Dari tiga kasus itu, larangan mudik, promosi kuliner, dan pelemahan KPK, akibatnya sangat fatal. Masyarakat jadi tahu bahwa semua hal yang dilakukan oleh pemerintah maupun parlemen, ternyata tak dipikir, tak diolah, tak dianalisis dengan matang. Pasalnya, dalam pelaksanaannya, sangat menganga kelemahan-kelemahan yang dapat dibaca publik.
Berpikir induktif dan komprehensif
Andai saja dibangku-bangku sekolah hingga bangku kuliah, para guru dan dosen tertradisi mendidik dan mengajar secara seimbang, lalu menempelkan cara berpikir, cara bernalar peserta didik dan mahasiswanya untuk terbudaya melakukan segala sesuatu, berbuat sesuatu, melangkah sesuatu dll, dengan penalaran induktif dan komprehensif, maka sebagian masyarakat Indonesia yang telah menikmati bangku sekolah dan kuliah tidak terus terjerembab dalam pola berpikir deduktif dan parsial.
Perlu saya garis bawahi, berpikir deduktif dan parsial, bukan salah dan bukan hal yang harus dihindari, tetapi untuk membuat masyarakat, bangsa dan negara maju berkembang, sangat dibutuhkan semua tindakan dengan penalaran induktif dan komprehensif.
Untuk mengembangkan pedagogi (kognitif, afektif, dan psikomotor) seseorang, kemampuan berpikir induktif dan komprehensif di masa kini, salah satunya dapat dilakukan dengan berlatih berpikir out-of-the-box. Harus banyak membaca, menonton, banyak diskusi, dan banyak melakukan berbagai hal demi memperkuat kemampuan berpikir induktif. Maka, mampu berpikir komprehensif.
Coba kita tengok Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apa itu deduktif, induktif, komprehensif, dan parsial.
Deduktif (deduksi) adalah penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum, penyimpulan dari yang umum ke yang khusus. Berikutnya, induktif (induksi) adalah metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum, penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum, penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus.
Sementara makna komprehensif adalah bersifat mampu menangkap (menerima) dengan baik, luas dan lengkap (tentang ruang lingkup atau isi), mempunyai dan memperlihatkan wawasan yang luas. Dan, parsial adalah berhubungan atau merupakan bagian dari keseluruhan.
Karenanya, di zaman ini, diera digital, di era online, revolusi industri 4.0. di era media sosial, dan di tengah peradaban canggih yang terus dicipta oleh masyarakat bangsa lain, bila bangsa Indonesia masih berkutat pada penalaran deduktif dan parsial, kapan bangsa dan negara ini akan bangkit dari berbagai ketertinggalan dan keterpurukan.
Bagaimana akan lahir produk-produk inovatif dari tangan masyarakat bangsa ini, bila para pemimpin bangsa justru terus sibuk meneladani dengan ambisi, Â kepentingan dan kepentingan?
Kapan produk-produk, kebijakan-kebijakan, dan lainnya yang dirancang dari pengembangan berpikir induktif dan komprehensif?