Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tips ala Stephen King: Menulislah untuk Dirimu Sendiri, Baru Pikirkan Pembaca

25 Maret 2016   23:07 Diperbarui: 15 April 2019   12:48 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theguardian.com

Sebagai seorang penikmat yang bukan pakar, bukan pula seorang penulis besar yang telah menulis puluhan buku best seller yang telah diterjemahkan kedalam jutaan bahasa asing, rasanya tak salah bila saya mencoba sharing-kan ilmu yang saya dapatkan soal dunia tulis menulis yang berseluk-beluk ini. Saya lupa dari mana dan siapa yang bilang, tapi saya pernah baca kalimat seperti ini: menulis itu sebenarnya persoalan berpikir, kalau kita bisa berpikir dengan baik dan benar maka kita pun dapat menulis dengan baik dan benar.

Dalam batasan tertentu, kalimat tersebut tentu ada benarnya. Itu kenapa seluruh penulis di seluruh penjuru dunia mengatakan, jika ingin bisa menulis banyak-banyaklah membaca. 

Bahkan penulis sekelas Eka Kurniawan yang telah menelurkan buku buku laris seperti Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, dll, ketika ditanya bagaimana tips menulis novel yang baik dan bagaimana cara untuk menjadi penulis hebat, Eka hanya menjawab dengan dua kata: banyak membaca!

Kenapa membaca? Tidak ngejelimet, tentu alasanya sederhana: bukankah dengan semakin banyak membaca kita dapat memiliki wawasan yang lebih luas yang ujungnya mampu menambah daya nalar, jangkauan intelektual serta memperkaya sudut pandang kita dalam memandang suatu objek hingga peristiwa. 

Dalam proses pembelajaran (membaca) yang membuat kita semakin bisa berpikir dengan baik, benar dan lugas ini lambat laun kita pun akan dituntun pada topik topik yang kita sukai secara tidak langsung. Kenapa kita menyukai sebuah topik tentu ada alasannya, bisa karena latar belakang pendidikan kita atau karena memang di situlah passion kita berada.

Contohnya saja tulisan tulisan saya di Kompasiana. Saya secara pribadi tahu kalau topik seputar politik akan mendapat pembaca dengan jumlah yang banyak, apa lagi kalau judulnya dibikin provokatif. 


Saya sudah membuktikanya sendiri, beberapa tulisan saya seputar politik, bahkan yang tak mendapatkan label apapun jumlah pembacanya bisa jauh lebih banyak dibandingkan dengan tulisan saya yang membahas soal remeh-temeh, seperti soal musik, film, cerpen bahkan tulisan yang sekadar intermezzo lainya yang diberi label ini itu. 

Tentu semua orang senang kalau tulisanya dibaca banyak orang, tapi membuat tulisan yang sekadar banyak jumlah pembacanya tak terlalu menarik perhatian saya... Kalau hal itu harus membuat saya menulis hal yang terasa tidak personal bagi saya.

Sumber gambar:www.biography.com
Sumber gambar:www.biography.com
Tentu kita tidak boleh egois dan harus menulis demi kepentingan serta pencerahan banyak orang, tapi percayalah menulis topik topik yang kita sukai pun pasti secara tidak langsung ya menulis untuk orang banyak juga. 

Hanya saja dalam hal ini jangan sampai karena ingin terlihat update kita malah sibuk menulis berdasarkan peristiwa yang sedang heboh saja. Jangan pula karena takut tulisan kita tidak dibaca banyak orang kita jadi memaksakan diri untuk menulis persoalan politik padahal topik tentang dunia kuliner adalah topik yang sangat kita gemari. 

Tidak ada salahnya menjadi penulis yang bisa menulis persoalan apapun selama kita tidak merasa terpaksa atau terbeban melakukanya. Tapi jika merasa terbeban karena keterbatasan kita mengenai politik namun tetap memaksakan diri untuk menulis persoalan politik, jatuh jatuhnya kita bisa setres dan tulisan kita menjadi kering dan kita tidak akan bangga pada tulisan kita tersebut.

Kembali pada nasihat penulis besar Stephen King yang mengatakan bahwa menulislah untuk dirimu sendiri terlebih dahulu, baru menulis untuk orang lain, baru pikirkan pembaca. 

Artinya jangan sampai selera orang lain hingga selera pasar atau fenomena yang terjadi malah menghalangi kita untuk menulis. Kalau kita menulis untuk orang lain, sementara kita tidak menikmati tulisan kita tersebut lalu bagaimana orang lain akan menikmatinya? Tulis saja jangan banyak mikir. Jangan terjebak istilah istilah agar tulisan kita terlihat keren. 

Jangan terlalu terbeban untuk mengutip pernyataan para pakar, secukupnya saja. Tentu tulisan yang mengandung cukup referensi bakal lebih enak dibaca, oleh karena itu alangkah baiknya tulislah hal hal yang memang kita gemari, yang memang berarti untuk kita.

Kalau kita terlalu terpaku pada penilaian hingga komentar pembaca takutnya kita malah tidak menulis apapun. Ada alasan menerima hingga mendengarkan komentar serta masukan dari orang lain yang tujuannya untuk membuat kita menjadi penulis yang lebih baik. 

Namun jika ada perkataan yang mencoba mematahkan semangat kita dalam menulis sebaiknya di abaikan saja. Sebelum menulis untuk orang lain alangkah baiknya jika kita menulis untuk diri kita sendiri terlebih dulu. 

Entah tulisan kita bagus atau jelek komentar atau pendapat dari pembaca entah itu positif atau negatif akan selalu ada. Apa lagi bagi kita yang baru belajar menulis, tidak usah muluk muluk agar dibaca jutaan orang. 

Tulis saja untuk diri sendiri dulu untuk melatih kita berefleksi diri hingga bertutur secara jujur. Banyak sekali manfaat bagi kita yang baru belajar menulis, untuk punya sikap abai terhadap penilaian dari luar dan menulis saja untuk diri sendiri terlebih dahulu....

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun