Mohon tunggu...
Topan Bagaskara
Topan Bagaskara Mohon Tunggu... Lainnya - Pemikir. Penyair. Pendaki Gunung.

Kita punya kehendak untuk hidup dan bercerita. Kehendak tidak dapat dipasung oleh keadaan atau kekuatan apapun. Berkehendaklah! Berdaulatlah! sejak dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Kerasukan Iblis, Ibu Pertiwi Meriang!

18 Maret 2024   14:10 Diperbarui: 18 Maret 2024   14:12 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Koleksi Pribadi Penulis

Berangkat dari sebuah ideal bahwa manusia berdasarkan kodratnya adalah makhluk yang baik menurut filsafat Rousseau. Sebab itu negara dan keadaan sosial bisa tegak tanpa senjata.

"Namun, sesudah itu seluruh Prancis gemetar! Sejarah sedikit berkata lain, program suci dari volonte generale ternyata bisa juga berawal dari mesin pancung. Di ujung abad ke 18, di tangan Robespierre dan kaum Jacobin, ribuan kepala manusia terpisah dari badannya oleh sang pisau maut. Sang pengatur memang kemudian digiring ke tempat yang sama. Seketika Revolusi Prancis menghadirkan etika baru: "Liberte, Fraternite, Egalite!" Namun, sejarah sudah terlanjur berwarna merah, bau anyir dan mesiu."
-------------
Kemudian apakah hari ini pikiran ideal Rousseau masih relevan? Dalam keadaan halus ternyata orang masih bisa menyaksikan betapa keadaan sosial sering tidak bisa tegak tanpa adanya represif dan bahwa negara kesulitan membaca artikulasi kehendak publik dalam arti yang sesungguhnya.

Keadaan Indonesia, saya merasakan langit demokrasi gelap. Bukan gelap karena kodrat cuaca mendung atau memang malam. Tetapi ada upaya agar mata tertutup secara alamiah. Karena perih asap akibat hutan dibakar; bansos dibuat kenyang dan kantuk; dan katabelece presiden ke ketua MK demi anaknya terdaftar di bursa cawapres. Sebab itu, orang menyaksikan bahwa negara berupaya menggapai standar-standar keadaan kodrat menggunakan jalur siasat dari bisikan iblis.

Konsekuensinya yang tumbuh hari ini adanya keterbelahan kehendak fundamentalis di kalangan rakyat; kehendak materialistik dan kehendak kognitif. Di tengah kecenderungan-kecenderungan otoritarianisme dalam proses manajemen negara.

Politik menjadi kegiatan personal dari segelintir elit yang terjebak dalam skenario yang saling mengunci, karena masing-masing terlibat dalam persekutuan pasar gelap kekuasaan pada waktu pemilu. Ketergantungan politik pada uang-lah yang menerangkan persekongkolan itu. Pertaruhan ini tidak ada hubungannya dengan politik ideologi, karena relasi personal telah menyelesaikan persaingan ideologi. Artinya, sistem kepartaian modern dan sistem parlemen kita tidak tumbuh di dalam kebutuhan untuk membudayakan demokrasi, tetapi lebih karena kepentingan elitis individual.

Etika publik bukan merupakan prinsip politik parlemen. Bahwa seolah-olah ada kesibukan mengurus rakyat, itu hanya tampil dalam upaya mempertahankan kursi politik individual, dan bukan karena kesadaran untuk memberi pendidikan politik pada rakyat.

Seorang penguasa dapat terus mengimajinasikan dirinya sebagai "raja", "tuan", "pembesar" dan sejenisnya, dan dengan kekuasaan itu ia menyelenggarakan pemerintahan. Kita justeru merasakan itu dalam kepemimpinan politik hari-hari ini, dalam diskursus bahasa tubuh, dalam idiom-idiom tatakrama, dalam simbol-simbol mistik, bahkan dalam politik angka keramat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun