Secara alur cerita film tersebut berbicara mengenai Manitas Del Monte (Karla Sofia Gascn) yang merupakan bos karterl asal Meksiko. Dengan label bos kartel maka tokoh tersebut memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup besar. Kondisi yang menjanjikan menurut orang lain nyatanya tidak membuat Manitas betah selamanya. Tokoh tersebut merasa ingin keluar dari kehidupan mafia sampai dunia kriminal yang telah mendarah daging padanya. Bahkan tokoh tersebut selalu bermimpi untuk dapat menjalani lembaran baru sebagai sosok baru. Untuk mencapai mimpinya tersebut cara yang dilakukan rasanya merupakan jalan yang tidak terduga.
Cara yang dilakukan berupa mengubah identitas dirinya secar total menjadi sosok perempuan dengan nama Emili Perez. Supaya cara tersebut sukses tanpa adanya cacat maka tokoh tersebut melakukan kerja sama dengan sosok pengcara bernama Rita Mora Castro (Zoe Saldaa). Pertemuan awal antara antara Rita dan Manitas terjadi dalam sebuah bar setelah itu barulah keduanya mulai bekerja sama. Dalam melancarkan tujuan Manitas untuk mengubah identitas rasanya cukup sulit. Hal tersebut karena saat melancarkan tujuan beberapa kali kedua tokoh tersebut menjadi target kejaran musuh dari kartel lainnya. Oleh karena itu untuk memperbesar kesuksesan tujuan yang dilakukan dibantu oleh beberapa pihak seperti Dr. Wasserman (Mark Ivanir), Epifania (Adriana Paz), Gustavo Brun (dgar Ramrez), sampai Jessi Del Monte (Selena Gomez).
Walaupun secara benang merah film tersebut fokus kepada perubahan identitas fisik dari Manitas menjadi Emilia Perez tetapi didalamnya menggambarkan kompleksitas emosi sampai perjuangan dalam transisi yang dilakukan. Belum lagi film tersebut juga menawarkan sudut pandang baru akan perjalanan jati diri seseorang serta keinginan untuk memulai hidup baru melalui perubahan identitas. Disamping itu juga digambarkan akan kesulitasn dalam meninggalkan masa lalu yang penuh kekerasan sampai penderitaan. Semua tersebut menunjukan kepada para penonton akan tantangan seseorang individu yang terlibat dalam hal LGBT berjuang dalam melawan stigma sosial dan kekerasan dari masa lalunya.
Tidak hanya itu film tersebut juga mengangkat tema mengenai solidaritas dan dukungan dari berbagai pihak khususnya saat proses transisi dari Manitas menjadi Emilia. Contoh hal tersebut terlihat dari kolaborasi antara Rita dengan Emilia memberikan gambaran akan pentingnya seseorang dalam membantu seseorang lainnya dalam menemukan jati dirinya. Selain itu adanya keterlibatan berbgai para tokoh seperti seperti Jessi Del Monte, Dr. Wasserman, Epifania, dan Gustavo Brun memperjelas akan pentingnya jaringn dukungan dalam menghadapi berbagai tantangan. Semua hal tersebut membuat film tersebut bukan hanya berfokus kepada kisah perubahan identitas semata tetapi menggambarkan pula akan dinamika sosial terkait hal-hal yang berbau LGBT.
Semua yang dimiliki oleh film tersebut mampu menyentuh berbagai aspek kehidupan sosial, emosional, sampai politik dikaitkan dengan hal-hal berbau LGBT. Pada akhirnya film tersebut mampu menjadi nominasi akan kategori Best Picture dan Best Director. Tidak hanya itu saja melalui film tersebut juga mampu mencapai Best Actress untuk Karla Sofa Gascn sedangkan untuk Selena Gomez dan Zoe Saldaa dalam kategori Best Supporting Actress. Berbagai nominasi juga masuk seperti Best Cinematography, Best Makeup and Hairstyling, sampai Best Original Song. Semua nominasi Oscar yang dimiliki oleh film tersebut menunjukan kualitas yang dibarengi akan transisi identitas dalm mengangkat isu-isu sosial dalam kehidupan.
Dengan penghargaan Oscar yang mengangkat isu LGBT pastinya memberikan dampak bagi anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Bagi anak-anak adanya film tersebut mampu mempengaruhi pemahaman mengenai identitas seksual di usai yang belum matang berpotensi menyimpang. Sedangkan bagi anak remaja yang sedang mengenal identitas dirinya dapat menyebabkan kebingunan lebih lanjut. Namun bagi orang dewasa dampak yang dihasilkan berupa perdebatan mengenai perubahan norma sosial yang bertentangan dengan nilai tradisional yang sudah melekat.
Jika ditinjau secara global adanya penghargaan Oscar yang mengngkat isu LGBT pasti mengalami penolakan khususnya dari negara yang menganut nilai ketimuran. Didalam negara ketimuran memiliki pandangan yang cukup dalam terhdap norma sosial. Bahkan pandangan negara-negara tersebut terhadap keberagaman orientasi seksual yang tidak sesuai kodrat merupakan pertentangan dengan ajaran agama dan tradisi yang dijunjung tinggi. Dengan demikian jika kondisi tersebut terus dibiarkan maka potensi perpecahan dalam hubungan internasional sampai meningkatkan polarisasi sosial di tinggal global. Semua hal tersebut akan membuat masyarakat menjadi terpecah belah satu sama lainnya.
Dilihat dari dampak yang dipaparkan diatas karena adanya keberagaman yang diberikan secara bebas contohnya isu LGBT di penghargaan Oscar rasanya dapat dihindari. Disini pihak penyelenggaran penghargaan Oscar harusnya dapat menciptakan sebuah ruang yang dapat mengcover perbedaan budaya sampai pandangan untuk saling menghormati tanpa adanya pemaksaan agenda tertentu kepada pihak lainnya. Disamping itu menurut penulis seharusnya penghargan Oscar baik itu tahun 2025 sampai kedepannya harus kembali kepada inti agendanya berupa pemberian penghargaan atas karya film. Sehingga seharusnya acara tersebut berfungsi sebagai ajang apresiasi terhadap seni sampai karya kreatif bukan sebagai sarana promosi ideologi yang memperburuk ketegangan antarbudaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI