Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seribu Kali Kebaikan, Tidak Hapuskan Satu Kesalahan

13 September 2019   07:33 Diperbarui: 13 September 2019   08:22 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : quoteistan.com

Tapi Panas Setahun Bisa Dihapuskan Oleh Hujan Sehari

Agaknya peribahasa yang terkesan kuno, yakni:"Panas setahun, dihapuskan oleh hujan sehari", masih tetap relevan untuk dijadikan pedoman menjalani hidup, hingga di era terkini. 

Artinya sangat jelas :"Kebaikan yang dilakukan sepanjang tahun, akan pupus hanya karena melakukan satu kesalahan saja. Dan sebaliknya, satu kesalahan yang dilakukan pada masa masih muda, akan selalu diingat orang,walaupun sudah menebus dengan melakukan seribu kali perbuatan baik.

Contoh Aktual

Setiap orang pasti pernah memiliki pengalaman hidup yang berbeda tapi intinya dapat merasakan,bahwa apa yang tersirat dalam peribahasa tersebut diatas bahwa :"Panas setahun, dihapuskan oleh hujan sehari". Walaupun jalan cerita dan lika liku kejadian berbeda ruang, tempat dan waktu. Berbagi kisah hidup, bukan untuk menampilkan kehebatan ataupun kebaikan diri melainkan untuk saling mengingatkan dan saling belajar. 

Karena tidak cukup hanya belajar dari pengalaman hidup sendiri, tapi alangkah eloknya bila kita juga mau belajar dari pengalaman hidup orang lain, agar jangan sampai melakukan kesalahan yang sama.

Nah cerita nya karena sudah pernah merasakan hidup menderita selama tujuh tahun lamanya, maka sejak hidup berubah kami selalu berusaha untuk dapat membantu siapa saja, sesuai dengan kemampuan yang ada. 

Salah seorang diantaranya adalah  bu Neli (bukan nama sebenarnya), yang adalah juga salah seorang kerabat kami. Setiap kali membutuhkan sesuatu dan datang berkunjung kerumah kami, tidak pernah kami biarkan bu Neli pulang dengan tangan hampa.

Suatu waktu, saya baru pulang dari operasi dari Rumah Sakit Mount Elisabeth di Singapore yang menghabiskan dana yang tidak sedikit. Belum lagi pada waktu yang bersamaan, kiriman barang kami sejumlah 65 ton tidak dibayar oleh mitra dagang kami di Singapore. Suasana saya pada waktu itu adalah sakit luar dalam. 

Sakit karena habis dioperasi dan sakit, karena barang senilai 400 ribu dolar tidak dibayar menyebabkan pertahanan saya rontok dan saya sungguh sungguh merasa sakit lahir batin. Dalam suasana hati yang murung, bu Neli tiba di rumah kami .Kebetulan istri saya lagi mengantarkan anak  ke sekolah. 

Maka sejujurnya saya katakan kepada bu Neli, bahwa saya lagi sakit dan istri sedang tidak berada dirumah. Jadi lain kali datang lagi ya "Karena urusan uang, saya serahkan kepada istri.

Putus Hubungan

Sejak saat itu, bu Neli tidak pernah datang lagi dan bercerita dimana mana bahwa :"Mentang mentang sudah kaya, sombong nya luar biasa dan seterusnya "Kami sedih, padahal selama sepanjang tahun kami membantu, namun karena saya lagi dalam kondisi yang tidak sehat dan istri tidak berada dirumah, maka saya mengatakan :" Lain kali datang lagi ya bu Neli. Sekarang istri saya sedang tidak di rumah" ternyata jawaban ini telah membuat bu Neli sakit hati. Sejak saat itu hubungan kami terputuslah sudah. Panas setahun, dihapus oleh hujan sehari.

Kisah Lain

Ketika ada kesempatan pulang kampung, saya dan istri berusaha memanfaatkan waktu untuk menjumpai semua sahabat dan tetangga lama, disamping bertemu dengan teman teman yang baru. Salah satu yang kami kunjungi adalah tetangga dan juga sahabat baik kami yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu dan kehilangan kontak. 

Tentu saja pertemuan tersebut merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Ketiak kami sedang asyik mengobrol istri dan putri sahabat saya keluar dari dalam dan ikut duduk di ruang tamu. Sahabat saya memperkenalkan saya kepada anak istrinya, sambil berkata:" Ini teman baik papa, Kami dulu tetangga. Pak Effendi ini dulu preman di kampung ", katanya sambil tertawa.

Saya juga ikut tersenyum,walaupun senyum saya mirip monyet yang lagi meringis, mendengarkan cara sahabat baik mengenalkan saya dengan keluarganya. 

Pelajaran Berharga

Hingga pulang kerumah, kalimat :" Pak Effendi ini dulu Pareman di kampung" masih terngiang terus. Maklum orang tua biasa baper. Tapi saya tidak tersinggung, karena memang ketika remaja kelakuan saya begitu yakni sering berantem. Saya jadikan pelajaran hidup, bahwa seribu kali berbuat baik tapi satu kesalahan masa lalu yang diingat orang.

Renungan pagi, sambil menyeruput secangkir kopi yang disediakan istri tercinta.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun