Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Pak RT Tetap Ceria Usai Pilkada

11 Desember 2020   01:21 Diperbarui: 11 Desember 2020   01:26 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pilkada serentak 9 Desember 2020 sudah kita lewati, namun di malam hari setelah peristiwa pencoblosan, di suatu komplek perumahan di "Indonesia", saat para warga mencoba rileksasi berkumpul dengan tetap menjaga jarak sesuai protokol kesehatan, lalu membicarakan berbagai hal mulai dari masalah corona, vaksin sinovac, Nikita Mirzani, Denny Siregar, influencer, buzzer, tertangkapnya para koruptor, tertembaknya anggota Ormas hingga menyoal Pilkada, ternyata di situ ada sosok caretaker, pengemban jabatan sementara pemimpin Rukun Tetangga (RT) yang turut bergabung.

Untuk itu, rasanya saya perlu mengungkap kisah seorang RT caretaker tersebut dengan berbagai problemanya namun tetap dapat ceria, meski harus menghadapi persoalan warganya yang bisa saya sebut susah-susah di arahkan menjadi warga yang benar.

Kisah Pak RT caretaker ini, sungguh berbanding terbalik dengan kisah Pilkada serentak, yang justru kursi jabatannya diperebutkan oleh berbagai karakter calon pemimpin. Lalu, apa yang berbanding terbalik?

Untuk menjadi Bupati/Wali Kota/Gubernur/Presiden, kita tahu bahwa semua kedudukan tersebut justru malah diperebutkan oleh individu elite partai, oleh partai politik, dan didukung pendanaan demi proses kemenangannya oleh para cukong, yang juga memiliki kepentingan timbal balik, bahkan kental dengan aroma oligarki, dinasti politik, dan kekeluargaan.

Semua itu karena ada yang dituju dibalik perebutan tahta dan kekuasaan, yaitu harta dan kekayaan.

Bagaimana dengan jabatan Camat dan Lurah/Kepala Desa di bawah pemerintahan Kabupaten dan Kota? Jabatan dan kedudukan ini pun tetap menjadi incaran dan rebutan oleh masyarakat/elite partai/partai politik/cukong karena tetap signifikan membawa dampak harta dan kekayaan.

Lebih dari itu, jabatan dan kedudukan Lurah/Kepala Desa hingga Presiden, tidak dapat "disambi" atau menjadi pekerjaan sampingan, sebab siapa pun yang akhirnya duduk dan menjabat, itu menjadi pekerjaan tetap dan utama, menerima gaji, meski di batasi oleh masa kerja.

Bila memperhatikan jabatan-jabatan pemimpin pemerintahan tersebut yang enak, pernahkah para pemimpin di negeri ini berpikir, mengapa pemimpin daerah di lingkungan yang paling kecil dan yang langsung bersinggungan dan berhadapan dengan masyarakat, yaitu pemimpin Rukun Warga (RW) dan (RT), tidak dijadikan jabatan dan kedudukan yang sekelas jabatan Lurah/Kepala Desa misalnya yang bergaji tetap?

Sejak bangsa ini merdeka, hingga lahir gradasi tingkat kepemimpinan di masyarakat dari tingkat RT hingga Presiden, puluhan tahun berlalu, jabatan menjadi Ketua RW dan RT hanya sekadar jabatan gengsi atau sebaliknya jabatan musibah bagi warga yang mau meluangkan waktunya saat dipilih oleh warga atau justru terpaksa diminta menjabat menjadi Ketua RW/RT.

Banyak jabatan Ketua RW dan RW diemban oleh warga dan yang bersangkutan bekerja tetap/tak tetap di suatu "tempat". Artinya, pekerjaan Ketua RW/RT yang seharusnya menjadi ujung tombak terdekat dengan rakyat menjadi tak maksimal, karena hanya sebagai pekerjaan sambilan dan sosial, karena tak bergaji.

Selain itu, banyak pula jabatan Ketua RW/RT yang diemban oleh warga yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan sudah berusia lanjut. Kondisi ini pun menjadi penghalang untuk yang bersangkutan menjadi ujung tombak yang dapat diandalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun