Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Galeri Indonesia Kaya, Digitalisasi Budaya Tanpa Hilangkan Substansinya

14 Januari 2024   12:57 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:20 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu lalu (13/01/2024), Komunitas Traveller Kompasiana (KOTeKa) yang digawangi Mba Gagana Stegmann kembali mengajak para kompasianer untuk mengikuti KOTeKa Trip.

KOTeKA Trip ke-16 ini berlokasi di Galeri Indonesia Kaya yang terletak di Grand Indonesia--West Mall Lantai 8, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Untuk yang belum tahu, Galeri Indonesia Kaya merupakan ruang edutainment budaya yang berbasis teknologi digital dari Indonesia untuk Indonesia.

Galeri Indonesia pertama kali dibuka tahun 2013 atas gagasan Bakti Budaya Djarum Foundation dan para budayawan, seniman, dan kelompok kesenian dalam mengaktualisasikan gagasan kreatifnya.

Walau sempat ditutup karena pandemi Covid-19 dan proses renovasi, Galeri Indonesia Kaya (GIK) kini sudah kembali dibuka untuk umum sejak Mei 2023 lalu.


Di sana, pengunjung akan disuguhi beragam informasi kekayaan budaya Nusantara, seperti alat musik tradisional, mainan tradisional, baju adat, sampai informasi tentang kuliner, pariwisata, tradisi dan kesenian yang dikemas secara digital dan interaktif.

Seperti biasa, saya mengakses lokasi tujuan menggunakan motor dari Bekasi. Berboncengan dengan suami dan anak-anak kami menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan.

Tapi saran saya, jika ingin berkunjung ke sana, lebih baik menggunakan commuter line atau Trans Jakarta untuk menghindari macet.

Masuk ke area Grand Indonesia, kita langsung saja mencari West Mall lantai 8. Untuk yang betah jalan kaki bisa menggunakan eskalator. Namun, untuk yang mudah Lelah, baiknya naik lift saja, ya.

Sampai di lantai 8 kita sudah bisa langsung menemukan Galeri Indonesia Kaya. Pintu masuknya memang kelihatan kecil, tapi bagian dalamnya cukup besar.

Masuk ke bagian dalam GIK kita langsung akan disambut dengan suasana gelap namun terdapat layar-layar besar di bagian kiri pintu masuk yang diebut panel "Bersatu Padu". Di panel tersebut kita seakan disambut oleh masyarakat dalam sebuah desa.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

Pencahayaan dalam ruangan ini mirip seperti masuk bioskop yang sudah mulai memainkan film.

Gambar-gambar dari layar tersebutlah yang menjadi alat penerangan ya walaupun ada juga lampu-lampu redup di langit-langitnya.


Setelah melewati panel "Bersatu Padu" kita akan melewati panel "Selaras Seirama" yang menyajikan tarian-tarian khas Indonesia.

Koleksi GIK
Koleksi GIK

Sehubungan dengan akhir pekan, ruang pameran cukup ramai. Bahkan tak jarang kami berjejal untuk mencoba berbagai jenis panel aplikasi digital yang tersedia di sepanjang lorong.

Jika dilihat, lorong pameran yang disebut dengan Selasar GIK ini memang sangat memanjakan anak-anak. Ruangannya yang gelap dengan warna-warna lampu Led yang menarik perhatian membuat mereka akan betah berada di sana.

Seperti anak saya, dia sudah mencoba panel "Cerita Kita". Kemarin dia coba membaca cerita legenda Malin Kundang. Panel tersebut lengkap dengan screen berbentuk buku berukuran cukup besar.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Cara menggunakannya sangat gampang, pengunjung cukup mengarahkan tangan (telapak tangan) seperti membuka buku, maka lembaran-lembaran digital tersebut bisa membaca arah tangan kita untuk membolak balik halaman.

Oh, iya, kita juga bisa main dengan hewan-hewan digital asli Indonesia, di panel "Pesona Alam" seperti Badak Jawa dan Orang Utan.

Lagi dan lagi kita hanya cukup mengarahkan tangan ke bagian tubuh hewan digital tersebut maka hewannya akan bergerak-gerak seperti merasakan sentuhan kita.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Selain itu, metode penyampaian pengetahuan budaya Galeri Indonesia Kaya tak terbatas dengan tulisan dan foto, tetapi juga aplikasi-aplikasi interaktif, seperti Selaras Pakaian Adat di mana pengunjung dapat berfoto dengan pakaian adat tertentu secara digital. juga Arungi Indonesia, permainan augmented reality di mana pemain dapat merasakan terbang di atas Indonesia. 

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Lucu dan seru banget pokoknya.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Omong-omong, trip kali ini terbilang istimewa, karena tiap akhir pekan GIK juga menyuguhkan   tontonan budaya, mulai dari seni panggung teater, musik, pemutaran film, nonton teater, diskusi budaya, seminar dan workshop secara gratis.

Pertunjukkan di hari Sabtu kemarin adalah seorang seniman senior Wawan Sofwan yang membawakan Monolog Topeng DAM.

Dalam monolog ini, Wawan Sofwan bermain dengan menggunakan topeng, terinspirasi dari konsep topeng Pajegan Bali, di mana dalang memakai beberapa topeng secara bergantian.

Monolog ini merupakan adaptasi dari cerpen Putu Wijaya yang berjudul DAM, bercerita tentang seorang Dalang yang mengisahkan peristiwa dalam sebuah pengadilan.

Wawan memerankan 3 tokoh sekaligus, yakni sebagai Hakim, Jaksa dan juga terdakwa. Dikisahkan seorang yang kaya raya yang dihabisi nyawanya hanya karena ia memiliki kendaraan mewah.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Walau memang bersalah, namun biasanya dalam proses persidangan pelaku akan mendapatkan pembelaan lebih dulu. Sayangnya, karena kondisi ekonomi pelaku yang tidak berharta sehingga dalam proses hukum ia tidak mendapatkan kesempatan pembelaan lebih dulu.

Lalu, Sang Jaksa dengan angkuhnya langsung saja memutus hukuman mati pada tersangka dan Hakim menerimanya tanpa tedeng aling-aling.

Kasus-kasus semacam ini memang seringkali terjadi di negeri kita dan melalui monolog ini Wawan coba mengingatkan kembali pada penontonnya.

Sejujurnya ini adalah kali pertama saya menonton secara langsung teater monolog dan saya benar-benar terpukau melihat kepiawaian seorang Sofwan dalam memerankan masing-masing tokoh.

Koleksi GIK // Foto bersama penonton di Auditorium
Koleksi GIK // Foto bersama penonton di Auditorium

Selesai dengan Monolog Topeng Dam, kami pun meninggalkan ruang auditorium menuju ruang pameran digital.

Sebagai informasi, karena kapasitas auditorium hanya 150 penonton, maka untuk teman-teman yang ingin menyaksikan pertunjukkan seni di akhir pekan akan diminta untuk melakukan reservasi lebih dulu.

Caranya gampang, tinggal melakukan reservasi di www.indonesiakaya.com.

Saat sudah di lokasi, pengunjung yang akan menonton perutunjukan di auditorium akan mendapatkan gelang lucu bertuliskan Penikmat Seni.

koleksi pribadi
koleksi pribadi

Untuk yang hanya ingin melihat-lihat Selasar GIK, kamu bisa datang sesuai jam operasional mereka pukul 10.00 -- 21.30 setiap hari.

Oh satu lagi, ini cukup penting, pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman.

Karena konsepnya digital jadi semua serba elektronik takut terjadi korsleting listrik.

Semua yang bisa dinikmati di GIK ini bisa didapatkan secara gratissss. Baik untuk berjalan-jalan di Selasar GIK atau mau menonton pertunjukkan di auditorium.

Bagi saya GIK ini tak ubahnya museum. Namun, GIK mencoba untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia dengan cara yang berbeda.

Mengusung konsep modern diharapkan lebih bisa diterima oleh masyarakat terutama anak-anak masa kini yang hidup berdampingan dengan segala hal yang berbau digital tanpa menghilangkan falsafahnya.

Kebudayaan tidak akan hilang jika terus dilestarikan. Maka, ajak keluarga kita dan orang-orang tersayang untuk terus menjadi pelestari kebudayaan dengan tetap menjaga identitas bangsa.

Sebagai penutup saya ucapkan terima kasih pada KOTeKA, Mbak Gana, Bu Palupi dan juga Om Taufik sebagai partner jalan-jalan kemarin.

Sampai jumpa di cerita jalan-jalan lainnya.

Salam sayang.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun