yang di setiap langkahnya menimbulkan bunyi deru
Lalu menaklukkan selaksa bangsa, tanpa pandang bulu?
Atau turunkan raja-raja lalim, yang asyik membuat kelu
Rakyat sederhana, yang sebenarnya tidak tahu-menahu?
Pedang tajamnya, membuat mereka seperti digerai debu
Dan anak panahnya membuat mereka bak jerami lelayu?
Maka banyak raja menjadi budak pelayan di sampingmu,
Permaisuri-permaisuri mereka akan jadi inang-inangmu.
Mereka sujud padamu dengan muka berada dekat debu,
Lalu mereka semua akan segera tahu bahwa itulah Aku,
Aku TUHANmu, dan semua yang menanti-nantikan Aku,
Pasti tak akan pernah mendapatkan aib, nista juga malu.
Itu sekelumit titah ajaran dan sabda sang mahapenentu,
Yang memang sudah lama dicatat, supaya semua tahu,
Betapa besar kuasa dimiliki Dia sang pencipta dari abu
Yang mampu ubah apa saja yang ada kembali jadi abu.

Rabu itu dikatakan abu karena memang pada hari itu
Di seantero tempat ibadah umat-umat khidmat syahdu
Menengadah dan membiarkan di jidat ditorehkan abu,
Hasil bakaran daun palma, simpanan sejak tahun lalu,
Kala pengikut sambut Nabi Mulia masuki masa kelabu
Melaksanakan titah Bapa menuntaskan misi yang satu
Menebus dosa, selamatkan dunia, agar jiwa yang beku,
Kepala yang batu, nurani yang dipenuhi kabut berhantu
Dapat cepat bersinar cermerlang laksana permata biru.
Abu ditorehkan, dalam bentuk salib simbol haru sendu,
Supaya teringat kembali pengorbanan ribuan tahun lalu,
Oleh Penebus Dunia guna sibakkan kabut pekat lelayu,
Hati jiwa yang mungkin saja telah lama sekali membeku.

Dr. Tri Budhi Sastrio -- tribudhis@yahoo.com
087853451949 -- SDA28042015 -- Essi no. 309

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun