Mohon tunggu...
Tifany Minasheila
Tifany Minasheila Mohon Tunggu... -

Me

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menganalisis Cerita Ulang Malin Kundang dan Si Lancang

30 November 2014   23:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:25 2157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Cerita Ulang Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pulau Sumatera Barat. Keluarga ini terdiri atas ayah, ibu dan seorang anak laki-laki. Seorang anak laki-laki tersebut bernama Malin Kundang. Ia memiliki tanda luka di lengan kanannya karena pernah terjatuh mengenai batu. Ayah Malin Kundang telah pergi merantau ke negeri seberang sejak Malin Kundang masih kecil. Setelah bertahun-tahun ayahnya merantau, ia tidak pernah kembali. Ibu Malin Kundang pun berusahamencari nafkah untuk menggantikan posisi ayahnya. Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau. Ia merasa kasihan kepada ibunya karena harus banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Harapan Malin Kundang adalah setelah ia merantau, ia dapat menjadi seseorang yang kaya raya. Ia pun pergi bersama ibunya ke dermaga. Ibunya menasehati Malin Kundang agar ia tidak melupakan dirinya apabila ia telah menjadi seseorang yang kaya raya.

Kapal Malin Kundang pun berlayar. Di tengah pelayaran, kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Semua penumpang dalam kapal diserang dan beberapa dibunuh oleh bajak laut. Malin Kundang bersembunyi di ruang kecil yang tertutup oleh kayu, sehingga ia tidak diserang oleh bajak laut. Kapalnya pun terkantung-kantung di tengah laut, kemudian ia terdampar di suatu daratan yang sangat subur. Ia bekerja keras dan gigih di tempat tersebut, sampai akhirnya ia berhasil menjadi orang yang kaya raya. Ia pun mempersunting gadis cantik untuk menjadi istrinya.

Berita keberhasilan Malin Kundang sampai pada telinga ibunya. Ibunya sangat bahagia mendengar keberhasilannya. Setiap hari, ibunya selalu pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin saja pulang ke kampung halaman. Setelah Malin Kundang lama menikah, ia pun mengajak keluarganya untuk berlayar menuju kampung halaman dengan menaiki kapal yang indah serta diiringi dengan banyak pengawalnya. Ibu Malin Kundang pun melihat kapal Malin Kundang dari dermaga. Ia menyadari bahwa kapal tersebut adalah kapal milik anaknya.

Malin Kundang dan keluarganya turun dari kapal tersebut. Ibunya semakin yakin bahwa orang tersebut adalah benar anaknya setelah melihat luka di lengan kanannya. Ia mendekati Malin Kundang dan menyapanya. Namun Malin Kundang bertindak kasar kepada ibunya, ia tidak mengakui dan mendorong ibunya hingga terjatuh. Ia berpura-pura tidak mengenalnya karena Malin Kundang merasa malu atas kemiskinan ibunya. Ia mengatakan kepada istrinya bahwa wanita tua itu adalah pengemis yang hanya mengharapkan harta miliknya. Mendengar hal tersebut, ibu Malin Kundang merasa sangat sakit hati. Ia tidak menyangka bahwa anaknya akan menjadi anak yang durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ia berdoa agar Tuhan mengutuk anaknya menjadi sebuah batu. Setelah itu, angin kencang bertiup dan badai besar menghancurkan kapal Malin Kundang. Lama kelamaan, tubuh Malin Kundang menjadi kaku dan akhirnya berubah menjadi sebuah batu karang.

Si Lancang

Pada suatu hari, hiduplah seorang anak laki-laki yang tinggal bersama ibunya di suatu gubuk reot di sebuah negeri bernama Kampar. Anak laki-laki itu bernama Si Lancang. Ayah Si Lancang telah lama meninggal dunia. Ibunya bekerja di ladang, sedangkan Si Lancang bekerja sebagai peternak. Suatu hari, Si Lancang merasa bosan dengan hidupnya. Ia pun meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke negeri orang lain agar menjadi seseorang yang kaya raya. Awalnya, Ibu Si Lancang tidak mengizinkan, namun karena Si Lancang memaksa, akhirnya ibunya mengizinkan dengan perasaan yang sangat sedih karena akan ditinggal jauh oleh anaknya. Si Lancang mengatakan bahwa apabila ia telah menjadi seseorang yang kaya raya, ia berjanji akan kembali ke kampung halaman dan tidak akan pernah melupakan ibunya.

Keesokan harinya, Si Lancang pergi merantau meninggalkan kampung halamannya. Ibunya membekalinya beberapa bungkus lumping dodak, makanan kesukaan Si Lancang. Setelah bertahun-tahun Si Lancang pergi merantau, ia berhasil menjadi orang yang kaya raya dan memiliki tujuh orang istri yang cantik serta berasal dari keluarga kaya.

Suatu hari, Si Lancang mengajak semua istrinya untuk berlayar ke Andalas, kampung halamannya. Si Lancang memperbolehkan mereka untuk membawa perbekalan sesuka mereka. Setelah mendapat izin dari suaminya, istri-istrinya pun membawa berbagai macam perbekalan, mulai dari makanan, alat musik, kain sutra dan aneka perhiasan perak serta emas. Mereka menggelar semua barang bawaanya di kapal, sehingga menambah kemewahan kapal dan menunjukan betapa kayanya Si Lancang. Mereka pun pergi berlayar. Semua penumpang dalam kapal berpesta pora. Akhirnya, kapal Si Lancangmendarat di Sungai Kampar. Banyak penduduk Kampar yang masih mengenalnya. Mereka takjub akan kapal mewah dan kekayaan milik Si Lancang. Teman kecil Si Lancang yang melihat kekayaannya berlari menuju gubuk ibu Si Lancang dan memberitahukan kedatangan anaknya kepada ibunya yang sedang sakit. Ibunya sangat senang. Ia pun bangkit dari tidurnya dan segera pergi menuju pelabuhan.

Sesampainya di pelabuhan, ibu Si Lancang tidak percaya dengan kekayaan dan kemegahan Si Lancang. Ia menaiki geledak kapal mewah Lancang. Tiba-tiba, terdapat seorang anak buah Si Lancang yang melarang ibunya masuk kapal karena kemiskinannya. Ibu Si Lancang mengaku sebagai ibunya Si Lancang. Si Lancang melihat hal tersebut. Ia menemui dan mengusir ibu tersebut. Ia tidak mengakui bahwa ibu tersebut adalah ibu kandungnya. Ia merasa malu karena kemiskinan ibunya. Akhirnya, Ibu Si Lancang pulang menuju gubuknya yang sudah reot. Ia merasa sangat sakit hati dan tidak menyangka anak kandungnya akan berbuat seperti itu.

Sesampainya di gubuk, Ibu Si Lancang mengambil lesung dan nyiru pusaka. Ia berdoa kepada Tuhan agar menunjukkan kekuasaan-Nya terhadap anaknya yang durhaka sambil memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiru. Tiba-tiba, angin topan dan badai berhembus dengan kencang dan menenggelamkan kapal Si Lancang. Si Lancang beserta keluarganya ikut tenggelam bersama kapal mewah tersebut. Barang-barang di kapal Si Lancang berhamburan. Kain sutra yang dibawa oleh istrinya melayang-layang, berlipat dan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Gong dalam kapal terlempar dan jatuh di dekat gubuk ibu Si Lancang di Rumbio yang dinamai dengan Sungai Ogong di Kampar Kanan. Hanya tiang bendera kapal Si Lancang yang berdiri tegak di suatu danau di daerah tersebut. Apabila tiang bendera kapal Si Lancang muncul ke permukaan danau, maka hal itu menandakan bahwa akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Banjir tersebut dipercayai sebagai air mata Si Lancang yang menyesal atas kedurhakaannya.

Penduduk Kampar meyakini bahwa seringnya terjadi banjir di daerah tersebut bukan karena tingginya curah hujan, namun karena munculnya tiang bendera kapal Si Lancang di Danau Lancang. Daerah Kampar yang masuk wilayah Provinsi Riau ini sangat rawan terkena banjir dan hal ini merendamkan pemukiman penduduk di sekitarnya.

Menganalisis Cerita Ulang Malin Kundang dan Si Lancang

Cerita ulang Malin Kundang dan Si Lancang adalah cerita yang disampaikan secara turun menurun dari suatu generasi ke generasi lainnya. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam kedua cerita ulang tersebut.

Malin Kundang dan Si Lancang memiliki nasib yang sama, yaitu berasal dari keluarga miskin dan ayah mereka telah pergi meninggalkan keluargnya. Anggota keluarga mereka sama-sama terdiri dari tiga orang, yaitu ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yaitu Malin Kundang atau Si Lancang. Malin Kundang dan Si Lancang sama-sama pergi merantau ke negeri seberang untuk mencari nafkah dan mengubah nasib. Kesamaan lainnya yaitu ibu Malin Kundang dan Si Lancang memberikan nasihat kepada anaknya sebelum pergi merantau agar keduanya tidak melupakan dan durhaka kepada ibunya apabila telah sukses nanti. Malin Kundang dan Si Lancang pun tidak mengakui ibunya setelah menjadi orang kaya dan memiliki keluarga. Keduanya sama-sama durhaka kepada ibunya.

Persamaan lain antara kedua cerita di atas yaitu pada cerita Malin Kundang, ibu Malin Kundang sudah mengetahui berita keberhasilan anaknya. Ibu Malin Kundang selalu menunggu kepulangan anaknya di dermaga. Ketika Malin Kundang tiba di kampung halamannya, ibunya telah menunggu dan melihatnya secara langsung dari dermaga. Sedangkan dalam cerita Si Lancang, ibu Si Lancang tidak mengetahui berita keberhasilan anaknya. Ketika Si Lancang tiba di kampung halaman, ibunya sedang terbaring sakit di rumah dan ia mengetahui bahwa Si Lancang pulang dari sahabat Si Lancang yang melihat kapal mewah Si Lancang tiba di pelabuhan bersama keluarganya. Penyebab ibu Malin Kundang mengetahui kabar anaknya mungkin karena keadaan media informasi atau komunikasi di daerah Sumatera Barat lebih tersedia dibandingkan dengan keadaan di provinsi Riau, sehingga ibu Malin Kundang dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai anaknya.

Perbedaan pertama dari cerita ulang Malin Kundang dan Si Lancanng yaitu alasan mengapa ayah mereka telah tiada. Pada cerita Malin Kundang disebutkan bahwa ayahnya pergi merantau, namun ia tidak kembali. Malin Kundang dan ibunya tidak mengetahui dimana keberadaannya. Sedangkan dalam cerita Si Lancang, ayahnya disebutkan telah meninggal dunia. Malin Kundang pun memiliki tanda luka di lengan kanannya karena pernah terjatuh mengenai batu, sehingga ibunya dapat memastikan apakah orang tersebut benar Malin Kundang atau tidak. Sedangkan Si Lancang tidak memiliki tanda apapun. Awal kehidupan Malin Kundang ketika pergi merantau yaitu ia terdampar di suatu pulau yang tidak direncanakan. Ketika berlayar menuju tempat rantauan yang seharusnya, ia diserang oleh bajak laut dan kapalnya terkantung-kantung di tengah laut. Hal ini berbeda dengan Si Lancang, kapal yang dinaikinya tidak diserang oleh bajak laut dan berhasil tiba di tujuan seharusnya.

Perbedaan yang paling mencolok dari kedua cerita di atas yaitu adanya perbedaan asal daerah dan kutukan yang terjadi pada masing-masing tokoh dalam cerita tersebut. Cerita ulang Si Lancang berasal dari provinsi Riau. Cerita ini mengisahkan seorang anak laki-laki yang durhaka kepada ibunya sehingga kapalnya hancur berkeping-keping dan ia beserta keluarganya tenggelam di daerah perairan Kampar yang berada di provinsi Riau. Sedangkan, cerita ulang Malin Kundang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Cerita ini mengisahkan seorang anak laki-laki yang juga durhaka kepada ibunya, namun dikutuk menjadi sebuah batu. Berdasarkan hal di atas, maka Malin Kundang dan Si Lancang mendapat kutukan yang berbeda akibat kedurhakaannya. Perbedaan ini mungkin dikarenakan dengan sifat keras kepala dan kekasaran Malin Kundang yang dilakukan kepada ibunya yang menyerupai sebuah batu, sehingga ibu Malin Kundang mengutuknya menjadi sebuah batu. Sedangklan cerita Si Lancang berasal dari provinsi Riau, provinsi tersebut terdiri atas daerah kepulauan yang dikelilingi dengan perairan. Hal itulah yang menyebabkan kutukan yang diberikan kepada Si Lancang yaitu tenggelamnya ia beserta seluruh harta kekayaannya di daerah tersebut.

Kutukan yang dimohon ibu Si Lancang dikatakan secara tidak langsung yaitu ketika sang ibu telah pulang ke rumahnya. Sedangkan kutukan yang dimohon ibu Malin Kundang dikatakan langsung di depan Malin Kundang setelah ia mengusir dan tidak mau mengakui ibunya. Perbedaan ini mungkin terjadi karena ibu Malin Kundang berasal dari Sumatera Barat. Orang-orang Sumatera Barat cenderung tidak dapat menahan emosi, sehingga kepuncakan emosi ibu terjadi ketika itu juga setelah anaknya mengusir dan bertindak kasar terhadap dirinya. Berbeda dengan ibu Si Lancang, ibunya dapat menahan emosi sehingga baru mengutuk anaknya setelah tiba di rumah.

Perbedaan yang terakhir yaitu jumlah istri yang dimiliki oleh Malin Kundang dan Si Lancang. Malin Kundang hanya memiliki seorang istri, sedangkan Si Lancang memiliki tujuh orang istri. Pada cerita ulang Si Lancang, kondisi kekayaan yang dimiliki Si Lancang tampak jelas, yaitu dari tindakan istri-istrinya yang membawa banyak barang bawaan mewah ke dalam kapal yang berlayar menuju kampung halaman Si Lancang. Harta Si Lancang yang berhamburan di perairan Kampar pun menunjukan betapa kayanya Si Lancang. Namun dalam cerita Malin Kundang, hal tersebut tidak begitu ditunjukkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun