Mohon tunggu...
Donny Toshiro
Donny Toshiro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang pejalan, hobi mendaki gunung, dan fotografi. Bermimpi bisa berkelana ke seluruh pelosok nusantara. Pemuja keberagaman dan mendambakan hidup dalam harmoni.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Elegi Sang Pria Perkasa

17 Juni 2012   12:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:52 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebentuk keindahan maha dahsyat yang berbalut ketangguhan para manusianya. Bergetar. Demikian yang saya rasakan setiap melakukan perjalanan ke daerah pegunungan. Tetapi kali ini bergetar bukan hanya oleh keindahannya saja. Keberadaan para pekerja penambang belerang membuat hati bergetar kagum bercampur miris. Kagum karena perjuangan dan kekuatan mereka sebagai pengangkut belerang sungguh tidak pernah terbayangkan sebelumnya, miris karena pekerjaan berat ini adalah sebuah hal yang nyata terjadi di negeri kaya raya ini. Saya salah seorang turis domestik di antara sebagian besar turis asing yang berkunjung ke sini. Keunikan dan fenomena alam yang langka itulah yang membuat setiap orang ingin berkunjung kemari. Pagi itu sang surya baru saja menampakkan diri dari peraduannya, saya bersiap untuk menuruni jalan setapak yang curam menuju ke kawah. Kaki saya melangkah perlahan bebarengan diantara langkah penasaran para pengunjung dan langkah semangat pekerja tambang belerang yang melakukan rutinitas hariannya. Kaki-kaki yang ingin segera mencapai dasar kawah tetapi dengan tujuan yang berbeda. [caption id="attachment_188691" align="aligncenter" width="300" caption="potret seorang penambang."]

13399339391779839978
13399339391779839978
[/caption]

Bagi penambang belerang, kawah ini merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Sebagian besar pekerja yang jumlahnya bisa mencapai 350 orang ini berasal dari desa-desa yang tersebar di sekitar lereng gunung yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Pagi-pagi sekali mereka sudah memulai beraktivitas di Ijen, menuruni kawah yang curam, memunguti belerang yang dihasilkan dari proses penyulingan, memikulnya dengan sepasang keranjang untuk kemudian di bawah turun ke pos timbang akhir di Pal Tuding yang berjarak sekitar 4 km dari kawah. Berat belerang yang diangkut variatif berkisar 60 sampai 90 kilogram tergantung kemampuan masing-masing individu. Sebagian dari mereka bahkan melakukannya dua kali dalam satu hari itu. Di pos timbang setiap kilogram belerang yang diangkut itu dihargai 650 rupiah.

13399343041144731060
13399343041144731060
keranjang berisi belerang yang ditaruh di bibir kaldera.

Penambangan belerang ini terbilang unik karena dilakukan dengan cara tradisional yang pengangkutannya masih memakai tenaga manusia. Penambangan tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia. Dengan beban yang mencapai 90 kilogram maka dibutuhkan orang-orang yang benar-benar sehat dan kuat untuk melakukan pekerjaan ini. Mereka juga mesti berhadapan dengan berbagai resiko yang berbahaya, berjalan menyusuri bebatuan tebing curam yang sempit dan menanjak, menghirup asap belerang yang dikeluarkan dari kawah, bahkan resiko terhirup gas beracun yang sewaktu-waktu bisa muncul dari dasar danau. Tetapi semua itu mesti dihadapi karena pekerjaan ini telah menjadi pilihan mereka demi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

1339934455555908974
1339934455555908974
penambang yang turun melintasi jalan setapak dengan pemandangan yang menakjubkan.

Saat berpapasan dengan para penambang yang merayap naik, saya berusaha berhenti untuk memberikan mereka kesempatan jalan terlebih dahulu. Dengan beban yang berat, jalan setapak yang sempit dan curam menjadi sebuah resiko yang mesti dihadapi dengan waspada. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mereka mampu memikul beban seberat itu melalui bibir tebing kaldera yang terjal. Selama ini saya dan teman-teman sering melakukan pendakian ke puncak-puncak gunung. Beban yang kami angkut hanya berkisar 20 sampai 25 kg. Itupun telah dihiasi dengan keluhan dan berbagai macam sumpah serapah. Bahkan salah seorang warga negara asing dalam tulisannya yang saya baca di warung Bu Im, salah satu warung di Pal Tuding, menuliskan pekerjaan penambang ini sebagai the impossible task for westerner. Saya berpikir, rakyat disinipun sebenarnya tidak akan mau melakukan hal seperti ini. Akan tetapi karena kesulitan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik menjadikan pekerjaan ini sebagai pilihan yang mesti ditempuh. "Bekerja disini adalah pilihan terakhir karena saya tidak punya pilihan lain. Saat ini mencari pekerjaan sangatlah sulit", demikian yang dikatakan Aldi yang telah 4 tahun bekerja disini. Sebelumnya dia mengadu nasib di Pulau Bali. Karena faktor jauh dari istri dan kedua orang anaknya maka dia memutuskan untuk bekerja di sini. "Semuanya untuk keluarga, kalau tidak begini kami mau makan apa.", timpalnya lagi. (lagi2) sebuah ironi di negeri gemah ripah loh jinawi.

1339934601670908339
1339934601670908339
menunggu giliran ditimbang di pos Pal Tuding.

Akan tetapi semua jerih payah mereka bukanlah tanpa hasil. Di kawah ketika berjumpa dengan Pak Suharsono, bekerja sebagai mandor, beliau dengan bangga mengucapkan bahwa dia adalah penguasa di sini. Dahulu, sang ayah yang bernama Suharjo merupakan pelopor pekerja di Ijen. Nama beliau diabadikan menjadi nama salah satu kawah. Pak Suharsono sendiri sudah 37 tahun bekerja di sini, semenjak berumur 22 tahun. Dari pekerjaan ini Pak Suharsono sudah mampu membiayai kedua putrinya kuliah di Surabaya. Putri tertuanya sekarang telah bekerja di salah satu bank pemerintah ternama di Banyuwangi.

1339934769223909081
1339934769223909081
cinderamata dari belerang yang dijual ke pengunjung.

Di kawah ini ketika sedang menghabiskan sisa bekal di antara bau asap belerang yang menyengat dan deru nafas para penambang yang tersengal saya bisa merasakan ketangguhan mereka terhadap resiko yang ditempuh. Semua dilakukan semata untuk penghidupan bagi keluarga mereka. Saya sangat menghormati orang-orang ini, karena persahabatan mereka, ketegaran mereka, dan kemauan keras mereka untuk bertahan dari kehidupan yang susah. Satu lagi kenyataan di negeri ini, bahwa begitu banyak manusia-manusia pekerja keras yang bekerja dengan resiko besar tanpa kenal lelah demi upah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

13399349712002235921
13399349712002235921
belerang cair yang dibekukan untuk dijadikan cinderamata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun