Babad Wirasaba Darmasumarta: Membaca Ulang Nama Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas
Oleh: Toto Endargo
Pengantar
Sejarah Banyumas hingga kini masih menjadi perdebatan para ahli. Sumber-sumber tertulis, baik berupa babad maupun catatan kolonial, memberikan versi yang beragam. Salah satu naskah penting adalah Babad Wirasaba karya Raden Darmasumarta (1927). Meski ditulis pada awal abad ke-20, naskah ini memuat memori kolektif yang diwariskan dari masa sebelumnya, sehingga tetap layak dijadikan rujukan dalam menelaah dinamika politik, budaya, dan falsafah lokal Banyumas.
Menariknya, dalam naskah ini ditemukan penyebutan nama Paguwan, Wirasaba, Toyamas, dan Banyumas yang memperlihatkan jejak awal identitas wilayah. Secara umum, masyarakat mengenal Banyumas dan Toyamas sebagai nama yang muncul setelah Wirasaba dibagi empat pada abad ke-16. Namun, versi Darmasumarta justru menyebut bahwa nama-nama tersebut sudah ada sejak masa Majapahit--Demak--Pajang.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: untuk kajian sejarah Banyumas, kita akan mengikuti versi umum atau versi Darmasumarta?
Paguwan dan Wirasaba: Hubungan dengan Majapahit
Dalam dua bait, pupuh Asmarandana, tercatat:
Sang nata ngandika aris: "Hih, Paguwan wus mundura marang Wirasaba age!", Narendra melebeng pura. Ki Patih sampun medal. Datan dangu nulya nuju marang dalem kepatihan.
Lamine datan winarni, Ki Paguwan nulya budhal mundur mring Wirasaba, ing marga datan winarna, prapta in Wirasaba, kang para kadang sedarum, samya amethuk sedaya.
Terjemahan bebas:
Raja berkata pelan: "He, Paguwan, segera pulang ke Wirasaba!" Raja masuk ke istana. Ki Patih juga keluar. Tak lama kemudian, Ki Paguwan pulang ke Wirasaba. Sesampainya di sana, ia disambut para kerabatnya.