Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangis Seorang Guru Tua (Bagian VI - Selesai)

13 Desember 2009   22:20 Diperbarui: 27 November 2018   05:07 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dini hari tadi, Suryanto dibangunkan suara keras nada sambung telepon selularnya. Ia baru tertidur setengah jam saja. Begitu melihat nama penelepon, ia tak segera beranjak dari tempat tidur. " Halo...ada apa mas, pagi-pagi gini kok sudah bikin kaget orang...".

" Heboh. Luar biasa... bangun lah........", suara di ujung sana. Orang itu bercerita soal nama pejabat yang tertangkap tangan oleh petugas kepolisian sedang berbuat layaknya suami istri dengan anak buahnya di sebuah hotel. Pagi harinya, semua koran lokal memuat berita itu dalam huruf cetak tebal.

Ilah menangis keras sambil memegang koran yang mulai basah oleh airmatanya. Berkali-kali terdengar suara " biadab...manusia tak tahu diri...". Suryanto yang tengah asyik berselancar di dunia maya menghentikan aktivitasnya. Ia menghampiri ibunya yang masih terisak.

" Ada apa Bu. Tidak seperti biasanya.. pagi-pagi sudah bersedih hati..", anaknya menggoda.

" Jangan meledek ibu ...Sur.. ", bentak Ilah seraya menyodorkan koran basah kepada anak bungsunya.

Suryanto berpura-pura membaca koran yang sudah sobek itu.

" biadab...manusia tak tahu diri...", kalimat itu keluar dari mulut Ilah yang kini menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Air matanya mengalir deras.

Melihat kesedihan ibunya, Suryanto mengambil sapu tangan dan memberikan kepada Ilah. Peristiwa yang sangat langka. Keharuan tak lagi terbendung saat lelaki ini mengelus pundak ibunya. Selama ini, Ilah sangat tegar menghadapi tekanan hidup yang menimpanya. Kesulitan faktor ekonomi dianggap hal biasa. Juga tekanan sosial karena keteguhan diri memegang kebenaran yang diyakini tak pernah menyurutkan langkahnya untuk selalu menjaga keteladanan.

Meskipun berulangkali dirinya disakiti, ia tetap membalasnya dengan kebaikan. Memberi nasihat bijak dan sifat-sifat keutamaan seorang guru. Jangankan kepada orang lain atau saudara. Dengan anak kandung saja Ilah tak pernah ingin menjadi beban. Tak mengherankan jika orang-orang yang tak menyukai dirinya memberi julukan " keluarga Mr. Flinstone " atau ungkapan sejenis. Atau malaikat berwujud manusia. Semua sebutan sinis Ilah anggap angin lalu. Begitu pula untuk pujian sebagai maha guru yang terlontar dari seorang murid yang kini mengikuti jejaknya. Jaim, jaga image atau narsis, istilah popular di kalangan anak muda sekarang.

Baginya, pujian atau celaan atas kepribadiaan orang lain adalah cermin diri orang itu yang memancarkan watak aslinya. Orang yang suka memberi nilai jelek orang lain sama artinya dengan menunjuk kejelekan diri sendiri. Falsafah belajar dari jari jemari benar-benar Ilah terapkan dalam menjalani kehidupan ini.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun