Suara untuk Mereka yang Tak Bisa Bicara
Setiap tanggal 4 Oktober, dunia memperingati World Animal Day. Bagi saya, hari ini bukan sekadar perayaan, tetapi sebuah panggilan hati untuk kembali menoleh pada makhluk hidup lain yang kerap kita abaikan: para satwa.
Tahun ini, Kompasiana bersama Geopix mengadakan Animal Global Writing Competition dengan tema Speak for the Species. Sebagai salah seorang penulis Kompasiana
Sebagai salah satu dari sekitar 260 juta orang Indonesia, saya ingin ambil bagian dalam gerakan ini Karena saya percaya tulisan bisa menjadi jembatan kepedulian.
Orangutan, Gajah, dan Harimau: Simbol Karisma Nusantara
Indonesia dikaruniai tiga satwa karismatik yang tidak hanya mempesona, tetapi juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan alam:
Orangutan, “manusia hutan” yang wajah dan ekspresinya sering membuat kita bercermin pada diri sendiri. Namun, ironi terjadi: hutan mereka ditebang, ruang hidup mereka semakin sempit.
Gajah Sumatra, raksasa lembut yang menjadi “arsitek hutan” dengan langkahnya yang membuka jalan bagi regenerasi pohon-pohon. Namun sayang, konflik manusia dan gajah kian merenggut nyawa mereka.
Harimau Sumatra, simbol keberanian dan kegagahan, kini terancam punah karena perburuan dan hilangnya habitat. Raja hutan ini seolah sedang menjalani hari-hari terakhirnya di tanah kelahiran sendiri.
Melihat kenyataan ini, hati saya terusik. Jika kita hanya diam, mungkin suatu hari nanti generasi mendatang hanya bisa mengenal mereka lewat gambar di buku sekolah.
Speak for the Species, karena jika bukan kita yang bersuara, siapa lagi?
Saya sadar, saya bukan aktivis lingkungan yang bisa turun langsung ke hutan menyelamatkan satwa. Namun saya percaya, setiap orang memiliki cara masing-masing untuk peduli. Bagi saya, cara itu adalah lewat menulis.
Dengan tulisan sederhana ini, saya ingin menyampaikan suara bagi mereka yang tidak bisa berbicara.
Saya ingin mengajak siapa pun yang membaca agar menyadari bahwa nasib orangutan, gajah, dan harimau bukan sekadar urusan satwa, melainkan urusan kita bersama. Karena ketika satu spesies hilang, ekosistem akan pincang, dan pada akhirnya manusialah yang akan menanggung akibatnya.
Speak for the Species
Mari kita bicara untuk mereka. Mari kita gunakan kata, pena, dan hati untuk menyuarakan kepedulian. Karena setiap suara berarti, dan setiap kepedulian memberi harapan.
Saya percaya, Speak for the Species bukan hanya tema lomba, tetapi juga panggilan nurani bagi siapa pun yang masih peduli pada masa depan bumi
Karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Pertanyaan yang sejak dulu tidak saya temukan jawabannya adalah, kulit harimau dijual belikan. Berarti harimau tersebut ditembak. Darimana Pemburu mendapatkan senjata api? Bukankah setiap kepemilikan senjata api harus ada ijin tertulis? Jelas nama dan alamat nya? Apakah mereka mendapatkan semacam "Lisence to kill?* Hingga kini saya belum mendapatkan jawaban nya
Renungan kecil di malam musim semi
Tjiptadinta Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI