Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Bahasa Menunjukan Bangsa" Miliki Pengertian Mendalam

3 September 2021   19:57 Diperbarui: 4 September 2021   06:03 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Hendaknya Dimaknai Secara Bijak

Banyak orang menilai peribahasa "Bahasa menujukan bangsa" secara litteraly yakni kalau yang berbahasa Mandarin adalah orang Cina, kalau berbahasa Jepang, hampir pasti orang Jepang. Begitu seterusnya. Sehingga lama kelamaan, peribahasa ini tergerus maknanya serta dianggap tidak ada kaitannya dengan kehidupan pribadi kita.  Padahal sesungguhnya bukan itu pesan moral yang ingin disampaikan melalui peribahasa tersebut. 

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah "Bahasa menunjukkan bangsa" seharusnya dapat dimaknai  esensialmya dengan pengertian:

  • kesopansantunan seseorang menunjukkan asal keluarganya dan pendidikannya
  • dari kata kata yang diucapkan orang bisa menilai bahwa orang terpelajar ,belum tentu terdidik
  • contohnya,ada orang yang titelnya berbaris,tapi tutur katanya ,tidak menunjukan bahwa dirinya pantas dihormati
  • candaan atau humor murahan ,menunjukan kualitas diri pelakukanya
  • tutur kata verbal maupun dalam bentuk  tulisan seseorang menunjukan karakter  penulisnya

Bahasa Tubuh (Body Language) dan Bahasa Verbal

Salah satu penyebab, orang bertutur kata seenaknya, karena merasa diri dalam posisi yang tinggi dan di hadapannya berdiri orang orang yang tidak selevel. Merasa diri menyandang sebaris titel sehingga ketika berbicara di hadapan orang banyak, keluarlah kata-kata yang biasanya digunakan oleh para pereman pasar atau calo-calo di perhentian bis. Maka secara tanpa sadar keluarlah ucapan ucapan yang sesungguhnya hanya akan mempermalukan diri sendiri

Temukan kata ganti diri yang santun dan mengena. Sebagai contoh,di  Sumatera Barat orang mengenal 4 suku kata yang merupakan kata ganti :"Saya".,yakni 

  • Ambo   
  • Awak
  • Denai
  • Aden

Bila  diurut dari yang paling sopan hingga paling kasar. Kata “ambo” berasal dari kata “hamba”, kata ganti orang pertama yang paling sopan dan  rendah hati seseorang. Walaupun diri kita berada dalam posisi yang lebih tinggi atau lebih tua daripada lawan bicara,dengan menggunakan kata :"Ambo" ,maka lawan bicara akan tahu bahwa ia berhadapan dengan orang yang berpendidikan,  Kata “awak” adalah kata ganti yang umum digunakan untuk semua kalangan .Sedangkan kata :"denai" jarang digunakan dan lebih banyak dipakai dalam sastra atau lirik lagu.

Kata :"Aden" hanya digunakan oleh kalangan preman pasar atau para calo di perhentian bis.  Dalam tutur kata yang lebih akrab dalam komunikasi dengan orang yang dihormati , orang dapat  menggunakan nama sendiri. Dalam keluarga kami, anak mantu dan cucu cucu,kalau berbicara selalu mengunakan nama masing masing sebagai kata ganti :"Saya" atau "Ambo"  Bahkan isteri saya,kalau berbicara dengan saya,selalu menggunakan nama sendiri. Tetapi secara umum.kata :"ambo" sudah mewakili nilai kesopanan dalam bertutur kata.

Membahasakan Lawan Bicara 

Begitu juga dalam membahasakan lawan bicara, di Sumatera Barat orang yang berpendidikan,tidak pernah menggunakan kata  "waang " atau " kamu /kalian" karena dianggap sangat tidak sopan. Kecuali antara seorang guru dan murid muridnya Atau atasan kepada bawahannya. Itupun kalau sudah sangat marah. Lazimnya, untuk membahasakan lawan bicara menggunakan kata "angku" dan kalau jauh lebih muda, dengan panggilan "dunsanak atau kamanakan" dan dapat juga dengan menyebutkan nama panggilan lawan bicara. Misalnya, kalau namanya Vera, maka disebut namanya: "Vera mau ke mana?" walaupun usianya mungkin sebaya cucu kami. Tapi kalau kepada karyawan kami, saya boleh mengatakan "Kamu mau ke mana?"  atau kalau lebih dari satu orang "Kalian mau ke mana?" Dalam kesetaraan, apalagi berbicara dengan orang yang lebih tua atau seusia orang tua kita, kata "kamu dan kalian" sungguh sangat tak elok digunakan. Tapi seperti kata peribahasa " Lain padang, lain belalangnya "boleh jadi apa yang dianggap tidak sopan di Sumatera Barat, boleh jadi sangat hormat di daerah lain, sungguh saya tidak tahu."

Saya tidak berani masuk ke dalam bahasa daerah lainnya karena saya tidak paham. Tapi karena saya dilahirkan dan dibesarkan di Padang, Sumatera Barat, maka saya berani menulis tentang tata krama dalam membahasakan diri sendiri dan orang lain yang berlaku di Sumatera Barat. Itupun seandainya ada yang kurang tepat,tentu saja merupakan kesalahan saya dalam memaknainya.

Bahasa Tubuh atau Body Language 

Selain dari bahasa verbal ada bahasa tubuh atau body language yang tak kalah pentingnya dengan bahasa verbal. Sebagai salah satu contoh, silakan diperhatikan gambar di atas. Yang berjalan di sisi saya adalah MenPan Brigjen Pol. Taufik Effendi pada waktu itu. Walaupun dalam posisi sebagai seorang menteri pak Taufik menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang patut dihormati, dengan cara menghormati orang yang menyambut kunjungannya, yakni dengan kedua belah tangan terkatup, sebagai tanda hormat.

Kita boleh saja berkilah, "Saya bukan tipe orang yang gila hormat" tetapi jangan lupa justru orang menilai diri kita dari apa yang kita ucapkan dan apa yang kita tulis, serta bagaimana bahasa tubuh yang dikedepankan.  jangan sampai terjadi pemujaan terhadap intelektual.dimana posisi seseorang menempati urutan utama dalam kehidupan dan mengalahkan tata krama dan kesantunan. Disinilah arti dan makna sesungguhnya dari peribahasa :"Bahasa menunjukan bangsa". 

Tulisan ini bukan pelajaran budi pekerti, melainkan hanya sekedar berbagi informasi, dengan harapan semoga generasi muda mileneal jangan sampai terjerumus menjadi pemuja intelektual, yakni karena merasa diri sudah pintar atau berada dalam posisi diatas ,sehingga  melupakan tatakrama yang merupakan kearifan diri sebagai  bagian dari bangsa Indonesia. 

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun