Banyak orang berpikir bahwa ujian terberat bagi seorang wanita, yang juga adalah seorang istri, adalah ketika harus menjalani hidup morat-marit selama bertahun-tahun mendampingi suami.Â
Tetapi ternyata, ujian terberat justru ketika harus meninggalkan karier demi suami. Setidaknya, hal inilah yang terjadi dalam kehidupan kami dalam berumah tangga. Â
Mengenai penderitaan yang kami alami tidak perlu diulangi lagi, karena akan membosankan bagi orang yang sudah pernah membaca riwayat hidup kami.
Ketika kami memutuskan untuk meninggalkan Kota Padang dan pindah ke Jakarta, tentu bukan hal yang mudah. Dari kehidupan yang sudah terjadwal selama bertahun-tahun, tiba-tiba saja kami "mem-PHK" diri sendiri dan tidak memiliki jadwal kegiatan sehari-hari.
Perihal biaya hidup bukanlah masalah, mengingatsudah mempersiapkan passive income walaupun sudah pensiun dari bisnis ekspor biji kopi dan cassia. Namun manusia tidak hanya hidup dari makan dan minum, tapi juga butuh aktivitas sehari-hari.Â
Karena itu, ketika istri minta izin untuk bergabung di salah satu perusahaan yang berkantor di Jalan Suryopranoto, Jakarta, saya sama sekali tidak keberatan karena itu saat anak-anak kami sudah mandiri. Walaupun sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang keuangan.
Tapi karena selama belasan tahun memegang urusan keuangan perusahaan kami, dalam waktu singkat istri saya sudah sudah termasuk dalam tiga besar di perusahaan tersebut, di bidang pencapaian target yang diberikan perusahaan.Â
Bahkan tahun berikutnya, 3 tahun berturut-turut, sebagai Champion Honour of the Year. Di samping penghasilan yang puluhan juta setiap bulan, setiap 3 bulan ada bonus, bahkan setiap tahun mendapatkan fasilitas berlibur ke Shanghai, Perth, dan Gold Coast bersama suami.
Cukup dengan menyodorkan paspor, seluruh biaya perjalanan, mulai dari ongkos taksi ke bandara, penerbangan, akomodasi, dan jalan-jalan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Bahkan masih mendapatkan "uang saku" yang lumayan  nilai nominalnya,
Tiba di Persimpangan Jalan Hidup
Namun, perjalanan hidup tidak selalu tenang dan datar. Ada kalanya suatu waktu manusia dihadapkan pada pilihan hidup.
Saat-saat ini adalah merupakan sesuatu yang amat sangat menegangkan dan menguras energi karena berada di persimpangan jalan hidup.
Bertahun-tahun sebelumnya, saya pernah menceritakan impian untuk mengelilingi Nusantara, dari Sabang hingga Merauke sambil mengajar.
Maka setelah istri saya sudah mendapatkan impiannya menjadi wanita karier, bahkan menjadi top three di perusahaan, saya ingatkan kepada istri akan impian saya tersebut yang belum terpenuhi.
Istri saya terdiam cukup lama, walaupun saya tidak memberikan ultimatum dalam bentuk apapun. Tapi satu kalimat dari saya, "Kapan kita bisa bersama-sama mengelilingi Indonesia?", ternyata sudah cukup untuk membuatnya gundah.
Sudah lewat tengah malam, istri saya masih duduk termangu di keheningan malam yang membisu. Dipandanginya satu persatu piagam penghargaan yang terpajang di dinding ruang tamu.Â
Trofi beraneka ragam di atas rak buku, semuanya diperoleh berkat hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Dan kini tiba saatnya ia harus meninggalkan semuanya itu.Â
Walaupun Lina, istri saya, sudah menduga bahwa hari itu akan tiba, tapi ketika saya menyampaikan harapan itu, tetap membuatnya tampak galau.
Satu Bulan Sudah Berlalu
Waktu satu bulan itu sudah lewat. Ia sudah harus memberikan suatu keputusan, walaupun saya tidak memberikan "deadline".
Pagi itu Lina duduk di depan saya dan berkata dengan lirih, "Sayang, hari ini saya akan pamitan dari perusahaan dan saya sudah mempersiapkan surat pengunduran diri."
"Bagi saya, kebersamaan kita adalah kebahagiaan terbesar, jauh melampaui segala kemudahan yang diperoleh dari perusahaan. Saya ikhlas meninggalkan semuanya agar kita dapat selalu bersama-sama."Â
Saya berdiri, memeluknya erat-erat, dan selanjutnya tentu tidak perlu saya ceritakan di sini.
Wanita yang sudah mendampingi saya selama puluhan tahun ini telah lulus dalam ujian hidup. Sebebal apapun hati seorang suami, mustahil akan tega mengkhianati cinta yang begitu tulus dari seorang istri.
Catatan: Cuplikan perjalanan hidup kami berdua, semoga ada manfaatnya bagi pasangan muda.
Tjiptadinata Effendi