Di Balik Kebijakan: Celah dan Harapan
Saat ini, kebijakan konservasi kita masih bolong-bolong. Monyet ekor panjang bahkan belum sepenuhnya masuk daftar satwa dilindungi di tingkat nasional. Celah ini membuat praktik eksploitasi susah ditindak.
Di sisi lain, data yang kita miliki masih timpang. Angka 105 ribu individu tadi hanya mencakup kawasan konservasi. Kita belum tahu persis berapa yang bertahan di luar kawasan, yang justru paling rentan diburu. Tanpa data menyeluruh, sulit membuat kebijakan yang tepat.
Namun ada harapan. Beberapa lembaga mulai mendorong pemantauan rutin, survei kolaboratif, hingga penggunaan teknologi kamera jebak. Jika dilakukan konsisten, data ini bisa jadi dasar untuk kebijakan yang lebih berani.
Proyeksi Masa Depan: Dari Krisis ke Koeksistensi
Kalau kita terus diam, skenario paling mungkin adalah monyet semakin berkurang di hutan, konflik makin sering, dan penyakit baru bermunculan. Tapi masa depan tidak harus begitu. Ada skenario lain yang lebih manusiawi dan realistis:
- Sains memimpin kebijakan. Data populasi diperbarui rutin, bukan hanya sekali dalam puluhan tahun. Keputusan pemanfaatan satwa mengikuti prinsip kehati-hatian.
- Ekonomi lokal beralih. Masyarakat yang masih bergantung pada beruk pekerja bisa beralih ke teknologi panen kelapa atau ekowisata non-kontak yang lebih aman dan menguntungkan.
- Budaya baru konsumen. Masyarakat malu membeli satwa liar, malu memberi makan monyet liar, dan malu memamerkan foto berinteraksi dengan primata. Norma sosial bisa berubah, sama seperti dulu kita akhirnya berhenti menganggap rokok di ruang publik itu wajar.
- Restorasi dan koridor. Patch hutan kecil yang tercerai-berai dihubungkan kembali. Satwa punya jalur aman untuk bergerak, konflik dengan manusia pun berkurang.
Solusi & Harapan ke Depan
- Hentikan perdagangan dan eksploitasi. Penegakan hukum harus menyasar seluruh rantai: pemburu, pengepul, penjual, hingga pembeli.
- Edukasi publik. Kampanye anti-topeng monyet perlu diperluas. Sekolah, media, komunitas bisa jadi garda depan mengubah cara pandang.
- Alternatif ekonomi. Sediakan alat panen kelapa modern, dorong usaha hutan non-kayu, dan kembangkan wisata berbasis pengamatan satwa liar.
- Restorasi habitat. Tanam kembali hutan, buat koridor satwa, dan jaga pohon pakan alami.
- Kolaborasi semua pihak. Pemerintah, NGO, akademisi, jurnalis, dan masyarakat lokal harus duduk bersama. Tanpa kerja kolektif, konservasi hanya jadi jargon.
- Narasi baru. Ubah cara bercerita tentang monyet. Bukan lagi "hewan lucu yang bisa disuruh menari", melainkan makhluk yang menjaga hutan kita tetap hidup.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Tak perlu menunggu jadi aktivis atau peneliti. Hal-hal sederhana pun berarti:
- Jangan membeli satwa liar.
- Jangan memberi makan monyet liar saat wisata.
- Laporkan perdagangan satwa ke kanal resmi.
- Dukung produk ramah hutan dan wisata tanpa kontak langsung dengan satwa.
- Sebarkan cerita yang benar. Satu unggahan edukatif bisa mengubah cara pandang banyak orang.
Penutup
Menyelamatkan monyet ekor panjang dan beruk bukan sekadar soal satwa. Ini tentang masa depan hutan, air, dan udara yang kita hirup. Angka 105 ribu individu yang tersisa di kawasan lindung mungkin terdengar besar, tapi di luar sana banyak kelompok yang sudah punah tanpa jejak. Beruk, yang sangat bergantung pada hutan utuh, terus menyusut bersama deforestasi.