Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

All in One

17 Januari 2021   05:14 Diperbarui: 17 Januari 2021   05:44 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: can stock photo

Apapun masalahnya,Jawabannya Hanya Satu 

Malam tadi saya sempat chatting dengan salah seorang keponakan di Padang.yang profesinya adalah sebagai Pedagang keliling. Membawa berbagai barang ,dari mulai mie instant,permen dan makanan kecil lainnya,hingga sabun mandi dan sabun cuci.

Merangkap menjadi pengemudi kendaraan yang sarat membawa barang dagangannya, Hadi (bukan nama sebenarnya) berkeliling dari kampung ke kampung . Menjajakan barang dagangannya ke warung warung ,dengan sistem tinggal satu,bayar satu. Jadi,misalnya ,pemilik warung membeli mie instant dan makanan kecil lainnya,serta aneka ragam kebutuhan rumah tangga ,seharga 100 ribu rupiah,untuk yang pertama ini belum dibayar. 

Pada kunjungan kedua,dengan meninggalkan barang yang seharga pertama,maka yang pertama dilunasi.  Tapi dalam praktiknya,bila kita tidak lagi memberi mereka barang ,maka yang pertama dianggap hilang. Hal ini sudah harus masuk dalam kalkulasi dan dianggap sebagai "cost" atau biaya perjalanan dan ini sudah menjadi resiko bagi pedagang keliling.Saya sudah pernah mengalaminya ,sewaktu masih menjadi pedagang keliling.

Curhat Panjang Lebar

 Karena sudah lama tidak bertemu face to face ,maka Hadi banyak bercerita atau mungkin lebih tepat disebut curhat. Satu saja pertanyaan dari saya:"Bagaimana bisnisnya Hadi?" ,ternyata mampu memancing curhatnya dalam mencari nafkah selama masa pandemi ini. 

"Saya sudah alih profesi Om. Usaha kanvas ke kampung kampung,sudah mengalami kemacetan total,sejak beberapa bulan belakangan ini. Biasanya,semua lancar,tapi sejak pandemi berlangsung,maka setiap kali saya datang menagih utang ,selalu jawaban yang saya terima adalah :"Anda kan tahu,sejak Covid ,semua penjualan macet total. " Kemudian,ketika beralih untuk mencoba menagih utang ke warung lainnya,ternyata warungnya tutup dan dari keluarga pemilik warung,Hadi mendapatkan jawaban bahwa pemiliknya, terdampak Covid dan sedang dirawat di salah satu Rumah Sakit. Kini Hadi alih usaha dengan buka warung dirumahnya 

Passwordnya Hanya Satu"Covid "

Mencermati komunikasi via WA dengan berbagai kalangan,seakan akan  mendengarkan cerita humor,tapi sesungguhnya sebuah fakta yang tak tebantahkan,bahwa Covid 19 menjadi kata sakti dalam menjawab berbagai kendala. Antara lain:

  • minjam uang tidak dikembalikan,jawabannya :"Anda kan tahu,lagi Covid ,mau dapat uang darimana?"
  • selama setahun tidak pernah berkunjung kerumah orang tua,jawabannya sama :"Covid "
  • Jatah uang belanja dikurangi ,juga jawabannya sama yakni :"Covid"
  • Pinjam barang dan tidak dikembalikan? jawabannya juga sama

Curhat dari salah seorang sahabat saya

Kemarin saya dapat pesan via WA yang panjangnya mungkin sama dengan artikel ini. Isinya curhat dari salah seorang sahabat saya di Jakarta.isinya kisah sedih,bahwa sejak pandemi covid 19 ini, jatah belanja bulanannya hanya tinggal separuh yang dikirimkan oleh putranya. 

"Pak Tjip dan bu Ros. senang banget ya.Saya baca artikelnya, setiap bulan dapat transfer dari anak anaknya.Bahkan hadiah Ultahnya sebuah mobil baru. Saya dan isteri sejak Covid 19 ,sudah tidak bisa lagi menikmati minum kopi pagi. Biasanya setiap pagi kami jalan kaki dan selesai olahraga singgah di warung tetangga ,minum kopi dan makan pisang goreng sebagai sarapan ,tapi kini sudah tidak mungkin lagi. Karena jatah bulanan hanya tersisa separuhnya dan hanya cukup untuk biaya kebutuhan pokok . Karena putera kami satu satunya di PHK,karena perusahaannya mengalami kebangkrutan karena Covid "

Ikut Sedih Tapi Tidak Mungkin Menanggung Beban Hidup Orang Lain

Bila membaca judul"All in one" terkesan seakan tulisan ini adalah bagian dari humor,tapi ternyata merupakan kenyataan hidup yang sudah dan sedang berlangsung di depan mata kita semua. Ada "humor kehidupan" yang jauh dari hal yang lucu,yakni bahwa semua masalah hidup,jawabannya hanya satu yakni :"Covid 19"

Tapi setulus apapun keinginan untuk membantu meringankan derita orang lain,apalah daya kita tidak mungkin dapat memikul beban hidup orang lain.Seberat apapun rasa hati kita,pasti yang paling merasakan adalah bahu orang yang harus memikul beban hidupnya. Tulisan ini jauh dari maksud untuk pamer kebaikan diri ,apalagi untuk pencitraaan .

Seperti kata kata bijak:"Bila tangan kananmu memberikan,hendaknya janganlah sampai tangan kirimu mengetahuinya. " Karena bila melakukan sesuatu hal yang baik,hanya untuk mendapatkan pujian orang,maka tidak akan ada pahalanya. Sejujurnya,selama hidup .apapun yang saya lakukan ,tidak pernah sekalipun terpikir oleh saja mengenai "pahala" .

Tulisan ini hanya merupakan sebuah renungan kecil di pagi indah ini,sebagai refleksi diri,untuk memahami bahwa diluar sana ada jutaan orang yang tidak seberuntung diri kita. Karena itu, setiap bangun pagi,maka hal pertama yang saya ucapkan adalah :"Terima kasih Tuhan,kami masih hidup" Karena kami dikaruniai kesempatan untuk dapat menikmati hidup berkecukupan dan sehat lahir batin ,serta disayangi oleh anak mantu dan cucu cucu serta mantu cucu .Bahkan dikelilingi sahabat yang menyayangi kami berdua . Mau apa lagi,kalau bukannya bersyukur kepada Tuhan?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun