Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ketika "Orang Gila" Dikumpulkan dan Aksi Buzzer (1)

11 Oktober 2019   02:16 Diperbarui: 11 Oktober 2019   02:29 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Endang R Sukamti, M.S. Dok.@KONI_Kebumen

Penulis dan Rais, pegiat cabor paralimpic (NPC) yang dititipkan pada KONI Kebumen. Dok. @KONI_Kebumen
Penulis dan Rais, pegiat cabor paralimpic (NPC) yang dititipkan pada KONI Kebumen. Dok. @KONI_Kebumen
Selain sosok-sosok muda yang menjadi "janji masa depan" prestasi olahraga daerah, ada beberapa sosok pelatih bertangan dingin dari cabor atletik (Edy Vijay), Marinus Yosa (Tinju) dan Dwi Aries Prambasto (Hockey). 

Juga banyak nama lain dari cabor beladiri: judo, silat dan yongmodo. Sementara itu, Kempo yang baru bangkit dari tidur lelapnya selama hampir dua dasawarsa, mulai awal 2018 tengah bekerja keras "meraih mimpi" menggapai lumbung medali karena nomor pertandingannya sangat banyak (20 - 30 nomor) di event resmi Porprov maupun PON. 

Ketua Perkemi (Kempo) Pengkab Kebumen mendampingi para juara Kejurkab Pelajar Perkemi 2019. Dokpri
Ketua Perkemi (Kempo) Pengkab Kebumen mendampingi para juara Kejurkab Pelajar Perkemi 2019. Dokpri
Kehadiran buzzer (pendengung kemaslahatan) di tengah komunitas orgil ini bukan sekadar keniscayaan. Tapi juga merupakan kebutuhan mendesak agar terjadi simbiosa. Buzzer pada dasarnya berkarakter serupa atau sama dengan para "orgil" ini. Sebagaimana diungkapkan oleh Kang Pepih Nugraha sang pendiri Kompasiana.com yang petikannya  ada  di sini  yaitu:

Tentu saja yang ingin saya katakan, setengah juta penulis itu adalah kekuatan. Kekuatan sangat besar. Dengan keragaman latar belakang penulis yang tertuang dalam berbagai jenis dan tema tulisan, tidak bisa dibayangkan bagaimana para penulis ini memengaruhi para pembacanya masing-masing. 

Kompasianer, sebutan penulis/ anggota Kompasiana, memiliki potensi memengaruhi "pikiran" pembacanya lebih dari influencer. Ibarat gong dalam irama pentatonik, dengungannya memang sesekali. Tapi gaungnya sangat terasa. 

Faktor inilah yang nampaknya membedakan influencer dan buzzer.  Militansi atau kegilaan. Wallahu a'lam bissawab.

Fathma Hilmiya, pelari jarak menengah yang siswa kelas 6 SD Bumirejo 5 Kebumen ketika memenangi ajang Sudirman Cup 2019 di Banyumas. Dok. @Edy Vijay
Fathma Hilmiya, pelari jarak menengah yang siswa kelas 6 SD Bumirejo 5 Kebumen ketika memenangi ajang Sudirman Cup 2019 di Banyumas. Dok. @Edy Vijay
Dalam mengangkat informasi prestatif pelari jarak menengah asuhan pelatih bertangan dingin Edy Vijay dan kawan-kawan dari cabor atletik (PASI), seorang buzzer dan reporter sangat mungkin berbeda dalam menyajikan berita keberhasilan Fathma Hilmiya, atlet kelas 6 SDN 5 Bumirejo Kebumen yang memenangi beberapa open tournament yang berkategori provinsi atau nasional. 

Boleh jadi, reporter yang harus berpegang pada Kode Etik Jurnalistik, mengulas hal-hal sesuai sajian jurnalistik pada umumnya. Sedangkan buzzer sangat mungkin mengulik beragam sisi bergaung/ mendengung dengan cara lebih lugas dengan menyelipkan pesan-pesan tertentu yang diharapkan mendapat respon berjangka lebih panjang.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun