Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Semoga Setelah SJ 182, Tak Ada Lagi Tragedi Pesawat di Indonesia

12 Januari 2021   21:21 Diperbarui: 12 Januari 2021   22:42 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Semoga para korban SJ 182 diberikan tempat yang layak di sisiNya, sesuai amal baiknya dan keluarga korban diberikan ketabahan dan keikhlasan. Semoga ini tragedi jatuhnya pesawat komersil terakhir di Indonesia. Aamiin. (Supartono JW.0912021)

Setelah 3 hari kecelakaan Sriwijaya Air, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1/2021), Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi ( KNKT) Soerjanto Tjahjono menyatakan bahwa KNKT telah mengumpulkan data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia). Dan, dari data tersebut, tercatat pesawat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum akhirnya hilang kontak. Artinya, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data, sebelum jatuh.

Kendati demikian, memang masih terlalu dini berspekulasi menyebut penyebab pesawat jatuh. Meski demikian hampir sebagian besar masyarakat Indonesia, sebab tergiring berita, menganggap bahwa kecelakaan pesawat yang menimpa Sriwijaya Air SJ 182 pada Sabtu (9/1/2021) dan jatuh di Kepulauan Seribu, tepatnya di sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki adalah karena faktor cuaca, terlebih keberangkatan SJ 182 sempat ditunda akibat cuaca buruk.

Burung besi berjenis Boeing 737-500 dengan kode registrasi PK-CLC, dan sempat hilang kontak beberapa menit usai lepas landas ini  pun kembali membuka memori kelam tentang insiden penerbangan di Indonesia di tengah pandemi corona dan di hari ke-9 tahun 2021 dan merenggut nyawa 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3 penumpang bayi, dan 12 kru.

Namun, di luar anggapan masyarakat, media televisi dan media massa juga ramai menyiarkan informasi, selain karena faktor cuaca, jatuhnya SJ 182 juga karena faktor pandemi corona.

Sebab pandemi pun ada pihak yang mempertanyakan kondisi pesawat dan kru yang baru kembali setelah "libur panjang" selama pandemi virus corona. Terlebih Maskapai ini pada akhir 2019 telah mengakhiri kemitraan selama setahun dengan maskapai nasional Garuda Indonesia, dan beroperasi secara independen.

Lebih dari itu, separuh lebih armada Sriwijaya Air juga sempat dikandangkan, sehingga ada pertanyaan menyoal faktor kelaikan terbang, meski pimpinan maskapai Sriwijaya Air pada Sabtu (9/1/2021) kepada awak media menyebut bahwa pesawat SJ 182 beroperasi dalam kondisi baik.

Pesawat di Indonesia sering jatuh

Akibat kecelakaan SJ 182, kita pun jadi bertanya, bahkan pihak Asing pun turut memberikan analisis mengapa pesawat di Indonesia sering jatuh terutama dalam 10 tahun terakhir.

Seperti telah dikutip oleh berbagai media di tanah air pada Senin (11/1/2021) ada beberapa media asing yang turut mengulik tragedi burung besi di Indonesia ini.

Pertama Bloomberg, media asal Amerika Serikat (AS) ini menulis artikel berjudul "Jet Crash Adds to Long List of Aviation Disasters in Indonesia", dan menyebut ada dua faktor utama yang menyebabkan insiden, yaitu faktor cuaca buruk dan komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun