Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Benarkah Penulis "Freelance" Nasibnya Seperti Sebatang Pohon?

23 Oktober 2018   19:15 Diperbarui: 23 Oktober 2018   20:29 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: merdeka.com

Ketika Berbuah Lebat Dipupuk, Tapi Begitu Menua Ditebang ?

Tadi siang saya sempat berkomunikasi dengan seorang teman lama ,yang sudah lama tidak pernah bertemu dan saling kehilangan nomor kontak. Kami saling kenal, ketika saya diwawancarai sebagai narasumber dalam hal teknik penyembuhan diri dengan memanfaatkan bioenergi. Dan pernah foto saya dan penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan tehnik bioenergi, dimuat hampir dua halaman penuh di tabloid dimana teman saya bekerja sebagai penulis freelance.

Mengingat pada waktu itu, tehnik penyembuhan dengan memanfaatkan energi alam yang dikenal juga dengan nama Reiki atau Terapi Bioenergi mengalami masa masa keeemasan. 

Diundang sebagai narasumber dan usai dialog interaktif di salah satu stasiun televisi,akan mendapatkan sampul berisi uang honor. Yang saya tanda tangani dan kemudian honornnya saya serahkan kepada petugas untuk dibagi antara mereka. Saya senang dan mereka juga senang.

Kembali Kejudul Tulisan


Feeding, teman saya  bercerita panjang lebar, tentang pengalamannya sewaktu masih aktif sebagai Penulis Freelance, bahwa ketika tulisan tulisannya booming, karena apa yang materi tulisannya sesuai dengan tren di masa itu. ia mendapat sambutan yang luar biasa dari tabloid dan majalah, di mana ia terbiasa menulis artikel khususnya tentang Life Style. 

Saya tidak sampai menanyakan,apakah Fredi selain sebagai penulis.juga memegang kartu Wartawwan, karena rasanya  terlalu  jauh mengorek hal hal yang bersifat pribadi. Karena  pembicaraan kami via WA, sesungguhnya,hanyalah untuk saling lepas kangen. 

Namun karena Fredi tahu,bahwa sejak tidak lagi aktif di bisnis dan dibidang tehnik penyembuhan,kini saya juga aktif menulis sebagai warga biasa,maka ia bercerita tentang pengalaman nya selama menjadi Penulis Freelance. 

Menurut Fredi,ia merasa diperlakukan sebagai sebatang pohon yang kebetulan tumbuh diladang orang, Ketika pohon  dalam kondisi masih muda dan berbuah lebat, diperhatikan,disirami dan dipupuk, Tapi ketika pohon sudah mulai menua dan tidak lagi berbuah lebat, yang punya ladang, sudah tidak lagi memperdulikan. 

Bahkan ketika pohon pohon muda mulai tumbuh subur, suatu waktu pohon yang sudah mulai menua  dan tidak lagi menghasilkan,ditebang dan dibuang.

Saya hanya mengiyakan apa yang diceritakan oleh Fredi, karena mungkin hal ini merupakan curahan hatinya,yang merasakan hal seperti itu. Karena kejadiannya sudah berlalu dan hanya menyisakan cerita nostaligia, tentu tidak ada relevansinya untuk diperdebatkan. Dalam hal ini, maka: "silent is gold", mungkin merupakan langkah yang paling tepat.

Berbeda Persepsi

Mungkin karena yang melatar belakangi kami menulis berbeda, maka persepsinya juga berbeda. Teman saya Fredi,boleh dikatakan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk menulis, karena bagi dirinya,menulis adalah sebuah profesi. 

Sedangkan bagi saya pribadi,menulis adalah terapi jiwa. Karena itu, walaupun teman baik,tapi persepsi kami tentang menulis, berbeda total. Bagi saya menulis adalah tuntutan hati,sedangkan bagi Fredi, menulis adalah tuntutan dari perusahaan penerbitan,dimana ia biasa mangkal untuk menulis.

Karena itu,saya termotivasi untuk menuliskan pembicaraan kami berdua,dengan meniadakan nama aslinya dan nama majalah dan tabloid ,yang merupakan "kantor" Fredi sebagai seorang Penulis Lepas. 

Menerima masukan dari berbagai pihak,walaupun mungkin tidak sejalan dengan pola  pikiran kita,sama sekali tidak ada masalah,malahan akan memperkaya khasanah pemahaman kita,bahwa sama sama menulis, namun persepsi boleh berbeda. Atau boleh juga dibilang,kami berbeda dalam persepsi tentang arti dan makna menulis ,tapi kami tetap bersahabat.

Siapa tahu,ada masukan lainnya, selain dari menulis untuk terapi jiwa dan melawan pikun,menulis juga adalah jalan untuk meninggalkan warisn yang abadi bagi anak cucu dan orang banyak. Bagi yang tulisannya berbobot dan tertata rapi. boleh jadi kelak tulisannya akan menjadi warisan bagi generasi muda bangsa,yang bagi diri saya pribadi, masih jauh panggang dari api. 

Secara pribadi,saya sudah bersyukur, sebagai penulis saya sudah menghadirkan kebanggaan bagi anak cucu kami, walaupun tulisan saya ,hanyalah merupakan gaya seorang kakek lagi menasihati cucu cucunya.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun