Menulis butuh ketenangan jiwa. Karena kalau menulis dalam suasana hati yang tidak tentram, maka apalah arti dari tulisan kita? Ibarat kalau dalam rumah tangga sudah saling tidak enak hati dan merasa tersinggung, seenak apapun santapan yang dihidangkan sudah tidak lagi dapat dinikmati karena hati sudah berduka.
Semoga kondisi semacam ini cepat berlalu dan kita masing masing sadar diri,bahwa dalam kebersamaan,janganlah ada yang mengaplikasikan prinsip :"Pokoknya harus begini" atau "Pokoknya harus begitu" atau "maunya saya begini".
Introspeksi DiriÂ
Mari sama sama kita introspeksi diri agar Rumah Kita Bersama ini kembali menjadi tempat persinggahan yang aman dan nyaman. Kalau boleh diibaratkan seperti sebuah toko, maka tanpa ada barang dagangan, toko tak lebih hanya sebuah ruang kosong melompong. Sebaliknya, tanpa toko, maka barang barang akan dijajakan di kaki lima .Mungkin analogi ini tidak terlalu pas,tapi esensialnya,kita itu saling membutuhkan dan diperlukan mutual respect and mutual understanding  Tanpa dasar ini ,percayalah hanya menuggu waktu " kiamat" itu akan tiba.Â
Mari kita sama sama menjadikan refleksi diri,seandainya Kompasiana tanpa Penulis, apa jadinya? Sebaliknya, bila Penulis keluar dari Kompasiana,bukankah ibarat pedagang asongan yang menjajakan tulisannya dari satu sudut ke sudut lainnya.? Bukankah menjadi Penulis di Kompasiana,menjadikan kita Penulis yang terhormat ?Â
Mohon maaf kalau saya keliru  dalam menafsirkannya.Hanya mengajak kita semua sama sama melakukan interospeksi diri.
Tjiptadinata Effendi