Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rendahnya Literasi dan Keterampilan Berbahasa, Tercermin dalam Polemik Kritik dan UU ITE

16 Februari 2021   12:06 Diperbarui: 16 Februari 2021   20:55 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Pagi ini, Selasa, 16 Februari 2021 di beberapa tayangan televisi, dibahas tentang polemik kritik dan kebebasan berpendapat, yang nara sumbernya dari berbagai pihak,  mewakili pemerintah maupun rakyat. Kesimpulannya, UU ITE memang perlu ditinjau lagi.

Revisi UU ITE

Sementara, saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin (15/2/2021), Presiden Jokowi akan minta DPR merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), apabila keberadaan undang-undang tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan. Bahkan, Presiden menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucapnya.

Sejatinya, UU ITE memiliki semangat awal untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif, karenanya Presiden tetap menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan produktif melalui implementasi yang sesuai dari undang-undang tersebut.

Untuk itu, Presiden meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Sebab, Indonesia adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat.

Namun hadirnya UU ITE malah banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU tersebut sebagai salah satu rujukan hukumnya hingga menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

Terlebih sejak Presiden meminta masyarakat aktif  mengkritik pemerintah, berbagai pihak pun akhirnya membincang masalah kritik ini hingga mengalahkan berita tentang corona.

Berbagai media massa dan televisi semua tergerus dan larut dalam pembahasan dan polemik kritik dan kebebasan berpendapat ini dengan mengutip pendapat tokoh dari cuitan atau mengangkat pendapat tokoh dalam pemberitaan maupun perbincangan di televisi.

Malah, tak lama Presiden meminta masyarakat aktif mengkritik, langsung ada tokoh masyarakat yang dilaporkan oleh salah satu pihak yang justru isinya akademisi. Tak pelak, pihak yang isinya para akademisi ini justru dianggap sedang mencari panggung dan memanfaatkan kesempatan demi kepentingan mereka, namun tetap terbaca dan akhirnya panen hujatan dari masyarakat yang berakal sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun