Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lampu Kuning untuk Orangtua

26 Januari 2021   09:38 Diperbarui: 26 Januari 2021   09:50 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: dreamtime.com

Agar Mau Belajar dari Apa yang Terjadi 

Masalah anak menjadi duharka akibat tergoda oleh uang dan harta sudah bukan kisah baru. Sejak orang menanak nasi pakai kayu bakar hal ini sudah terjadi. Bahkan ada yang tega menghabisi orang yang sudah melahirkannya.

Kisah menyedihkan lainnya adalah saat jazad orang tua masih terbujur kaku dalam ruang duka,anak anak bukannya sedih,tapi saling berantem mempererbutkan harta warisan. Yang satu merasa paling berhak,karena paling tua dalam keluarga Yang lainnya merasa dirinya yang paling berhak mendapatkan bagian lebih,karena telah bersusah payah merawat orang tua semasa sakit.

Saat orang tua yang punya harta banyak jatuh sakit,maka anak anak rebutan mau merawat dan mengajak tinggal bersama mereka..Tapi saat orang tua yang tidak punya warisan jatuh sakit,anak anak saling melempar tanggung jawab dengan berbagai alasan. Hal yang sangat menyerihkan dan menghadirkan keperihan hati,saat anak anak tidak lagi memiliki rasa kasih sayang yang tulus,tapi ditakar dengan berapa banyak harta warisan yang dimiliki orang tua. 

Hal ini terus berlanjut dari dulu ,hingga kini,yakni hasrat hati orang tua untuk meninggalkan warisan kepada anak anak mereka ,agar kelak dikenang .Tapi kenyataannya,malahan sebagian besar harta warisan menjadi penyebab terjadinya pertumpahan darah antara anak anak mereka. 

Kerabat Kami Diumpat Anak Kandungnya  Sendiri 

Saya pernah mendengarkan dengan telinga sendiri,saat melayat salah seorang kerabat yang meninggal di Padang Yang awalnya seorang pengusaha,tapi karena sakit sakitan,akhirnya mengalami kebangkrutan.Saat melayat,kami ditemani oleh putranya .Tapi bagaikan tersengat lebah mendengarkan saat putranya berkata:" Orang mengira Bapak saya kaya. Padahal untuk beli peti matinya,saya harus utang 3 juta rupiah"

Sebagai seorang ayah,hati saya terasa robek menyaksikan,betapa seorang anak yang dibesarkan orang tuanya dengan susah payah dan disekolah kan hingga menjadi sarjana,saat jasad ayahnya masih terbujur kaku dalam peti mati,begitu tega mengumpat ayahnya. 

Orang Tua dan Calon Orang Tua Belajarlah

Seharusnya kita semua harus mau belajar dari berbagai peristiwa hidup,bahwa harta warisan lebih banyak menghadirkan petaka dalam keluarga ketimbang manfaatnya. Karena itu sejak dari anak anak kami masih SMP ,ketiganya kami panggil dan menjelaskan,bahwa :"Tidak akan ada pusaka dari kami kelak. Warisan yang kami tinggalkan adalah kesempatan bagi mereka bertiga untuk belajar ."

Dan hal ini kami terapkan dalam perjalanan hidup .Setelah anak anak selesai kuliah dan berumah tangga,maka kami manfaatkan uang kami untuk menikmati hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun