Kita sering mendengar istilah suhu udara, tekanan udara, atau arah angin. Namun, ada satu unsur penting lain dalam cuaca yang sering terlupakan, yaitu kelembapan udara. Kelembapan berperan besar dalam menentukan kondisi cuaca, kesehatan, bahkan kenyamanan manusia sehari-hari. Untuk memantau kelembapan ini, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) menggunakan alat yang disebut hygrometer.
Walau bentuknya tidak sebesar radar cuaca atau seismograf, hygrometer memiliki peranan penting dalam sistem pengamatan meteorologi di Indonesia. Data kelembapan yang dihasilkannya membantu para ahli BMKG memprediksi hujan, kabut, dan perubahan iklim yang berpotensi memengaruhi kehidupan manusia.
 Apa Itu Hygrometer?
Secara sederhana, hygrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar kelembapan atau jumlah uap air di udara. Nilai yang diukur biasanya disebut kelembapan relatif (relative humidity) dan dinyatakan dalam satuan persen (%).
Jika udara memiliki kelembapan 100%, berarti udara tersebut sudah jenuh dengan uap air --- kondisi ini sering terjadi sebelum turun hujan.
Jika kelembapan rendah (misalnya di bawah 40%), udara terasa kering, panas, dan kurang nyaman untuk bernapas.
dengan alat ini, BMKG dapat memahami kondisi udara di suatu wilayah, sehingga bisa mengetahui kemungkinan terjadinya hujan, badai, atau kabut tebal.
 Jenis dan Cara Kerja Hygrometer
Ada beberapa jenis hygrometer yang sering digunakan dalam pengamatan cuaca. Masing-masing memiliki cara kerja berbeda, tetapi tujuannya sama: mengukur banyaknya uap air dalam udara.
1. Hygrometer Rambut (Hair Hygrometer)
Jenis ini merupakan salah satu yang paling klasik. Ia menggunakan rambut manusia atau sintetis yang sensitif terhadap kelembapan udara.