Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Elastisitas Ketenagakerjaan Makin Rendah, Sarjana Rebut Lapangan Kerja Kelas Bawah

4 Februari 2024   23:34 Diperbarui: 4 Februari 2024   23:34 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nestapa pencari kerja ( Foto : Alif Ichwan / KOMPAS.id )

Elastisitas Ketenagakerjaan Makin Rendah, Sarjana Rebut Lapangan Kerja Kelas Bawah

Masalah ketenagakerjaan dalam debat capres kelima hanya dibahas sekelumit saja. Cuma masalah pekerja migran yang mengemuka menjadi pertanyaan utama. Padahal masalah ketenagakerjaan saat ini sangat krusial dan merupakan bom waktu yang amat berbahaya. Ketenagakerjaan yang kondisinya sangat amburadul saat ini namun dalam debat pamungkas kurang terelaborasi.

Hingga kini pemerintah masih belum berhasil mewujudkan perintah Konstitusi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yakni tentang kewajiban pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat sesuai dengan golongan dan jenis tenaga kerja.

Sejumlah proyek infrastruktur nasional ternyata tidak banyak menyerap lapangan kerja formal secara langsung. Bahkan, investasi yang tercatat lebih besar ke sektor padat modal.Kondisi lima tahun terakhir masih memprihatinkan. Elastisitas serapan tenaga kerja per satu persen pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja. Ironisnya, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan elastisitas serapan tenaga kerja pada 10 tahun lalu yang mencapai 500 ribu tenaga kerja.

Elastisitas ketenagakerjaan semakin rendah karena disebabkan tingginya impor bahan baku dan barang modal membuat pertumbuhan industri domestik semakin terpuruk. Kondisi industri pengolahan besar dan senang akhir-akhir ini mengalami stagnasi bahkan ada yang terjadi pertumbuhan negatif. Padahal Sektor industri pengolahan atau manufacturing industry mestinya menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia dan bisa menyerap lapangan kerja secara signifikan.

Sangat menyedihkan ternyata pasar tenaga kerja di Indonesia untuk jenjang pekerja profesional menengah hingga tinggi juga tidak membaik. Berdasarkan laporan Salary Survey yang dilansir Robert Walters Indonesia, periode pemerintahan Jokowi mestinya bisa mendorong masuknya berbagai investasi asing yang akhirnya melahirkan banyak perusahaan baru yang menyerap tenaga kerja dengan job yang layak, termasuk perusahaan rintisan (startup) di berbasis teknologi digital. Namun itu tidak terjadi hingga kini. Pengangguran berlatar pendidikan tinggi semakin banyak, SDM berpendidikan tinggi justru banyak merebut lapangan kerja kelas bawah.

Carut marut ketenagakerjaan sangat mengkhawatirkan karena Indonesia mulai memasuki bonus demografi, di mana penduduk usia produktif jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif. Presiden dan Wapres mendatang perlu membuat terobosan dan inovasi untuk penciptaan lapangan kerja. Terobosan dan inovasi ketenagakerjaan perlu digalakkan sehingga pengerahan angkatan kerja bisa efektif dan produktif.

Platform sangat dibutuhkan oleh calon pekerja maupun para pekerja yang telah lama berkarir. Baik untuk pengembangan diri maupun solusi khusus masalah ketenagakerjaan. Indonesia dengan jumlah angkatan kerja yang sangat besar membutuhkan platform terkait dengan lapangan kerja. Terutama bagi fresh graduate yang sedang kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Platform tidak hanya menyediakan informasi lowongan pekerjaan, tetapi juga memberikan kesempatan untuk magang, pelatihan kerja paruh waktu, solusi bagi pekerja terkena PHK dan lain-lain. Kondisi ketenagakerjaan global dan nasional menuntut terbentuknya platform. Dalam dunia bisnis dan ekonomi, platform adalah tempat di mana terjadi interaksi langsung antara dua (atau lebih) aktor ekonomi yang saling memberi keuntungan satu sama lain melalui proses penciptaan nilai yang berkelanjutan.

Solusi yang selama ini dimunculkan oleh pemerintah adalah dengan mengandalkan program Kartu Prakerja.Sayangnya program kartu itu baru dimulai justru menimbulkan resistensi yang hebat dari masyarakat. Karena program itu tidak relevan dengan kondisi terkini serta terjadinya kasus terkait dengan pemborosan dana untuk membeli konten video pelatihan online dengan materi yang bermutu rendah padahal harganya sangat mahal. Kartu Pra Kerja perlu dirombak dan dialihkan dananya untuk mengatasi PHK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun