Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Motivator Memang Menyenangkan

10 Desember 2019   19:17 Diperbarui: 10 Desember 2019   19:21 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dokumentasi pribadi

Tapi Bisa Jadi Bumerang Bagi Diri 
Menertawakan kejatuhan orang lain, tentu saja tidak manusiawi. Begitu pula menceritakan aib orang, juga bukan sifat yang baik. Tapi, ibarat ada orang yang terperosok kedalam lubang, maka kita wajib memberitahu kepada orang banyak, agar jangan sampai terjerumus kedalam lubang yang sama.

Lubang dimaksudkan tentu bukan lubang secara fisik,melainkan kegagalan dalam mengaplikasikan apa yang diajarkan kepada orang banyak.

Tanpa perlu menyebut nama,semua kita sudah tahu,siapa saja Sang Motivator yang dulu ditunggu tunggu penampilannya,baik di acara televisi, maupun dalam acara tatap muka lainnya. Pada masa masa keemasan, setiap kata yang keluar dari mulut Sang Motivator, akan mendapatkan sambutan yang gegap gempita. Bahkan tidak jarang, diikuti dengan Standing Applause.

Ternyata, mengajarkan orang tentang kebaikan, serta memotivasi agar orang menomor satukan keluarga adalah sangat mudah. Yang paling sulit adalah ketika harus mengaplikasikan dalam kehidupan pribadi. 

Bila dalam perjalanannya, ternyata tidak mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan,adalah sama dengan apa yang dilakukan, maka bersiap siaplah menjadi tumpuan caci maki orang dan foto diri, serta seluruh kata kata mutiara, yang mendapatkan tempat terhormat di kantor kantor,akan diturunkan dan dibuang di keranjang sampah.

Jangan Mengajarkan Orang, Sesuatu yang Tidak Dapat Kita Aplikasikan Dalam Hidup
Walaupun belum pernah menjadi Motivator yang beken,tapi secara pribadi saya sudah merasakan,betapa menyenangkan menjadi Motivator. 

Mendapatkan undangan bertubi tubi ke sana kemari dan semua biaya perjalanan ,akomodasi dan uang saku ,ditanggung oleh Panitia yang mengundang. Begitu  kita memasuki ruangan, semua hadirin berdiri  dan menyambut dengan hangat. Dan ketika kita di depan forum,semua diam dan seluruh perhatian ditujukan  kepada diri kita. Dan selanjutnya bertubi tubi tepuk tangan untuk diri kita.

Begitu panitia memberikan kesempatan bagi para hadirin untuk mendapatkan tanda tangan bagi yang membeli buku karya tulis saya, maka dalam hitungan detik, sudah tampak ada antrian panjang, menunggu giliran mendapatkan tanda tangan. 

Tapi secara diam-diam, apa yang saya tulis dalam buku buku dan apa yang saya ucapkan dalam seminar, diuji kebenarannya.

Misalnya:

  • Benarkah kami pernah tinggal di Pasar Tanah Kongsi?
  • Benarkah saya dulu Penjual Kelapa Parut?
  • Benarkah untuk sebungkus nasi rames ,saya harus berhutang?
  • Benarkah saya pernah menjadi Eksportir Kopi dan Cassia?
  • Benarkan kami punya rumah di Komplek Wisma Indah I di  Padang?
  • Benarkah kami punya unit apartemen di Kemayoran Jakarta Pusat?
  • Dan seterusnya..

Saya Bisa Turun Panggung Dengan Bebas
Bersyukur saya tidak pernah menuliskan kebohongan, sehingga tidak perlu dipaksa turun panggung, karena saya bisa turun sendiri, karena merasa sudah tiba waktunya, seluruh hidup saya untuk berada bersama keluarga. Dan hingga kini,walaupun sudah lama turun panggung, bila ada kesempatan pulang kampung, kami masih mendapatkan undangan makan dari berbagai kalangan.

Hal ini merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri,karena tidak banyak orang yang mendapatkan kesempatan seperti ini,

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun