Mohon tunggu...
Muhammad Taufan
Muhammad Taufan Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Film

Pesona Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal dalam Jakarta Film Week 2024

11 Oktober 2025   20:13 Diperbarui: 2 Oktober 2025   19:19 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal

Menjalani kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia memiliki budaya untuk selalu berkumpul satu sama lain dalam menjalin kebersamaan. Bukti selalu berkumpul tersebut terlihat dalam lingkungan keluarga atau bahkan sama teman sebaya. Selalu berkumpul tersebut nyatanya selaras dengan nilai Pancasila khususnya pada sila ketiga dan sila keempat. Untuk sila ketiga lebih menekankan akan pentingnya persatuan. Namun untuk sila keempat menekankan kepada musyawarah dan kebersamaan dalam mengambil keputusan. Dalam sila tersebut memunculkan semangat yang kemudian menjadi landasan terciptanya ruang interaksi kolektif. Bukti nyatanya terlihat dalam kegiatan seni dan budaya melalui ajang Jakarta Film Week atau disingkat JFW. Ajang tersebut mampu menjadi wadah apresiasi atas karya perfilman serta mempererat rasa kebersamaan dan persatuan bagi masyarakat Indonesia.

Dapat dikatakan bahwa JFW merupakan sebuah festival film internasional yang diselenggarakan di Indonesia. Memasuki tahun 2024 ajang tersebut diselenggarakan pada tanggal 23 hingga 27 Oktober 2024 di Jakarta. Ajang tersebut menampilkan 140 film yang berasal dari 55 negara yang mengusung tema “Resonance”. Tujuan ajang tersebut diselenggarakan pada tahun 2024 juga mampu memperkuat industri perfilman Indonesia dan global melalui pemutaran film. Dari sepanjang ajang tersebut digelar ada satu film yang menarik perhatian penulis berjudul Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Goodbye, Farewell).

Film berjudul Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Goodbye, Farewell) merupakan sebuah karya film hasil dari sutradara sekaligus penulis scenario bernama Adriyanto Dewo. Dalam memproduksi film tersebut didukung oleh produser bernama Perlita Desiani dan Shierly Kosasih. Kolaborasi yang dilakukan oleh para tokoh tersebut mampu menghasilkan karya film yang berkesan. Kesan yang ditimbulkan baik dalam hati sampai pikiran membuat karya tersebut mendapatkan perhatian dalam ajang internasional seperti JFW 2024.

Keistimewaan film tersebut juga didukung kuat oleh para aktor dan aktris berbakat yang membintangi. Putri Marino sudah dikenal oleh masyarakat awam akan kemampuan acting yang natural dengan penuh penghayatan. Jerome Kurnia dengan kharisma yang memikat saat memerankan tokoh film. Jourdy Pranata yang memiliki kekuatan ekspresi emosional yang mendalam. Lutesha juga memiliki gaya akting yang unik dan berani serta Kiki Narendra memberikan performa matang yang menambah kedalaman cerita. Perpaduan pemeran menjadikan film berdurasi 109 menit memiliki daya tarik kuat. Semua tersebut membuat film tersebut tidak hanya menjadi hiburan tetapi memiliki karya seni yang sarat akan makna disamping menegaskan potensi industri film Indonesia di kancah global.

Pada film juga terdapat stereotype “abang-abangan” yang melekat melalui sosok Rey yang menghadirkan warna tersendiri. Namun nyatanya karena kurang penjelasan latar belakang yang kuat membuat sosok tersebut hanya terlihat klise dan kurang menggigit. Alih-alih memperkompleks konflik atau memberikan lapisan baru pada dinamika cerita nyatanya gaya maskulinitas yang berlebihan hanya mampu menghadirkan jarak emosional antara Rey dengan penonton. Padahal secara potensi jika berhasil digali dengan baik akan mampu mengenai perjalanan hidup sebagai imigran yang gelap. Bahkan adanya karakter Rey bisa menjadi cermin akan realitas social yang keras sambil membuka ruang empati. Pengembangan yang lebih dalam mampu membuat stereotype bertransformasi menjadi potret kompleksitas karakter bukan hanya sekedar tempelan manis pada film yang menjadi kehilangan peluang untuk menyajikan kisah yang otentik.

Isu yang diangkat pada film tersebut berupa ghosting yang banyak dirasakan oleh masyarakat. Isu tersebut kian kompleks takala dikolaborasi dengan sisi emosional yang menguras hati sampai pikiran. Secara benang merah film tersebut berkisah akan tokoh yang bernama Wyn (Putri Marino) yang ditinggalkan secara tiba-tiba oleh Dani (Jourdy Pranata) tanpa adanya penjelasan. Ditinggalkan tersebut menghadirkan potret nyata akan ditinggalkan sepihak yang melukai batin. Keputusan yang diambil oleh Wyn untuk pergi ke Korea Selaatan hanya untuk mencari jawaban atas perpisahan yang menggantung. Kondisi tersebut memperlihatkan secara jelas akan betapa kuatnya dorongan manusia untuk mendapatkan penutup perjalanan kehidupan yang jelas dalam sebuah hubungan. Tentunya hal tersebut lebih dari sekedar romansa tetapi juga film tersebut mampu menyajikan fenomena social tentang individu yang memilih jalan untuk melarikan diri ke luar sampai berganti identitas hanya demi menghindari permasalahan pribadi. Pendekatan cerita tersebut membuat film tersebut tidak hanya menyuguhkan drama emosional tetapi juga menyoroti realitas kontemporer yang relevan dengan kehidupan masyarakat.

Walaupun jika dianalisis secara dalam isu yang diangkat masih kurang dalam karena hanya menyentuh secara permukaan atas problematika ghosting. Padahal jika benar-benar diulik akan akar permasalahan maupun dampak secara psikologi akan mampu menghidupi secara dalam film tersebut. Secara spesifik potensi tersebut seperti membahas mengenai trauma emosional, keterikatan yang tidak sehat, atau bahkan dinamika komunikasi yang kurang baik antara Wyn dan Dani. Tidak hanya itu saja eksplorasi juga dapat lebih dalam terhadap latar belakang hubungannya. Hasil eksplorasi secara dalam tersebut mampu memperkaya dimensi karakter sambil memberikan pijakan bagi penonton untuk memahami jalan pilihan dari Wyn. Penggarapan yang lebih detail dapat film mampu berpeluang menyajikan refleksi mendalam terhadap luka batin akibat ditinggalkan tanpa penjelasan serta sosok individu yang sedang berjuang mencari arti penutup dalam relasi yang terputus.

Ditinjau secara visual juga menghadirkan lapisan makna yang mendalam karena setiap detail gambar mampu menjadi bahasa visual dari perasaan para tokoh. Atmosfer redup, warna-warna yang dingin, sampai ruangan yang sunyi memberikan resonansi emosional yang selaras dengan luka batin Wyn. Hal tersebut membuat penonton diajak bukan hanya memahami alur cerita tetapi merasakan beban psikologi yang alami. Penggambaran Korea Selatan disuguhkan dengan nuansa muram menjadikan kontras tetapi menarik. Visual tersebut menghadirkan pengalaman sinematik yang terasa lebih jujur dan membumi. Melalui cara tersebut membuat film tersebut mampu membentuk ruang refleksi visual bagi penonton untuk larut dalam nuansa keterasingan dan pencarian jawaban hidup mendesak.

Kekuatan acting para pemeran juga membuat penonton lebih terkoneksi dengan konflik yang diangkat. Hal tersebut terjadi karena setiap ekspresi, dialog, sampai gesture tubuh sangat terasa natural dan meyakinkan. Putri Marino juga berhasil menyalurkan emosi yang kompleks dari mulai amarah, kesedihan, hingga harapan tipis membuat perjalanan batin Wyn terasa begitu nyata. Sementara sosok Jerome Kurnia melalui penghayatan mendalam menampilkan sisi rapuh Rey yang penuh kecemasan tetapi tetap berusaha untuk mempertahankan harga dirinya. Adanya sosok Lutesha dan Kiki Narendra walaupun sebagai karakter pendukung tetapi tidak dianggap sebagai pelengkap. Kedua sosok tersebut mampu memberikan kedalaman narasi melalui perspektif yang berbeda. Secara keseluruhan acting yang saling solid menjadikan film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal terasa hidup, menyentuh, serta relevan dengan realitas penonton di masyarakat.

Secara keseluruhan film yang berjudul Sampai Jumpa, Selamat Tinggal mampu menjadi karya yang patut diapresiasi. Hal tersebut karena para pencipta film tersebut secara berani mengangkat isu yang sangat dekat dengan realitas social. Disamping itu juga hasil karya tersebut dibingkai secara baik sehingga visual yang kuat serta acting yang solid dari pemeran mampu disajikan. Walaupun masih terdapat ruang pengembangan  khususnya dalam sisi pendalaman isu dan karakterisasi tetapi secara keseluruhan film tersebut berhasil menghadirkan pengalaman sinematik yang menyentuh sekaligus reflektif. Belum lagi melalui kehadiran pada JFW 2024 menunjukkan bahwa perfilman Indonesia sudah memiliki kapasitas untuk bersaing secara internasional melalui perspektif yang segar dan relevan. Berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada pada film tersebut mampu menjadi pengingat bahwa karya seni tidak hanya sekedar hiburan tetapi juga medium untuk membuka percakapan tentang realitas kehidupan yang sulit untuk diucapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun