Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT telah menegaskan bahwa generasi muda harus memahami soal radikalisme dan ekstrimisme. Tujuannya agar bisa menangkis penanaman paham tersebut dari oknum pelaku terorisme.
Kasubdit Kontra Propaganda Bidang Pencegahan Kolonel Sujatmiko mengungkapkan, bahwa saat ini siapapun bisa tercuci otaknya dengan paham radikalisme serta ekstrimisme. Apabila terseret arus maka bukan mustahil penganutnya bisa berujung pada aksi terorisme.
Pihaknya menambahkan, bahwa salah satu faktor yang membuat seseorang mudah terseret paham radikalisme adalah ketidaksukaan atau penolakan terhadap perbedaan.
Tentu masyarakat mesti meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya penyebaran ujaran kebencian di rumah ibadah oleh kelompok tertentu.
Ketua LD PBNU Maman Imanulhaq mengatakan, penting kiranya melibatkan anak muda dan masyarakat secara luas sehingga masjid tidak kosong. Masjid yang tidak ada pengelola biasanya mudah disusupi kelompok radikal.
Lanjutnya, ia juga menambahkan bahwa perlu adanya perumusan kembali tema dalam khutbah agar berisi muatan agama yang menjadi semangat kebersamaan dalam keberagaman dan perdamaian. Dengan demikian diharapkan tidak ada orang yang memanfaatkan khotbah keagamaan lainnya yang berisi ajakan menjauhkan umat dari nilai Ketuhanan.
Tentu akan menjadi sebuah keprihatinan sendiri bagi negara yang menjunjung kebhinekaan, dimana rumah ibadah yang semestinya sakral, justru digunakan untuk menyebarkan hate speech, kedengkian atau permusuhan. Jika hal ini benar terjadi, tentu ini menjadi early warning bagi kita untuk mengembalikan masjid kembali kepada fungsi utama yaitu mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa, dan menjalin persatuan umat.
Maman juga menilai, terkait keberadaan kelompok radikal dan intoleran, sebenarnya mayoritas umat Islam di Indonesia masih moderat dan toleran. Tapi kelemahannya umat Islam lebih memilih diam, sementara kelompok yang radikal dengan jumlah yang sedikit, bisa masuk secara masif dan militan.
Alasan pertama seseorang menjadi radikal adalah untuk memenuhi kebutuhan personalnya, hal ini menyangkut urusan ideologi maupun finansial. Kelompok radikal bisa menyebar dengan luas dengan janji -- janji kebutuhan finansial yang tercukupi. Selain itu, seseorang bisa tertarik terhadap radikalisme karena adanya propaganda politik yang menarik.
Fasilitas seperti pelatihan dan transportasi juga dapat dijadikan alasan seseorang bergabung kedalam perekrutan anggota kelompok radikal. Bahkan beberapa takmir masjid yang dianggap terpapar radikalisme juga menjembatani proses tersebut. Selain itu pemahaman terkait penyucian diri juga menjadi alasan kuat bagi seseorang yang masuk ke dalam lingkaran radikalisme.
Faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya radikalisme di Indonesia, adalah etika para elit politik yang buruk. Hal tersebut menyebabkan publik menjadi apatis terhadap demokrasi dan menjadikan radikalisme sebagai jalan alternatif. Permusuhan antar elit politik yang tidak baik, juga dapat menimbulkan sinisme bahwa demokrasi bukanlah sistem yang terbaik.