Babad Onje: Pasca-Pakubuwana -- Desa Perdikan Onje di Bawah Cabang Administrasi Karanglewas
Oleh: Toto Endargo
Di lembah Sungai Klawing, sisi timur Gunung Slamet, nama Onje pernah tercatat sebagai sebuah kadipaten kecil dengan dua ratus mardika. Namun satu kalimat pendek dalam Punika Serat Sejarah Babad Onje menandai titik balik:
"...ingkang punika silep Kabupaten ing Onje."
Kata silep menandai hilangnya status kadipaten. Onje bukan lagi pusat kekuasaan, tetapi turun menjadi wilayah bawahan. Sejarah ini tidak hanya bercerita tentang desa kecil di tepi Sungai Klawing, melainkan juga strategi politik Mataram pasca-Perang Trunajaya dan konflik suksesi yang melahirkan Pakubuwana I.
Dari Kadipaten ke Desa Perdikan
Pada masa awal di era Pajang, Onje dianugerahi "rongatus mardika", 200 kepala keluarga bebas pajak. Dengan asumsi satu cacah setara 4--5 jiwa, Onje bisa memiliki hingga seribu penduduk. Namun di masa Amangkurat I (Suhunan Plered), naskah mencatat jumlahnya menyusut drastis: tigang lawe --- hanya sekitar 75 kepala keluarga, atau 300--400 jiwa.
Penyusutan ini kemungkinan besar terkait Perang Trunajaya (1674--1680). Banyak rakyat kadipaten di Jawa direkrut menjadi prajurit dan tidak pernah kembali. Ketika status kadipaten Onje silep di masa Pakubuwana I, wilayah ini sudah kehilangan daya hidup politiknya. Onje pun berubah menjadi desa perdikan kecil, dengan penduduk yang harus diisi ulang melalui migrasi dari Purbasari.
Karanglewas Sebagai Cabang Administrasi
Setelah silep, naskah menyebut rangkaian pejabat yang memegang wilayah ini: