Pada jaman ketika belum ada perangkat GPS di bus-bus wisata di Eropa dan negara-negara maju lainnya, para Tour Leader harus berusaha belajar jalan-jalan berliku bak labirin di kota-kota tua di Italia, Spanyol dan di banyak negara lainnya. Tidak mudah.Â
Sebuah peta kota saat itu sangat berharga. Semua Tour Leader wajib mempelajari dengan cermat setiap rute jalan berliku tersebut, sebelum dengan percaya diri memimpin rombongannya menuju ke tujuan tersebut, apakah itu restoran lokal atau sebuah obyek wisata. Nama-nama jalan, atau patokan jalan tertentu, wajib dikuasai dengan baik.
Setelah Google Map diluncurkan di Feb 2005, dan terlebih lagi ketika sebagian besar handphone telah dilengkapi dengan aplikasi google map dan sejenisnya, maka pencarian rute dan jalan menjadi sangat mudah. Sopir-sopir bus wisata di mana-mana pun selalu menyiapkan perangkat GPS yang biasanya di-setting dulu sebelum jalan.
Di Indonesia, selain Bali, saya jarang menemukan peta kota ketika tiba di bandara maupun di hotel-hotel. Atau, jangan-jangan saya sendiri yang tidak mencarinya lagi, karena semuanya sudah ada dalam genggaman tangan -- sebuah gadget dengan aplikasi pencarian jalan yang sangat terpercaya.
Setiap era meninggalkan jejak masing-masing. Meskipun peta masih banyak ditemukan, khususnya yang versi gratis, tapi pada saatnya semua akan berubah. Sebelum waktu itu tiba, sampai hari ini saya masih tetap suka membawa peta setiap melakukan perjalanan dan pulang juga membawa peta-peta baru.
Ada kesenangan tersendiri ketika mempelajari jalan-jalan di sebuah peta, kemudian menandainya dengan stabilo, dan setelah itu jadi lebih siap melanjutkan perjalanan.
Waktu telah merubah banyak hal. Tapi betapapun, kita harus akui, "Maps have been one of travelers' best friend!
Kelapa Gading, 14 Mei 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto-foto adalah koleksi pribadi.