Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Wirasaba Darmasumarta: Membaca Ulang Nama Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas

26 September 2025   15:05 Diperbarui: 26 September 2025   15:31 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Babad Wirasaba Darmasumarta

Babad Wirasaba Darmasumarta: Membaca Ulang Nama Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas

Oleh: Toto Endargo

Pengantar

Sejarah Banyumas hingga kini masih menjadi perdebatan para ahli. Sumber-sumber tertulis, baik berupa babad maupun catatan kolonial, memberikan versi yang beragam. Salah satu naskah penting adalah Babad Wirasaba karya Raden Darmasumarta (1927). Meski ditulis pada awal abad ke-20, naskah ini memuat memori kolektif yang diwariskan dari masa sebelumnya, sehingga tetap layak dijadikan rujukan dalam menelaah dinamika politik, budaya, dan falsafah lokal Banyumas.

Menariknya, dalam naskah ini ditemukan penyebutan nama Paguwan, Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas yang memperlihatkan jejak awal identitas wilayah. Secara umum, masyarakat mengenal Banyumas dan Toyamas sebagai nama yang muncul setelah Wirasaba dibagi empat pada abad ke-16. Namun, versi Darmasumarta justru menyebut bahwa nama-nama tersebut sudah ada sejak masa Majapahit--Demak--Pajang.

Hal ini menimbulkan pertanyaan: untuk kajian sejarah Banyumas, kita akan mengikuti versi umum atau versi Darmasumarta?

Paguwan dan Wirasaba: Hubungan dengan Majapahit

Dalam dua bait, pupuh Asmarandana, tercatat:

Sang nata ngandika aris: "Hih, Paguwan wus mundura marang Wirasaba age!", Narendra melebeng pura. Ki Patih sampun medal. Datan dangu nulya nuju marang dalem kepatihan.
Lamine datan winarni, Ki Paguwan nulya budhal mundur mring Wirasaba, ing marga datan winarna, prapta in Wirasaba, kang para kadang sedarum, samya amethuk sedaya.

Terjemahan bebas:
Raja berkata pelan: "He, Paguwan, segera pulang ke Wirasaba!" Raja masuk ke istana. Ki Patih juga keluar. Tak lama kemudian, Ki Paguwan pulang ke Wirasaba. Sesampainya di sana, ia disambut para kerabatnya.

Kutipan ini menegaskan bahwa:

  • Paguwan adalah nama pribadi seorang adipati.
  • Wirasaba adalah nama wilayah atau kadipaten.

Relasi ini menunjukkan keterhubungan Majapahit dengan elite lokal Banyumas. Ki Paguwan tampil sebagai representasi penguasa daerah yang tetap berada dalam orbit politik Majapahit.

Toyamas: Nama yang Lebih Tua dari Pembagian Wirasaba?

Lebih jauh, naskah Darmasumarta menyebut Toyamas sudah ada sejak era Majapahit, sebelum pembagian Wirasaba.

Dalam dua bait, pupuh Kinanti, tercatat:

Kang putra sineleh sampun, ngandika sri narpati: "Lah thole wus tampanana negari ing Majapahit pan ingsun arsa Begawan, sira jumenenga aji. Rahaden nembah umatur, mopo ing dhawuh sang aji, kawula nuwun ing jaba, sanak kawula tyang alit, ing tanah Toyamas jembar, remen kawula puniki."

Terjemahan bebas:
Raja berkata: "Nak, terimalah Majapahit ini. Aku akan jadi begawan, engkau jadilah raja."
Namun Rahaden (Kadhuhu) menjawab: "Saya mohon diampuni, hamba lebih senang bersama rakyat kecil saya di tanah Toyamas yang luas. Di sanalah saya berbahagia."

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa:

  • Toyamas sudah eksis sebelum Wirasaba dibagi empat.
  • Ada falsafah politik egaliter: pemimpin tidak selalu harus berambisi menjadi raja pusat, melainkan bisa memilih hidup bersama rakyat kecil.

Sikap Raden Kadhuhu ini merefleksikan nilai budaya Banyumasan yang menekankan kesederhanaan, kebersamaan, dan kedekatan dengan wong cilik.

Banyumas: Sudah Ada Sejak Era Demak--Pajang

Naskah Darmasumarta juga mencatat penyebutan Banyumas pada masa peralihan Demak--Pajang.

Dalam dua bait, pupuh Pucung, tercatat:

Duk samana, Jaka Tingkir kang winuwus, ajumeneng sultan, ana ing Pajang negari, sinegkalan Buta Nawa Catur Sasra. Kanjeng Sultan, ing Demak mirsa pitutur, yen negri Banyumas, Wargautama darbeni, anak wadon weragil ayu utama.

Terjemahan bebas:
Ketika Jaka Tingkir dinobatkan sebagai Sultan Pajang (dengan sengkalan Buta Nawa Catur Sasra), Sultan Demak berkata: "Di negeri Banyumas, Wargautama memiliki putri bungsu yang cantik."

Hal ini menunjukkan:

  • Banyumas sudah dikenal sejak abad ke-16, pada masa Demak dan Pajang.
  • Banyumas memiliki pemimpin lokal bernama Wargautama.
  • Politik kawin-mawin digunakan sebagai strategi diplomasi antara pusat (Demak--Pajang) dan daerah (Banyumas).

Analisis Budaya, Falsafah, dan Politik Lokal

  1. Budaya: Nama sebagai Identitas Kolektif
    Nama Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas bukan sekadar toponim, melainkan simbol identitas dan legitimasi. Nama menjadi cara masyarakat meneguhkan keberadaan dirinya di tengah pusaran kekuasaan besar seperti Majapahit, Demak, dan Pajang.
  2. Falsafah: Kepemimpinan Egaliter
    Sikap Raden Kadhuhu yang memilih Toyamas menggambarkan filosofi kepemimpinan Banyumasan: pemimpin yang sederhana, dekat dengan rakyat kecil, dan tidak berambisi pada kekuasaan pusat.
  3. Politik Lokal: Antara Idealisme dan Realisme
    Ada dua strategi politik lokal yang tampak dalam naskah:
    • Kadhuhu dengan idealismenya memilih rakyat kecil.
    • Wargautama dengan realisme politiknya melalui perkawinan politik dengan pusat.

Kedua sikap ini memperlihatkan dialektika politik Banyumas: di satu sisi egaliter, di sisi lain pragmatis.

Ikut Versi Mana?

Secara umum, banyak kajian sejarah menyebut nama Banyumas dan Toyamas baru muncul setelah Wirasaba dibagi empat pada masa Adipati Warga Utama II. Namun, Babad Wirasaba Darmasumarta justru menyatakan bahwa nama-nama tersebut sudah eksis jauh sebelumnya.

Pertanyaan pun muncul: mana yang harus diikuti?

  • Jika mengikuti versi umum, Banyumas lahir pasca pembagian Wirasaba abad ke-16.
  • Jika mengikuti versi Darmasumarta, Banyumas dan Toyamas sudah hidup dalam memori kolektif masyarakat sejak Majapahit dan Demak.

Bagi kajian budaya, keduanya sah untuk dibaca. Yang penting bukan sekadar kronologi faktual, tetapi bagaimana masyarakat Banyumas membangun identitas, falsafah, dan politiknya melalui ingatan sejarah.

Penutup

Dari naskah Babad Wirasaba -- Raden Darmasumarta, dapat disimpulkan:

  • Paguwan adalah nama pribadi seorang adipati di Kadipaten Wirasaba.
  • Wirasaba adalah kadipaten penting dalam orbit Majapahit.
  • Toyamas disebut sudah ada sejak Majapahit, dengan falsafah pemimpin yang dekat dengan rakyat kecil.
  • Banyumas muncul sejak Demak--Pajang, menandakan eksistensi politik yang diperkuat melalui diplomasi perkawinan.

Dengan demikian, sejarah Banyumas tidak bisa dibaca secara linier. Ia terbentuk melalui negosiasi antara fakta politik, memori kolektif, dan falsafah budaya. Dan di sinilah kekayaan Babad Darmasumarta---ia tidak sekadar mencatat peristiwa, tetapi juga menghadirkan ruh budaya dan politik lokal Banyumas yang masih relevan hingga hari ini. ===

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun