Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Wirasaba ke Purbalingga: Onje sebagai Jejak Penting Politik Lokal

17 Agustus 2025   22:42 Diperbarui: 19 Agustus 2025   14:27 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan derajat Onje bukan hanya simbol kehormatan, tetapi juga strategi politik. Kesetiaan Onje membuatnya dipandang sebagai wilayah penting oleh Mataram, apalagi setelah tokoh dari trah Onje, Wiraguna, menjadi Patih Mataram. Posisi ini menempatkan Onje pada jalur utama politik Mataram sejak era Panembahan Senapati hingga Sultan Agung (1613--1645).

Onje dalam Peta Strategis

Ada beberapa alasan mengapa Onje menempati posisi istimewa:

  1. Letak strategis. Bukti arkeologis menunjukkan adanya jejak Benteng VOC di Desa Onje dan Kertanegara, menandakan wilayah ini menjadi titik penting dalam kontrol militer dan perdagangan.
  2. Kesuburan tanah. Hingga kini masih terlihat bekas kebun tebu, teh, dan kopi, yang menunjukkan sejak lama Onje memiliki basis agraris yang kuat.
  3. Akar politik lokal. Kenaikan Onje menjadi kadipaten istimewa pada 1580 membuktikan adanya pengakuan langsung dari Mataram terhadap posisi penting wilayah ini.

Dari Pemanahan hingga Sultan Agung

Sejarah Mataram memperlihatkan kesinambungan kekuasaan dari Kiai Ageng Pemanahan, dilanjutkan Sutawijaya (Panembahan Senapati), kemudian Anyakrawati (Pangeran Sayidiyah Krapyak), hingga Sultan Agung (1613--1645). Dalam rentang itu, Onje tetap dipandang sebagai mitra politik yang loyal. Namun, pasca wafatnya Sultan Agung, politik kerajaan berubah drastis.

Onje dalam Tekanan

Pada masa Amangkurat I (1645--1677), hubungan pribadi raja dengan Wiraguna yang berasal dari trah Onje memburuk. Sejak itu, Onje mulai mengalami tekanan politik. Ketika memasuki era Pakubuwana I, juga karena hubungan pribadi dengan wilayah Onje, Onje runtuh sepenuhnya (1707), turun statusnya menjadi desa perdikan di bawah otoritas Pamerden.

Dari Desa Perdikan ke Kadipaten Baru

Meski demikian, kepemimpinan lokal tetap bertahan. Nama-nama tokoh seperti Kiai Ngabei Dhenok, Kiai Ngabdullah, Kiai Ngabei Gabug, hingga Kiai Ngabei Cakrayuda (dari Toyamas) menunjukkan kesinambungan tradisi elite lokal. Terakhir, muncul Kiai Ngabei Dipayuda dari Pagendholan, dengan gelar Dipayuda III.

Kiai Ngabei Dhenok (Dipayuda I), Kiai Ngabei Gabug (Dipayuda II), hingga Kiai Ngabei Cakrayuda (dari Toyamas) adalah trah Wirasaba -- Jaka Kaiman.

Pada masa Dipayuda III (1759), barulah wilayah Onje dan sekitarnya dipersatukan kembali sebagai Kadipaten Purbalingga, berada di bawah naungan Mataram Surakarta yang diperintah Pakubuwana III.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun