Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekerasan oleh Siswa akibat Frustrasi Sosial dan Peredaran Miras

29 September 2023   09:09 Diperbarui: 29 September 2023   09:21 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelajar yang kedapatan pesta miras oplosan dihukum basuh kaki orang tuanya.(KOMPAS.COM/Ahmad Riyadi) 

Kekerasan oleh Siswa Akibat Frustrasi Sosial dan Peredaran Miras

Kekerasan oleh Siswa kian marak. Sistem pendidikan nasional yang kian jauh dari pengajaran budi pekerti dan kegagalan sekolah membangun moralitas siswanya menyebabkan emosi siswa seperti mercon sumbu pendek bahkan sampai brutal. Kegagalan fungsi sekolah untuk menanamkan budi pekerti diperparah oleh adanya frustrasi sosial akibat masalah ekonomi dan sumpeknya kaum muda menghadapi kehidupan. Kondisinya semakin runyam karena peredaran jenis minuman keras ( miras ) beserta oplosannya kian meluas.Peredaran miras masih deras di tengah masyarakat.

Kasus korban miras oplosan masih sering terjadi di pelosok negeri. Akar persoalan penggunaan miras adalah terjadinya frustrasi sosial ditengah masyarakat. Diantara korban miras kebanyakan adalah para remaja yang masih berstatus pelajar. Beberapa diantaranya bahkan baru pertama kali menenggak miras oplosan dan langsung tewas.

Tak bisa dimungkiri, saat ini frustrasi sosial kian merebak dimana-mana. Para pelajar dan para pengangguran tidak berdaya menghadapi masalah yang menghimpit lalu melampiaskan semua itu dengan miras. Kini masyarakat dihimpit beban sosial yang berat, daya beli masyarakat kian melemah, lapangan kerja sulit didapat, harga-harga kebutuhan pokok terus menjepit, korupsi masih menggila hingga ke pemerintahan desa. Anak-anak muda merasa tidak punya harapan lagi. Masa depannya sudah terampas karena mereka tidak diberdayakan untuk menghadapi perubahan zaman.

Program pembangunan manusia Indonesia kini belum banyak menyentuh mereka yang putus sekolah dan menjadi pengangguran.Pemerintah pusat dan daerah harus segera mengatasi akar persoalan maraknya frustrasi sosial yang berakibat penggunaan miras. Aparat kepolisian harus terus menerus membasmi produsen dan pemasok miras. Dan menghukum mereka seberat-beratnya.

Searah dengan kepolisian, harus juga disertai dengan program yang bertujuan untuk mengatasi putus sekolah dana pengangguran yang kian parah. Program tersebut sebaiknya berbentuk kursus vokasional atau sekolah kejuruan yang diperuntukkan bagi para penganggur dan pemuda putus sekolah. Program vokasional jangan terlalu kaku seperti halnya sekolah kejuruan. Perlu dibuat semacam pendidikan luar sekolah tetapi materi ajarnya sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan jasa.

Semua hal diatas sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang sering menekankan pentingnya pembangunan SDM lewat pendidikan vokasional. Itulah yang harus menjadi program prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama pemerintah daerah. Sayangnya program prioritas tersebut belum dirumuskan secara detail sehingga sulit diaplikasikan di level bawah dalam rangka mencetak tenaga terampil menengah skill labour.

Perlu menggalakkan pendidikan vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk mengatasi frustrasi sosial yang menjerumuskan remaja kepada tindakan kekerasan, dunia hitam dan mabuk-mabukan. Sebaiknya materi dan arah kurikulum berbasis dan bernilai tambah lokal . Yang sesuai dengan berbagai aspek produksi atau jasa yang berlangsung di tanah air. Dimana proses pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan bakunya.

Sehingga hal itu bisa memperluas lapangan kerja. Dengan prinsip nilai tambah yang genuine, bangsa Indonesia jangan lagi mengekspor bahan mentah tanpa diolah secara signifikan terlebih dahulu. Pendidikan vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi di negara maju. Sedangkan di Indonesia juga pernah diterapkan sistem Apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri dalam durasi yang cepat.

Frustrasi sosial semakin menekan indeks kualitas manusia Indonesia yang tergambar dalam Pembangunan Manusia (IPM). Masih terpuruknya IPM di Indonesia terungkap dalam laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNDP). Berdasarkan Laporan UNDP, IPM Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara yang disurvei.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun